JAKARTA - Di tengah gemuruh suara sorak pendukung perlombaan Pacu Jalur di Sungai Batang Kuantan, muncul sosok bocah berusia 11 tahun yang mencuri perhatian publik hingga ke tingkat nasional. Ia adalah Rayyan Arkan Dhika, atau akrab dikenal sebagai Dhika Aura Farming. Meski usianya masih belia, langkah dan geraknya yang penuh percaya diri di atas perahu kayuh sebagai penari haluan berhasil membawa warisan budaya Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, ke tingkat internasional.
Namun, yang membuat nama Dhika semakin melambung bukan hanya karena keterampilannya menari. Sebuah tren unik yang dikenal sebagai "Aura Farming" ekspresi tubuh dan tarian Dhika saat tampil di perahu menyebar luas di media sosial. Bahkan, sejumlah atlet kelas dunia seperti Achraf Hakimi, Neymar, dan Travis Kelce tertarik menirunya. Fenomena ini bukan hanya menjadi viral di dalam negeri, tetapi juga menjadi topik hangat di kalangan penggemar budaya dan olahraga luar negeri.
Tak pelak, perhatian terhadap Dhika pun datang dari berbagai pihak. Salah satunya adalah Menteri Kebudayaan Fadli Zon, yang secara langsung menyerahkan beasiswa sebesar Rp20 juta kepada Dhika dalam sebuah kunjungan budaya ke Riau. Beasiswa tersebut disampaikan dalam bentuk amplop dan disebut menteri sebagai “oleh-oleh” sekaligus dukungan untuk masa depan pendidikan Dhika.
- Baca Juga Tablet Samsung Murah Mulai Rp1 Jutaan
Dhika hadir dalam kesempatan tersebut bersama ibunya, Rani Ridawati. Ia tampil mengenakan pakaian khas Melayu Kuansing, lengkap dengan kacamata gradasi pelangi yang telah menjadi ciri khasnya. Penampilannya menguatkan citra Dhika sebagai simbol kebanggaan daerah yang mewakili tradisi lokal dalam balutan semangat modern.
Pada kesempatan yang sama, Dhika pun memperagakan langsung tarian “Anak Coki Pacu Jalur” di hadapan Menteri Fadli Zon. Tarian ini bukanlah gerakan biasa. Ia merupakan perpaduan dari kekayaan budaya lokal dan kemampuan artistik Dhika dalam mempertahankan keseimbangan di haluan perahu, bahkan saat perahu berpacu dengan kecepatan tinggi.
Sebagai Togak Luan sebutan untuk penari haluan Dhika memainkan peran penting dalam setiap perlombaan Pacu Jalur. Tidak hanya dituntut memiliki kelenturan tubuh, ia juga harus mampu membaca irama kayuhan dan menjaga koordinasi tim di atas air. Tugas yang berat untuk anak seusianya, namun Dhika menjalankannya dengan penuh semangat dan dedikasi.
Dalam pertemuan itu, turut hadir pula Bupati Kuantan Singingi, Suhardiman Amby, yang mengapresiasi bakat luar biasa Dhika. Ia bahkan mengundang Menteri Kebudayaan untuk hadir dalam Festival Pacu Jalur yang akan digelar di Kuansing. Ajang ini merupakan acara budaya tahunan yang telah menjadi identitas daerah serta menarik ribuan pengunjung dari berbagai wilayah Indonesia dan mancanegara.
Riwayat Dhika sebagai seniman muda dimulai dari lingkungan keluarga yang juga akrab dengan tradisi Pacu Jalur. Ayahnya, Jufriono, merupakan atlet dari tim Jalur Tuah Koghi Dubalang Ghajo tim yang juga menjadi tempat Dhika tampil sebagai penari haluan. Kehadiran Dhika dalam dunia perlombaan ini bukan tanpa latar belakang. Ia besar dalam nuansa budaya yang kental, dikelilingi semangat kompetisi serta kecintaan terhadap tradisi sungai.
Tak hanya piawai menari, Dhika juga dikenal sebagai anak yang aktif di lingkungan sekolahnya, SD Negeri 013 Pintu Gobang Kari di Kuantan Tengah. Saat ini, ia duduk di bangku kelas lima. Di sela-sela aktivitasnya, Dhika juga mengungkapkan impiannya kepada Fadli Zon: ia ingin menjadi polisi. Namun, menteri sempat berseloroh bahwa dalam beberapa kesempatan lain, Dhika juga pernah menyebut cita-citanya sebagai gubernur hingga tentara. Hal itu mencerminkan semangat Dhika yang besar dalam mengejar masa depan.
Kisah Dhika bukan hanya soal beasiswa atau tren viral di media sosial. Ia adalah potret generasi muda yang berhasil menjembatani antara tradisi dan kekinian. Ia menunjukkan bahwa budaya daerah bisa hidup berdampingan dengan perkembangan zaman, bahkan menjadi sumber inspirasi global.
Pemberian beasiswa dari pemerintah menjadi bukti nyata bahwa talenta budaya seperti Dhika perlu terus diberi ruang dan dukungan. Apalagi, dalam konteks pelestarian budaya daerah, keberadaan anak-anak seperti Dhika menjadi sangat vital untuk memastikan kesinambungan tradisi. Perannya sebagai ikon budaya anak di Riau telah memberi warna baru dalam dunia seni tradisional.
Lebih dari sekadar penari di atas perahu, Dhika adalah simbol perlawanan terhadap lunturnya identitas lokal. Lewat gerak tubuhnya yang lentur, ia membawa pesan bahwa budaya Indonesia kaya, hidup, dan relevan.
Di tengah tantangan modernisasi dan globalisasi, kehadiran sosok seperti Dhika memberi harapan bahwa akar budaya kita masih bisa tumbuh dan menyebar bahkan hingga ke mancanegara. Dan selama ada dukungan dari masyarakat dan pemerintah, talenta-talenta muda seperti Dhika akan terus berkembang dan membawa nama Indonesia ke panggung dunia.