OJK Soroti Tantangan Penyehatan Reasuransi: NasRe Butuh Suntikan Modal

Kamis, 10 Juli 2025 | 13:11:18 WIB
OJK Soroti Tantangan Penyehatan Reasuransi: NasRe Butuh Suntikan Modal

JAKARTA - Di tengah upaya bersih-bersih sektor asuransi nasional, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil langkah tegas dengan menempatkan enam perusahaan asuransi dan reasuransi dalam pengawasan khusus. Langkah ini menjadi sinyal bahwa kondisi sejumlah pelaku industri keuangan non-bank masih jauh dari ideal, bahkan berisiko membebani stabilitas sistem keuangan nasional apabila tidak segera ditangani.

Kondisi genting ini mendorong OJK untuk semakin aktif dalam mendorong restrukturisasi dan penyehatan perusahaan-perusahaan yang dianggap bermasalah. Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menyatakan bahwa otoritas terus mengupayakan penyelesaian persoalan yang dihadapi lembaga jasa keuangan, terutama perusahaan asuransi yang menghadapi tekanan serius.

Salah satu perusahaan yang turut menjadi perhatian publik adalah Nasional Reasuransi Indonesia (NasRe). Perusahaan pelat merah ini masuk dalam radar setelah diketahui mengalami minus ekuitas mencapai Rp2,84 triliun serta mencatat kerugian sebesar Rp1,4 triliun pada tahun sebelumnya. NasRe, yang berada di bawah kepemilikan Indonesia Financial Group (IFG) melalui Askrindo, menghadapi tantangan serius dalam menjaga keberlanjutan operasional.

Komisaris Utama NasRe, Toto Pranoto, mengonfirmasi bahwa perusahaan saat ini sedang menjalankan proses restrukturisasi secara bertahap. Penyehatan keuangan perusahaan menjadi bagian dari strategi besar yang diawasi langsung oleh OJK. Dalam proses tersebut, beberapa opsi telah dipertimbangkan, termasuk penambahan modal dari pemegang saham.

“Kami sedang proses restrukturisasi, sesuai rencana penyehatan yang diminta OJK. Ada beberapa opsi, termasuk penambahan modal. Kami berupaya soal ini, termasuk dengan IFG sebagai ultimate shareholders,” ujar Toto.

Kondisi keuangan NasRe yang memprihatinkan menempatkan Askrindo dalam posisi yang sulit. Sebagai pemilik hampir seluruh saham NasRe, Askrindo dituntut untuk memberikan suntikan modal agar ekuitas perusahaan tidak lagi negatif. Namun, hal ini bukan perkara mudah. Direktur Utama Askrindo, Fankar Umran, menyampaikan bahwa sekadar menutup minus ekuitas saja tidak cukup untuk mengembalikan daya saing NasRe.

“OJK sudah meminta supaya Askrindo berikan modal. Tapi suntikan modal berapa? Rp2 triliun saja tidak cukup. Karena itu hanya untuk menutup menjadi nol, hanya untuk tidak sakit, bukan buat untuk bertarung, kalau dipukul masih jatuh tidak punya tenaga,” tegas Fankar.

Fankar menjelaskan bahwa modal di Askrindo merupakan modal negara, sehingga penggunaannya harus melalui prosedur ketat dan persetujuan otoritas terkait. Tidak mungkin keputusan dilakukan secara sepihak.

“Sangat mustahil-lah kalau Askrindo sendiri yang menyelesaikan masalah itu. Modal yang ada di Askrindo ini kan modal negara dan kalau mau lempar ke situ harus lewat yang punya uang kan, nggak bisa Askrindo putuskan sendiri, sementara kami sendiri masih berbenah,” jelasnya.

Fankar juga menekankan bahwa bisnis reasuransi sesungguhnya memiliki potensi yang menjanjikan di Indonesia. Namun, masalah mendasar terletak pada lemahnya kondisi permodalan dan pencatatan kewajiban masa lalu yang belum optimal. Langkah konservatif yang diambil dalam membangun cadangan secara lebih akurat memengaruhi laporan keuangan NasRe.

“Sehingga kondisi sekarang dengan improvement yang sudah begitu bagus, bahkan kuartal satu 2025 sudah mencetak laba Rp200 miliar meskipun bisnisnya banyak dari IFG. Tapi persoalan utamanya adalah kekurangan modal. Karena untuk bisa hidup dan mendapatkan bisnis kan harus sehat, klien mau kasih bisnis pun meminta sehat dulu dong. Sementara kalau mau sehat harus injek modal,” papar Fankar.

Kasus NasRe mencerminkan tantangan struktural di sektor reasuransi nasional. Selain tekanan keuangan, perusahaan juga menghadapi tuntutan tata kelola dan akuntabilitas yang lebih ketat. Dalam situasi seperti ini, kolaborasi antara regulator, pemegang saham, dan pengelola perusahaan menjadi krusial. Langkah penyelamatan tidak cukup hanya dengan injeksi modal, tetapi juga harus dibarengi dengan pembenahan menyeluruh terhadap model bisnis, manajemen risiko, dan strategi pertumbuhan ke depan.

Sementara itu, OJK belum mengumumkan secara terbuka siapa saja perusahaan lain yang masuk dalam daftar pengawasan khusus. Namun, berdasarkan kajian dari Biro Riset Infobank, diketahui ada sejumlah perusahaan dengan kondisi ekuitas yang sudah negatif, bahkan beberapa belum transparan soal laporan keuangan.

Dengan jumlah pelaku industri asuransi yang cukup banyak, upaya pengawasan dan penyehatan menjadi pekerjaan besar bagi otoritas. Ini menuntut pendekatan sistematis, tidak hanya dalam konteks pengawasan individu perusahaan, tetapi juga menciptakan sistem early warning yang mampu mencegah krisis sejak dini.

Tantangan lain yang tidak kalah penting adalah bagaimana membangun kepercayaan kembali terhadap industri asuransi nasional. Kasus-kasus gagal bayar dan masalah keuangan seperti yang dialami NasRe bisa menjadi pukulan telak bagi citra sektor ini di mata masyarakat dan investor.

Perjalanan penyehatan NasRe menjadi salah satu cerminan betapa kompleks dan berharganya proses restrukturisasi di sektor jasa keuangan. Ketika modal negara terlibat, dan harapan publik besar terhadap kinerja BUMN, maka transparansi, integritas, serta kolaborasi lintas lembaga menjadi kunci sukses penyehatan jangka panjang.

Terkini

Tablet Samsung Murah Mulai Rp1 Jutaan

Senin, 21 Juli 2025 | 15:49:36 WIB

Xiaomi 15, Flagship Terjangkau 2025

Senin, 21 Juli 2025 | 15:52:52 WIB