Prospek Cerah Saham Jangka Panjang

Senin, 21 Juli 2025 | 12:14:01 WIB
Prospek Cerah Saham Jangka Panjang

JAKARTA - Di tengah ketidakpastian yang membayangi pasar global dan domestik, investasi saham tetap menawarkan daya tarik tersendiri. Meskipun gejolak volatilitas pasar masih tinggi, sejumlah investor dan pengelola aset tetap optimis terhadap prospek jangka panjang. Salah satu institusi yang tetap berpandangan positif adalah Schroders Indonesia, yang melihat ekuitas nasional masih menyimpan peluang besar.

Menurut Investment Specialist Schroders Indonesia, Rizky Hidayat, tantangan saat ini memang nyata, terutama dari sisi kebijakan luar negeri seperti tarif dagang dari Amerika Serikat, serta dinamika dalam negeri yang berkaitan dengan eksekusi kebijakan pemerintahan baru. Namun, ia menegaskan bahwa secara valuasi, saham Indonesia masih tergolong menarik.

“Ekuitas Indonesia masih diperdagangkan dengan valuasi yang menarik sekitar 11 kali price-to-earnings (PE) untuk 2025, dibandingkan dengan rata-rata historis yang berada di level 15 kali,” jelas Rizky.

Ia menambahkan, optimisme terhadap pemerintahan baru didorong oleh sejumlah program yang dianggap pro-pertumbuhan. Meski demikian, pelaksanaan program-program tersebut masih perlu dicermati secara mendalam agar bisa memberikan dampak yang signifikan terhadap kinerja pasar modal.

Kekhawatiran yang berkembang di kalangan pelaku pasar sebagian besar berasal dari faktor eksternal, seperti kebijakan tarif “Liberation Day” Donald Trump yang sempat mengejutkan dan mengguncang pasar ekuitas global. Ditambah lagi dengan ketegangan geopolitik di kawasan Timur Tengah, termasuk konflik antara Israel dan Iran yang turut menyeret perhatian pelaku pasar internasional.

Namun demikian, menurut Rizky, pasar Indonesia menunjukkan ketangguhan yang cukup mengesankan. Meskipun mengalami tekanan, indeks saham domestik mampu pulih dengan cepat dan menyesuaikan diri dengan situasi pasca gejolak. Ini menunjukkan bahwa pasar Indonesia masih memiliki daya tahan terhadap tekanan eksternal.

“Dengan adanya dukungan dari investor institusi lokal, termasuk BPJS Ketenagakerjaan (BPJS-TK) yang berencana meningkatkan porsi saham dari 6% menjadi 20% dalam 2-3 tahun mendatang, sentimen pasar menjadi lebih stabil,” kata Rizky.

Selain dukungan dari dalam negeri, faktor global yang sempat memberikan tekanan juga mulai mereda. Misalnya, The Fed mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 4,25%–4,50%, serta menurunkan proyeksi pertumbuhan sembari menaikkan perkiraan inflasi hingga akhir tahun. Kebijakan ini disikapi pasar dengan hati-hati, tetapi tetap menciptakan ruang gerak bagi pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

Momentum penguatan pasar juga terlihat pada periode Mei, saat investor asing kembali masuk ke pasar domestik. Mereka tak ingin melewatkan reli pasar yang mulai terjadi. Sentimen dari tarif AS pun mulai mereda, sementara rupiah menunjukkan penguatan dan Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin. Semua faktor ini memperkuat keyakinan bahwa investasi ekuitas masih menyimpan potensi besar untuk jangka panjang.

Menurut Schroders, pemilihan saham menjadi elemen penting dalam menghadapi kondisi pasar seperti saat ini. Volatilitas tinggi menuntut investor untuk selektif dan fokus pada fundamental emiten yang solid.

“Kekhawatiran akan ekonomi yang lemah di lapangan juga menjadi risiko bagi pertumbuhan, sementara investor memantau pendapatan perusahaan secara ketat. Pemilihan saham menjadi kunci bagi kami saat ini,” tegas Rizky.

Pada kuartal kedua, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan apresiasi sebesar 6,4% secara bulanan (MoM), meskipun ada arus keluar asing mencapai Rp 23,7 triliun. Indeks LQ45 juga naik 5,2% MoM, dan IDX80 menguat 7,4%. Angka ini menunjukkan bahwa kinerja pasar domestik masih positif meski dibayangi sentimen negatif dari luar negeri.

Sementara itu, harga emas sebagai salah satu indikator ketidakpastian global mengalami reli akibat meningkatnya potensi dedolarisasi. Hal ini turut mendongkrak harga saham-saham yang menjadi proksi emas. Fenomena ini menunjukkan bahwa investor tetap mencari instrumen lindung nilai di tengah ketidakpastian, termasuk di pasar saham.

Pasar saham Indonesia juga merespons positif atas berbagai upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi dan mendorong pertumbuhan investasi. Dengan kebijakan fiskal dan moneter yang relatif akomodatif, iklim investasi masih dianggap kondusif, khususnya bagi pelaku pasar jangka panjang.

Dalam situasi ini, investor disarankan untuk tidak terlalu terpaku pada fluktuasi jangka pendek. Sebaliknya, fokus pada potensi jangka panjang dan strategi diversifikasi tetap menjadi pendekatan yang paling aman. Risiko akan selalu ada, tetapi peluang tetap terbuka bagi mereka yang bisa membaca arah pasar dan menyesuaikan strategi investasi secara bijak.

Penurunan harga saham yang terjadi sesekali juga bisa dimanfaatkan untuk melakukan aksi beli saat harga turun atau dikenal dengan istilah “bottom fishing”, strategi yang banyak digunakan oleh investor lokal saat ini.

Dengan peta kebijakan global yang masih terus berkembang, termasuk potensi perubahan lanjutan dari The Fed maupun dinamika geopolitik, pasar tetap perlu dicermati. Namun, selama fundamental ekonomi Indonesia tetap terjaga dan didukung oleh kebijakan yang mendorong pertumbuhan, prospek investasi saham di Indonesia tetap cerah.

Terkini

Tablet Samsung Murah Mulai Rp1 Jutaan

Senin, 21 Juli 2025 | 15:49:36 WIB

Xiaomi 15, Flagship Terjangkau 2025

Senin, 21 Juli 2025 | 15:52:52 WIB