JAKARTA - Ilia Topuria, petarung UFC yang tengah naik daun, kembali menjadi sorotan setelah ia membongkar adanya kesepakatan pribadi dengan UFC terkait rencana kepindahannya ke divisi welter. Meski performanya mengesankan di kelas ringan dan keinginannya untuk menjajal pertarungan dengan para petarung kelas atas semakin kuat, Topuria memilih untuk tetap bertahan sesuai permintaan organisasi yang membesarkan namanya.
Sebagai mantan penguasa kelas bulu, langkah Topuria menuju divisi ringan sempat menuai pro dan kontra. Namun, keputusan tersebut terbayar lunas saat ia tampil gemilang di laga perebutan sabuk juara kelas ringan UFC melawan Charles Oliveira dalam gelaran UFC 317. Melalui pertarungan yang dramatis, Topuria berhasil menumbangkan Oliveira dengan pukulan telak yang membuat lawannya terkapar di atas oktagon.
Kemenangan itu menjadikan dirinya sebagai raja baru di divisi ringan, mengukuhkan posisinya sebagai salah satu petarung elit UFC. Namun, euforia kemenangan tidak membuat Topuria berhenti. Ia bahkan sempat mengisyaratkan keinginannya untuk menjajal tantangan baru dengan naik ke divisi welter, di mana para petarung bertubuh lebih besar dan memiliki kekuatan berbeda.
Dalam pernyataan sebelumnya, Topuria mengaku penasaran untuk menghadapi Islam Makhachev, petarung tangguh yang masih aktif di divisi ringan namun juga disebut-sebut akan naik ke kelas welter. Keinginan ini menunjukkan ambisi Topuria untuk terus menguji kemampuannya di berbagai level kompetisi.
Namun, keinginan tersebut harus ditunda sementara. Dalam wawancara terbarunya bersama program About Last Fight, Topuria mengungkap bahwa UFC secara eksplisit memintanya untuk tidak buru-buru berpindah kelas usai meraih gelar juara. Ia pun diminta membuat komitmen untuk tetap berada di divisi ringan demi stabilitas kompetisi.
"Saya berpikir tentang (naik kelas)," ujar Topuria dalam wawancara tersebut. "Namun, dalam percakapan terakhir yang saya lakukan dengan UFC, mereka secara pribadi meminta saya untuk tidak mengatakan setelah pertarungan bahwa saya ingin pindah ke divisi welterweight."
Ucapan tersebut mencerminkan betapa UFC ingin menjaga kesinambungan dan kualitas persaingan di setiap divisi. Topuria, sebagai salah satu aset berharga di kelas ringan, tampaknya dianggap terlalu penting untuk dibiarkan hengkang begitu saja ke kelas yang lebih tinggi, apalagi setelah berhasil menghidupkan kembali gairah di kategori tersebut.
Menanggapi permintaan tersebut, Topuria menunjukkan sikap profesional. Ia menerima permintaan UFC dan menyatakan kesiapannya untuk tetap bertahan sementara waktu. "Buatlah kami sebuah janji. Saya seperti ‘janji’. Saya (menyilangkan jari). Saya berjanji," ungkapnya sambil tersenyum.
Dengan komitmen tersebut, pertarungan potensial antara Topuria dan Islam Makhachev di kelas welter pun harus ditunda. Padahal, duel ini banyak dinantikan oleh para penggemar UFC karena keduanya merupakan petarung teknikal dengan gaya bertarung yang atraktif.
Sementara Topuria kini menjadi penguasa baru di divisi ringan, Makhachev sendiri masih berada dalam fase penantian untuk melakukan debutnya di kelas welter. Nama Jack Della Maddalena sempat dikaitkan sebagai calon lawan Makhachev di kelas baru tersebut, namun hingga kini belum ada kepastian tentang duel tersebut akan benar-benar terwujud.
Topuria yang sudah pernah merajai dua divisi berbeda secara berturut-turut menjadi simbol dari generasi baru UFC. Ia dikenal tak hanya karena kemampuan fisiknya yang luar biasa, tetapi juga karena kecerdasannya dalam membaca permainan. Hal ini menjadikannya salah satu petarung yang paling berbahaya saat ini.
Kesuksesan Topuria menumbangkan Oliveira dalam perebutan sabuk juara mempertegas kualitasnya sebagai petarung yang mampu tampil konsisten dan membawa dampak besar bagi wajah UFC. Namun, apa yang ia lakukan setelah kemenangan itu justru lebih penting — memilih untuk menunda ambisi pribadi demi menjaga keseimbangan kompetisi dan mendengar aspirasi dari pihak promotor.
Hal ini mencerminkan adanya hubungan yang sehat antara petarung dan organisasi. UFC tidak hanya membentuk petarung yang kuat secara fisik, tetapi juga petarung yang memahami pentingnya strategi jangka panjang, termasuk bagaimana menjaga momentum, kualitas pertarungan, dan antusiasme penonton.
Sikap profesional seperti ini bisa menjadi teladan bagi petarung lain, terutama mereka yang baru mulai menapaki jenjang karier di dunia seni bela diri campuran. Memiliki ambisi memang penting, tetapi mengetahui kapan waktu yang tepat untuk melangkah lebih jauh juga tak kalah krusial.
Kini, perhatian publik tertuju pada langkah berikutnya dari Topuria di divisi ringan. Banyak spekulasi tentang siapa yang akan menjadi lawan berikutnya. Namun satu hal yang pasti, keberadaannya di divisi ini masih sangat dibutuhkan dan akan terus menjadi daya tarik tersendiri bagi penggemar UFC di seluruh dunia.
Meski hasrat untuk naik ke kelas welter belum padam, untuk sementara Topuria tetap akan beraksi di jalur yang telah mengantarkannya menjadi bintang baru UFC. Siapa tahu, dalam waktu dekat, pertarungan impian antara Ilia Topuria dan Islam Makhachev bisa benar-benar terjadi — saat keduanya siap, dan saat waktunya benar-benar tepat.