JAKARTA - Langkah strategis dilakukan oleh PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG), perusahaan tambang batu bara ternama di Indonesia, dengan mengakuisisi 9,62% saham PT Adhi Kartiko Pratama Tbk. (NICE). Masuknya ITMG ke jajaran pemegang saham NICE memperlihatkan arah transformasi bisnis ITMG yang tengah memperluas portofolio di sektor tambang berkelanjutan, khususnya logam yang mendukung pengembangan energi hijau seperti nikel.
Kepemilikan ITMG dalam saham NICE tercatat dalam laporan total kepemilikan investor di atas 5% yang dirilis oleh Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Berdasarkan laporan itu, ITMG telah mengakumulasi 585 juta lembar saham NICE atau setara dengan 9,62% dari total saham yang beredar.
Langkah tersebut sekaligus menjadikan ITMG sebagai salah satu investor institusional utama di NICE, bergabung dengan nama besar lain seperti PT Energy Battery Indonesia yang menggenggam 69,57% saham dan Sungai Mas Minerals dengan 10,43% saham.
Seperti diketahui, NICE merupakan perusahaan terbuka yang fokus pada kegiatan pertambangan bijih nikel. Operasional utama NICE berpusat di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, tepatnya di Desa Lameruru, Kecamatan Langgikima. Perusahaan ini mengelola wilayah konsesi nikel seluas 1.975 hektare, dan menggarap potensi besar nikel laterit sebagai bahan baku penting dalam produksi baterai kendaraan listrik (EV).
Langkah ITMG dalam mengakuisisi saham NICE bukan tanpa alasan. Di tengah meningkatnya permintaan global terhadap logam baterai, nikel menjadi komoditas strategis yang semakin dicari, baik oleh produsen baterai maupun pelaku industri energi terbarukan. Akuisisi ini dinilai sebagai bagian dari strategi ITMG dalam mendiversifikasi bisnisnya dari batu bara menuju sektor energi yang lebih ramah lingkungan.
"Sejalan dengan arah transformasinya untuk menjadi perusahaan energi yang lebih hijau, ITMG terus mengembangkan portofolio bisnisnya pada sektor energi terbarukan dan melakukan inovasi untuk menciptakan operasional bisnis yang lebih bertanggung jawab," demikian keterangan perusahaan.
Transformasi ini juga tercermin dari kinerja keuangan perusahaan yang tetap kokoh di tengah perubahan arah strategi. Hingga akhir kuartal pertama tahun berjalan, ITMG membukukan peningkatan total aset sebesar 2% secara year-to-date. Posisi kas juga tetap kuat dengan saldo mencapai US$1 miliar, memberikan ruang manuver yang luas bagi perusahaan untuk berinvestasi dalam sektor-sektor strategis seperti nikel.
Sementara itu, masuknya ITMG ke dalam daftar pemegang saham NICE turut memberi sentimen positif di pasar modal. Saham NICE melonjak signifikan dalam perdagangan terakhir. Mengacu pada data Bloomberg hingga pukul 10.30 WIB, saham NICE tercatat naik 24,86% ke level Rp462 per saham. Lonjakan ini menandai level tertinggi sepanjang tahun berjalan, sekaligus mencerminkan kenaikan 29,77% year-to-date dari harga Rp356 per saham pada akhir tahun lalu.
Peningkatan harga saham ini menunjukkan kepercayaan investor terhadap prospek jangka panjang NICE, terutama setelah hadirnya ITMG sebagai pemegang saham strategis. Pasar menilai akuisisi ini tidak hanya memperkuat posisi keuangan NICE, tetapi juga membuka peluang sinergi baru antara pemain besar batu bara dengan pelaku pertambangan nikel.
Sebagai perusahaan yang telah lama berkecimpung di sektor energi dan pertambangan, ITMG memiliki pengalaman dan jaringan luas yang dapat mempercepat pengembangan bisnis NICE, termasuk potensi integrasi dalam rantai pasok logistik dan akses ke pasar ekspor.
Kehadiran ITMG di NICE juga menandakan adanya sinyal kuat dari korporasi besar bahwa masa depan industri tambang tidak hanya bertumpu pada batu bara, tetapi juga pada mineral strategis yang menjadi fondasi energi bersih dunia. Transformasi ini sejalan dengan arah kebijakan energi nasional maupun global, yang terus mendorong dekarbonisasi dan elektrifikasi sektor transportasi.
Sebagai informasi, NICE sendiri baru tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada awal tahun sebelumnya dan berhasil menghimpun dana sebesar Rp532,78 miliar dari penawaran umum perdana saham (IPO). Dana tersebut digunakan untuk mendukung kegiatan eksplorasi dan pengembangan infrastruktur tambang mereka di Konawe Utara.
Langkah ITMG mengakuisisi hampir 10% saham NICE juga menandai kecenderungan industri tambang Indonesia yang kian terbuka terhadap kolaborasi dan penguatan modal lintas subsektor. Mengingat permintaan akan mineral kritis seperti nikel, kobalt, dan litium yang terus melonjak seiring pesatnya industri kendaraan listrik dunia, investasi semacam ini menjadi sangat strategis.
Di sisi lain, konsumen global—terutama dari kawasan Eropa, Amerika, dan Asia Timur—menuntut rantai pasok bahan baku baterai yang lebih hijau dan terverifikasi. Dengan kehadiran ITMG yang memiliki reputasi internasional, NICE berpotensi mempercepat proses sertifikasi keberlanjutan, yang krusial untuk masuk ke pasar premium dunia.
Secara keseluruhan, langkah ITMG ini mencerminkan arah baru korporasi tambang besar dalam beradaptasi terhadap tuntutan zaman. Transformasi dari batu bara menuju logam hijau seperti nikel menjadi lebih dari sekadar pilihan bisnis—melainkan kebutuhan strategis untuk bertahan dan bersaing di masa depan.