Komisi VII Minta Pemerintah Cabut Izin Perusahaan Tambang Perusak Alam

Minggu, 08 Juni 2025 | 08:57:46 WIB
Komisi VII Minta Pemerintah Cabut Izin Perusahaan Tambang Perusak Alam

JAKARTA - Raja Ampat, Papua Barat, yang dikenal sebagai salah satu surga ekowisata dan pusat keanekaragaman hayati laut dunia, saat ini menghadapi ancaman besar akibat aktivitas penambangan nikel yang dinilai merusak lingkungan. Kondisi ini memicu desakan dari berbagai pihak, termasuk anggota legislatif, agar pemerintah segera mencabut izin perusahaan tambang yang dianggap berkontribusi pada kerusakan alam di kawasan tersebut.

Ketua Komisi VII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, secara tegas menyoroti pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap perusahaan-perusahaan tambang yang beroperasi di Raja Ampat. Dalam pernyataan tertulis yang diterima pada Minggu, 8 Juni 2025, Saleh mengungkapkan bahwa pemerintah harus mengambil langkah tegas dengan mencabut izin perusahaan yang terbukti merusak lingkungan.

"Perusahaan yang dinilai merusak, harus segera dicabut izinnya. Mereka harus membuat skema ketahanan lingkungan sehingga tidak mengganggu masyarakat," ujar Saleh Daulay. Pernyataan ini menegaskan kebutuhan agar perusahaan tambang tidak hanya mengejar keuntungan ekonomi, tetapi juga harus bertanggung jawab menjaga kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat sekitar.

Evaluasi Menyeluruh Izin Tambang: Kunci Kelestarian Raja Ampat

Raja Ampat selama ini dikenal sebagai kawasan dengan keanekaragaman hayati laut yang sangat kaya, sering disebut sebagai “Amazon of the Oceans.” Keindahan dan kelestarian ekosistem laut di sana menjadi daya tarik utama bagi pariwisata dan penelitian ilmiah. Namun, maraknya aktivitas penambangan nikel di beberapa pulau di Raja Ampat telah menimbulkan kekhawatiran serius terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan.

Saleh Partaonan Daulay menambahkan, “Jangan sampai, perusahaannya dapat untung, lingkungan dan masyarakat di sekitarnya rusak. Alam dan lingkungan harus dijaga untuk masa depan anak-anak Papua.” Kalimat ini mempertegas pentingnya keberlanjutan lingkungan yang menjadi tanggung jawab bersama, terutama untuk generasi mendatang.

Kerusakan Lingkungan Akibat Tambang Nikel

Aktivitas penambangan nikel yang berlangsung di Raja Ampat telah terbukti menyebabkan kerusakan lingkungan yang cukup parah. Deforestasi dan pengerukan tanah untuk mendapatkan bijih nikel menyebabkan rusaknya habitat hutan dan laut. Lumpur hasil tambang yang mengalir ke laut turut memicu sedimentasi yang menutup terumbu karang—tempat berlindung berbagai spesies laut penting.

Penutupan terumbu karang ini berdampak langsung pada ekosistem laut dan keanekaragaman hayati yang hidup di sana, termasuk ikan, penyu, dan biota laut lainnya yang menjadi sumber penghidupan masyarakat lokal. Kerusakan ini bukan hanya merusak ekosistem, tetapi juga mengancam sektor pariwisata yang menjadi salah satu pilar ekonomi utama di wilayah ini.

Dampak Sosial dan Ekonomi bagi Masyarakat Lokal

Selain dampak lingkungan, masyarakat adat di Raja Ampat juga merasakan langsung konsekuensi negatif dari aktivitas tambang nikel. Banyak warga yang mengandalkan hasil laut dan ekowisata sebagai sumber mata pencaharian, kini menghadapi ketidakpastian ekonomi karena kerusakan lingkungan.

Ketua Komisi VII DPR menekankan pentingnya perusahaan tambang menerapkan skema ketahanan lingkungan, yakni sistem yang dapat meminimalkan dampak negatif terhadap alam dan masyarakat sekitar. “Mereka harus bertanggung jawab bukan hanya soal produksi dan keuntungan, tapi juga bagaimana dampaknya terhadap ekosistem dan kehidupan sosial,” tegasnya.

Tanggung Jawab Pemerintah dan Harapan Masyarakat

Desakan agar pemerintah mencabut izin perusahaan tambang yang merusak lingkungan merupakan refleksi keprihatinan masyarakat luas dan kalangan legislatif atas masa depan Raja Ampat. Komisi VII DPR, yang membidangi energi dan sumber daya mineral, mengingatkan pentingnya pengawasan ketat dan evaluasi berkala terhadap izin operasi pertambangan.

Saleh Partaonan Daulay mengingatkan, “Kelestarian kekayaan alam Raja Ampat adalah tanggung jawab kita bersama. Pemerintah harus hadir menjadi pelindung masyarakat dan lingkungan, bukan hanya fasilitator kegiatan ekonomi yang merusak.”

Upaya Perlindungan Berkelanjutan untuk Raja Ampat

Raja Ampat merupakan kawasan strategis yang memiliki nilai ekologis dan ekonomi tinggi, sehingga upaya perlindungan harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Selain tindakan mencabut izin, diperlukan langkah-langkah restorasi lingkungan dan pemulihan ekosistem laut dan hutan yang terdampak tambang.

Pendekatan pemberdayaan masyarakat adat juga menjadi kunci agar mereka tetap menjadi pelaku utama dalam pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Skema kemitraan yang melibatkan masyarakat lokal dapat membantu menjaga kelestarian sekaligus meningkatkan kesejahteraan warga sekitar.

Isu penambangan nikel di Raja Ampat menjadi ujian besar bagi komitmen pemerintah dalam menjaga lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarakat adat. Tegasnya desakan Ketua Komisi VII DPR, Saleh Partaonan Daulay, untuk mencabut izin perusahaan tambang yang merusak lingkungan harus menjadi perhatian serius.

“Perusahaan harus membuat skema ketahanan lingkungan sehingga tidak mengganggu masyarakat,” pesan Saleh, menegaskan bahwa keuntungan ekonomi tidak boleh mengorbankan kelestarian alam dan masa depan generasi mendatang. Perlindungan Raja Ampat bukan hanya soal mempertahankan keindahan alam, tetapi juga menjaga hak hidup dan keberlanjutan masyarakat yang bergantung pada sumber daya tersebut.

Upaya konkret pemerintah, termasuk evaluasi izin tambang dan perlindungan ketat terhadap ekosistem, merupakan kunci memastikan bahwa Raja Ampat tetap lestari dan menjadi warisan berharga bagi Indonesia dan dunia.

Terkini