JAKARTA - Di tengah persiapan menuju tahun politik berikutnya, DPR RI menaruh perhatian serius pada aspek akuntabilitas anggaran lembaga penyelenggara pemilu. Komisi II DPR RI menggelar rapat bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dengan fokus utama membahas rencana kerja dan pagu indikatif anggaran untuk tahun 2026. Namun, sebelum pembahasan anggaran mendatang dilakukan secara mendalam, DPR terlebih dahulu meminta laporan pertanggungjawaban keuangan dari kedua lembaga untuk tahun anggaran 2024 sebagai dasar evaluasi.
Dalam forum tersebut, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin, menegaskan bahwa peninjauan terhadap penggunaan anggaran tahun-tahun sebelumnya penting dilakukan untuk memastikan tidak terulangnya permasalahan serupa dan agar penyusunan rencana kerja ke depan bisa lebih terukur.
“Sebelum melangkah ke rencana kerja 2026, kami ingin mencermati laporan keuangan KPU dan Bawaslu tahun anggaran 2024. Ini penting sebagai bagian dari fungsi pengawasan kami terhadap anggaran negara,” ujar Zulfikar saat membuka rapat.
Fokus Rapat: Evaluasi, Akuntabilitas, dan Perencanaan yang Lebih Efisien
Rapat kerja yang berlangsung di kompleks parlemen Senayan ini menjadi ruang diskusi yang mencerminkan tanggung jawab kolektif antara legislatif dan penyelenggara pemilu dalam memastikan bahwa setiap rupiah anggaran negara digunakan secara efektif dan tepat sasaran.
Para anggota Komisi II menyampaikan bahwa evaluasi terhadap realisasi anggaran KPU dan Bawaslu 2024 akan memberikan gambaran tentang efektivitas penggunaan dana dalam pelaksanaan Pemilu 2024 lalu. Beberapa aspek yang menjadi sorotan antara lain transparansi pengadaan logistik, efisiensi distribusi perlengkapan pemilu, serta penanganan pelanggaran dan sengketa pemilu yang dikelola Bawaslu.
“Kami ingin melihat bukan hanya seberapa besar anggaran yang terserap, tetapi juga bagaimana efektivitas dari penggunaan anggaran tersebut dalam mendukung penyelenggaraan pemilu yang jujur, adil, dan demokratis,” tambah Zulfikar.
Kesiapan Menuju 2026: Perencanaan yang Harus Lebih Matang
Dalam forum itu, KPU dan Bawaslu juga menyampaikan draft awal rencana kerja mereka untuk tahun anggaran 2026. Pagu indikatif yang diajukan masih dalam proses diskusi internal dan belum difinalisasi. Meski demikian, beberapa fokus yang dibahas mencakup:
Peningkatan kapasitas SDM penyelenggara pemilu di tingkat daerah
Modernisasi sistem teknologi informasi pemilu
Penguatan infrastruktur pengawasan di daerah terpencil dan rawan pelanggaran
Program pendidikan pemilih berkelanjutan pasca-pemilu
Anggota DPR dari Komisi II menanggapi usulan tersebut dengan antusias namun juga memberikan catatan kritis. Mereka meminta KPU dan Bawaslu tidak hanya menyusun rencana yang ambisius, tetapi juga realistis dan berdasarkan pengalaman lapangan pada pemilu sebelumnya.
“Sering kali kita melihat perencanaan program yang bagus di atas kertas, tapi lemah dalam implementasi. Karena itu, kami mendorong agar pengalaman 2024 dijadikan tolok ukur dalam menyusun kegiatan di 2026,” kata salah satu anggota Komisi II dari fraksi pemerintah.
Pentingnya Sinergi Antarlembaga
Rapat ini juga menyoroti perlunya koordinasi lebih intensif antara KPU dan Bawaslu, termasuk dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, dan instansi lain yang berperan dalam proses pemilu. Komisi II menegaskan bahwa perencanaan anggaran pemilu tidak boleh dilakukan secara terpisah-pisah, melainkan harus bersifat kolaboratif.
Sinergi yang kuat dinilai dapat menghindari pemborosan anggaran, tumpang tindih program, dan memastikan pelaksanaan tahapan pemilu berjalan tanpa gangguan administratif maupun teknis.
Transparansi sebagai Kunci Kepercayaan Publik
Komisi II menekankan bahwa salah satu kunci penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap proses demokrasi adalah keterbukaan dalam penggunaan anggaran. Oleh karena itu, baik KPU maupun Bawaslu diminta untuk menyampaikan laporan keuangan mereka secara terbuka dan komprehensif.
“Rakyat berhak tahu bagaimana anggaran pemilu digunakan. Sebagai penyelenggara, KPU dan Bawaslu harus menunjukkan komitmen terhadap transparansi dan akuntabilitas,” ungkap Zulfikar.
Ia juga menambahkan bahwa DPR tidak akan segan-segan meminta klarifikasi lebih lanjut jika ditemukan kejanggalan atau ketidaksesuaian dalam laporan anggaran tersebut.
Tantangan Pemilu ke Depan
Dalam rapat tersebut, sejumlah tantangan yang dihadapi oleh KPU dan Bawaslu juga diangkat. KPU menyampaikan perlunya anggaran untuk pengembangan teknologi informasi dan perlindungan siber, mengingat ancaman peretasan sistem informasi menjadi isu global yang juga berdampak pada pelaksanaan pemilu di Indonesia.
Sementara itu, Bawaslu menyoroti kebutuhan akan penguatan SDM pengawasan dan perlunya pendidikan politik yang intensif, khususnya di wilayah-wilayah dengan kerentanan tinggi terhadap politik uang dan intimidasi.
Kedua lembaga berharap, dengan dukungan anggaran yang memadai dan perencanaan yang matang, tantangan-tantangan tersebut dapat diantisipasi sejak awal.
Arah Kebijakan Anggaran 2026
Rapat ini menjadi bagian dari siklus penyusunan Rencana Kerja Pemerintah dan Kebijakan Umum APBN tahun 2026. Komisi II menegaskan akan terus mengawal agar alokasi anggaran bagi penyelenggaraan pemilu tidak hanya cukup dari sisi nominal, tetapi juga tepat sasaran dan berbasis kinerja.
Para anggota dewan berharap, hasil evaluasi keuangan tahun 2024 bisa menjadi dasar yang objektif dan konstruktif bagi KPU dan Bawaslu dalam memperbaiki kelemahan dan menyusun langkah strategis untuk menghadapi siklus pemilu berikutnya.
Komitmen Bersama Menjaga Demokrasi
KPU dan Bawaslu menyatakan siap menyampaikan laporan keuangan mereka dalam waktu dekat, serta berkomitmen untuk menyusun rencana kerja 2026 yang lebih responsif, efisien, dan partisipatif.
Rapat ini menandai fase awal proses pembahasan anggaran pemilu yang panjang, namun menjadi sangat penting dalam memastikan bahwa penyelenggaraan demokrasi di Indonesia dapat terus berjalan secara bermartabat dan berintegritas.