JAKARTA - Pernahkah Anda bertanya-tanya, mengapa saat matahari terbit atau tenggelam warnanya tampak kuning, jingga, atau bahkan merah? Apakah itu warna asli dari Matahari? Atau hanya ilusi optik semata? Jawaban atas pertanyaan ini ternyata tidak sesederhana kelihatannya. Di balik penampakan cahaya keemasan itu, ada penjelasan ilmiah menarik yang melibatkan fisika cahaya dan atmosfer Bumi.
Sinar Matahari yang tampak dari Bumi ternyata mengalami proses penyebaran dan pembiasan yang kompleks. Ketika sinarnya menembus atmosfer, cahaya putih yang berasal dari Matahari berinteraksi dengan partikel udara dan molekul-molekul di langit. Hasilnya, panjang gelombang cahaya yang lebih pendek seperti biru dan ungu tersebar lebih kuat, sementara warna seperti kuning, jingga, hingga merah tetap mendominasi arah lurus sinar tersebut menuju mata manusia. Itulah mengapa, saat posisi Matahari rendah di cakrawala seperti pagi atau sore hari, kita lebih sering melihatnya dalam nuansa kuning atau jingga.
Namun, bagaimana sebenarnya warna asli dari Matahari? Dan apakah benar bahwa yang kita lihat dari Bumi adalah representasi yang akurat dari identitas warnanya?
- Baca Juga Tablet Samsung Murah Mulai Rp1 Jutaan
Matahari: Cahaya Putih yang Penuh Warna
Christopher Baird, seorang asisten profesor fisika di West Texas A&M University, Amerika Serikat, menjelaskan bahwa warna sebenarnya dari Matahari bukanlah kuning, merah, atau jingga seperti yang biasa kita lihat. Jika ingin mengetahui warna sejati dari sinar Matahari, menurut Baird, kita hanya perlu membuatnya melintasi prisma.
"Warna sebuah pancaran atau sinar bisa dengan mudah diidentifikasi dengan membuatnya melintasi sebuah prisma. Cara mudah, murah, dan bisa digenggam tangan itu membuat pancaran sinar cahaya tersebar ke dalam komponen warna murninya," ungkap Baird, seperti dikutip dari Live Science.
Lewat percobaan menggunakan prisma, sinar Matahari akan dipisahkan menjadi spektrum pelangi: merah, jingga, kuning, hijau, biru, indigo, dan ungu. Semua warna itu ada di dalam sinar Matahari, artinya ia bukan berwarna tunggal, tetapi gabungan dari seluruh warna yang bisa dilihat oleh mata manusia.
Warna dan Frekuensi: Dua Wajah dari Cahaya
Menurut Baird, warna dalam cahaya didefinisikan oleh frekuensinya. Setiap warna murni memiliki frekuensi gelombang yang unik. Misalnya, cahaya merah memiliki frekuensi paling rendah dalam spektrum yang terlihat, sedangkan ungu memiliki frekuensi paling tinggi. Karena itu pula, dalam ilmu fisika, istilah 'warna' dan 'frekuensi' kerap digunakan secara bergantian.
Sinar Matahari terdiri dari semua warna yang terlihat dengan jumlah yang hampir seimbang. Meski tidak persis sama dalam intensitas, variasinya sangat kecil sehingga tidak signifikan untuk menyebut bahwa Matahari didominasi oleh satu warna tertentu.
"Ketika kita melakukannya, kita menemukan secara kuantitatif bahwa semua warna yang terlihat, hadir di cahaya Matahari dan dalam jumlah yang kira-kira sama," lanjut Baird.
Karena kandungan spektrum warnanya lengkap dan relatif seimbang, maka cahaya Matahari yang sejati bisa dikategorikan sebagai putih.
"Komponen warna sinar Matahari begitu dekat untuk hadir dalam jumlah yang sama sehingga jauh lebih tepat untuk mengatakan bahwa Matahari berwarna putih ketimbang mengatakan bahwa ia berwarna kuning, jingga, atau warna tunggal murni lainnya," jelasnya lagi.
Mengapa Matahari Tidak Terlihat Putih?
Kalau begitu, mengapa kita tidak melihat Matahari sebagai putih saat memandangnya langsung dari Bumi?
Jawabannya ada pada atmosfer. Ketika sinar Matahari memasuki atmosfer Bumi, ia mengalami proses yang disebut hamburan Rayleigh. Hamburan ini menyebabkan warna dengan panjang gelombang pendek (seperti biru dan ungu) tersebar ke segala arah, itulah sebabnya langit tampak biru di siang hari.
Namun, saat Matahari berada di posisi rendah seperti waktu terbit dan terbenam sinar Matahari harus melewati lapisan atmosfer yang lebih tebal dan panjang. Dalam proses tersebut, sebagian besar cahaya biru dan ungu tersaring atau tersebar, dan hanya gelombang cahaya yang lebih panjang seperti merah, jingga, dan kuning yang sampai ke mata kita. Inilah alasan ilmiah mengapa Matahari terlihat kekuningan hingga kemerahan pada waktu-waktu tersebut.
Di luar atmosfer, seperti yang terlihat dari luar angkasa, Matahari tidak berwarna kuning atau jingga, melainkan putih cemerlang. Warna putih tersebut adalah hasil dari gabungan seluruh warna dalam spektrum cahaya tampak.
Mengukur Cahaya Matahari dengan Kamera
Selain menggunakan prisma, para ilmuwan juga dapat mengukur spektrum cahaya Matahari secara kuantitatif menggunakan kamera canggih. Kamera ini dapat menangkap kecerahan cahaya yang berbeda pada setiap panjang gelombang, lalu menyusunnya dalam bentuk grafik spektrum.
Melalui pendekatan ini, para ilmuwan bisa menentukan frekuensi mana yang paling dominan. Tapi, dalam kasus Matahari, tidak ada frekuensi tunggal yang jauh lebih cerah dibandingkan yang lain. Oleh karena itu, penilaian secara ilmiah tetap mengarah bahwa Matahari adalah cahaya putih alami, bukan cahaya kuning seperti yang terlihat dari Bumi.
Warna Kuning Itu Ilusi Atmosfer
Matahari tampak kuning hanya karena efek atmosfer Bumi. Sinar putihnya tersebar dan terfilter oleh partikel dan molekul di udara, menghasilkan ilusi visual berupa warna kekuningan saat ia rendah di cakrawala. Sementara secara ilmiah, berdasarkan pembiasan cahaya dan analisis spektrum, warna asli Matahari adalah putih komposisi seimbang dari seluruh warna cahaya tampak.
Jadi, setiap kali Anda melihat Matahari keemasan di pagi atau sore hari, ingatlah bahwa Anda sedang menyaksikan hasil interaksi cahaya dan atmosfer yang menakjubkan, bukan warna asli dari bintang pusat tata surya kita.