Terasi: Lebih dari Sekadar Bumbu, Jejak Budaya dan Kuliner Asia Tenggara

Rabu, 09 Juli 2025 | 14:32:54 WIB
Terasi: Lebih dari Sekadar Bumbu, Jejak Budaya dan Kuliner Asia Tenggara

JAKARTA - Terasi bukan sekadar bumbu dapur biasa. Di berbagai negara Asia Tenggara, terasi telah menjadi bagian penting dalam tradisi kuliner sekaligus komoditas yang bernilai ekspor. Masing-masing wilayah memiliki warna, konsistensi, dan nama khas untuk bumbu fermentasi ini, menunjukkan kekayaan budaya dan variasi rasa yang berakar sejak ratusan tahun lalu.

Di Indonesia, terasi identik sebagai pasta fermentasi dari ikan atau udang yang digunakan sebagai penyedap utama dalam berbagai masakan tradisional. Namun, sebutan dan bentuknya berbeda di negara lain: dalam bahasa Kanton disebut “ham ha”, Vietnam mengenalnya sebagai “mắm tôm”, Filipina punya “bagoong”, sedangkan di Thailand disebut “kapi”. Masing-masing memiliki keunikan dan fungsi khusus dalam masakan lokalnya.

Terasi dalam Ragam Kuliner Asia Tenggara

Di Thailand, misalnya, kapi adalah bahan penting yang bisa digunakan dalam kari, saus, bahkan sambal. Hanya dengan sedikit kapi, rasa hidangan dapat meningkat menjadi kaya dan autentik. Fungsi terasi dalam memasak juga beragam, mulai dari bumbu dasar nasi goreng hingga pelengkap sajian mi.

Seperti pasta ikan atau udang fermentasi lainnya, terasi memberikan cita rasa asin dengan aroma khas fermentasi yang memperkaya “umami” dalam masakan. Meskipun tren kuliner Barat cenderung bergeser, masyarakat Asia Tenggara diyakini akan terus mempertahankan tradisi penggunaan terasi, sebagaimana yang telah berlangsung selama ratusan tahun.

Sejarah Panjang Terasi: Dari Abad ke-8 Hingga Kini

Terasi telah ada sejak abad ke-8, berakar dari tradisi di Thailand selatan, wilayah penghasil udang. Proses tradisional melibatkan pencampuran udang dengan garam lalu dijemur di atas tikar bambu di bawah sinar matahari hingga difermentasi dan berubah menjadi terasi yang siap digunakan.

Setelah proses pengeringan, terasi dapat bertahan berbulan-bulan, bahkan ada yang dibentuk menjadi balok kering agar mudah dijual dan disimpan. Walaupun kini terasi mudah ditemukan di pasar dengan harga terjangkau, membuatnya secara tradisional di rumah masih memerlukan waktu dan tenaga ekstra.

Terasi di Indonesia: Warisan Budaya dan Rasa

Di Indonesia, terasi terbuat dari fermentasi ikan asin kecil atau udang rebon selama beberapa minggu, menghasilkan aroma khas yang kuat dan rasa yang melekat di lidah. Kandungan lemak, karbohidrat, serta mikroba yang tumbuh selama fermentasi sangat mempengaruhi karakter aroma dan rasa terasi.

Menurut sejarah lokal, terasi diciptakan oleh Pangeran Walangsungsang, pendiri Kota Cirebon. Terasi pun menjadi simbol upeti dari wilayah Cirebon kepada Kerajaan Sunda Galuh. Nama terasi sendiri berasal dari kata “terasih” yang berarti sangat disukai, menunjukan betapa bumbu ini dicintai sejak dulu.

Di berbagai daerah Indonesia, terasi memiliki variasi tersendiri. Di Lombok Timur, misalnya, ada tiga jenis terasi: lengkare (terasi udang rebon berwarna kemerahan), jerowaru (terasi udang rebon dengan warna gelap), dan beroq (campuran udang dan ikan dengan aroma lebih tajam). Variasi ini memperkaya khazanah rasa kuliner Indonesia dan memperlihatkan bagaimana tradisi lokal turut menjaga keberagaman terasi.

Keamanan dan Penyimpanan Terasi

Meski aromanya yang kuat terkadang menimbulkan kekhawatiran, beberapa penelitian menyatakan bahwa terasi aman dikonsumsi asalkan disimpan dengan baik dan kondisi fermentasi optimal. Riset juga menunjukkan bahwa bakteri patogen seperti Vibrio parahaemolyticus dan Staphylococcus aureus yang sempat diduga hadir dalam terasi tidak ditemukan secara signifikan.

Disarankan agar terasi sebelum dikonsumsi dapat dimasak terlebih dahulu—digoreng, direbus, atau dibakar—sebagai langkah kehati-hatian. Umur simpan terasi berbeda-beda, tapi umumnya dapat bertahan hingga satu tahun pada suhu ruang. Di wilayah lain, seperti Malaysia, belacan (varian terasi) memiliki umur simpan sekitar enam bulan.

Aroma khas terasi menjadi salah satu indikator kualitasnya. Terasi yang baik harus memiliki aroma fermentasi yang kuat dan tidak berbau busuk.

Terasi bukan hanya bumbu, melainkan juga warisan budaya yang menghubungkan rasa dan tradisi masyarakat Asia Tenggara selama berabad-abad. Dari dapur hingga meja makan, keberadaan terasi memperkaya kekayaan kuliner dan menjadi saksi sejarah panjang interaksi manusia dengan alam dan budaya lokal.

Terkini

BYD Kuasai Pasar Global, Indonesia Masuk Daftar

Senin, 04 Agustus 2025 | 15:52:32 WIB

XL Perkuat Ekosistem Digital Lewat Bundling OPPO Reno14

Senin, 04 Agustus 2025 | 15:57:41 WIB

Harga iPhone Turun Jelang iPhone 17

Senin, 04 Agustus 2025 | 16:03:26 WIB