JAKARTA - Nama Dewi Yull mungkin masih lekat di benak publik sebagai penyanyi legendaris yang mengukir prestasi sejak dekade 1980-an. Namun, jauh dari sorotan kamera dan hiruk-pikuk dunia hiburan, ia kini menapaki jalan hidup yang lebih sunyi tapi penuh makna. Tak banyak yang tahu, Dewi Yull telah menjalani peran sebagai pembicara dan pejuang inklusi disabilitas secara konsisten selama bertahun-tahun.
Dewi Yull tak lagi sibuk dengan jadwal panggung musik, melainkan mengabdikan waktunya untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya memahami dan merangkul keberagaman, khususnya dalam ranah keluarga dan parenting. Dalam berbagai kesempatan, ia hadir sebagai narasumber di acara lembaga pemerintahan, majelis taklim, hingga komunitas keagamaan seperti BKMT.
“Jadi kadang yang ngundangnya ada lembaga, Pemda Kabupaten, kadang juga BKMT, Majelis Taklim. Aku bicarakan bukan sebagai ustazah, tapi sebagai pembicara, sharing parenting, sharing pengalaman,” ungkapnya.
Apa yang dibagikan Dewi Yull bukanlah sekadar teori atau retorika. Ia membuka ruang cerita tentang kehidupannya sebagai ibu dari empat anak, dua di antaranya adalah penyandang disabilitas tuli. Pengalamannya membesarkan mereka memberikan perspektif nyata tentang perjuangan, penerimaan, dan cinta tanpa syarat.
"Cerita, kisah, bagaimana pengalaman membesarkan anak-anakku yang tuli maupun yang dengar. Juga bagaimana hubunganku dengan mantuku," tutur Dewi Yull.
Selama ini, kegiatan inspiratif yang dijalani Dewi Yull tak banyak diketahui publik. Ia bahkan menyebut bahwa peran barunya sebagai pembicara dan pendamping keluarga sudah berlangsung cukup lama, meski tidak mendapatkan eksposur yang sama seperti karier musiknya.
“Sebetulnya udah bertahun-tahun lalu kerjaanku memang jadi pembicara di lembaga-lembaga pemerintahan. Cuma kan tidak terekspos. Orang ingatnya kan cuma debutnya penyanyi, tapi belakangan sebetulnya sering bicara untuk hari ibu, sambil nyanyi, sambil berbagi kisah, berbagi cerita pengalaman,” tambahnya.
Keberadaan Dewi Yull dalam ruang-ruang edukasi sosial ini menjadi simbol bahwa popularitas bukan satu-satunya alat untuk membawa perubahan. Ia memilih jalur yang lebih personal dan membumi, menjangkau para orang tua yang sering kali bergulat dalam sunyi ketika berhadapan dengan kenyataan bahwa anak mereka berbeda.
Menurut Dewi Yull, perubahan paradigma tentang anak disabilitas mulai menunjukkan tanda-tanda positif. Semakin banyak orang tua yang kini lebih terbuka untuk belajar, menerima, dan memperjuangkan pendidikan bagi anak-anak mereka.
“Karena kan hari-hari belakangan ini aku mulai melihat ada perkembangan yang bagus. Para orang tua yang punya anak-anak disabilitas itu udah mulai mau mengakui, tidak malu, mau mulai mencari tahu bagaimana anak-anak itu bisa disekolahkan dengan baik,” ujar Dewi, sambil menyinggung tentang pencapaian putranya, Surya Sahetapy, yang berhasil menempuh pendidikan tinggi meskipun menyandang ketulian.
Surya, putra Dewi Yull, selama ini memang dikenal sebagai aktivis tuli yang getol menyuarakan hak-hak penyandang disabilitas di berbagai forum nasional maupun internasional. Keberhasilannya menjadi inspirasi bukan hanya bagi komunitas tuli, tetapi juga untuk banyak keluarga yang awalnya merasa tidak yakin dengan masa depan anak-anak mereka yang memiliki kebutuhan khusus.
Dari pengalaman pribadinya, Dewi Yull membuktikan bahwa peran seorang ibu bukan hanya sebagai pengasuh, tetapi juga sebagai pendidik, pelindung, dan penggerak. Ia tidak hanya membesarkan anak-anaknya dengan kasih sayang, tetapi juga membangun narasi bahwa keterbatasan bukanlah hambatan untuk mencapai mimpi.
Kehidupan keluarga pun menjadi aspek penting lain yang tak luput dari perhatian Dewi Yull. Dalam kesibukan masing-masing, ia tetap menjaga keharmonisan dengan anak dan menantu, meskipun intensitas pertemuan tidak setiap hari.
“Ya bahagialah, artinya kan saya sibuk, mantu anak sibuk punya kegiatan masing-masing. Jadi kalau ketemu tuh quality time-nya dijaga banget karena tidak setiap hari kita bisa lupa aja,” katanya.
Kisah Dewi Yull menjadi refleksi penting bahwa keberhasilan bukan hanya dinilai dari seberapa sering seseorang tampil di media atau panggung besar. Ada nilai-nilai luhur yang justru tumbuh di balik panggung, di ruang-ruang kecil tempat dialog dan empati dibangun.
Dengan memilih jalur yang lebih tenang namun berdampak, Dewi Yull telah menegaskan posisinya bukan hanya sebagai legenda musik, tetapi juga sebagai tokoh yang memberi ruang bagi banyak orang tua untuk belajar, menerima, dan tumbuh bersama anak-anak mereka—apa pun kondisinya.