Harga Minyak Naik Didukung Optimisme Dagang

Rabu, 23 Juli 2025 | 08:00:53 WIB
Harga Minyak Naik Didukung Optimisme Dagang

JAKARTA - Di tengah dinamika global yang tak menentu, pasar minyak menunjukkan sinyal pemulihan. Harga minyak mentah dunia kembali mengalami kenaikan seiring membaiknya sentimen investor terhadap perkembangan terbaru dalam hubungan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan sejumlah mitra utamanya. Perdagangan minyak yang sempat bergejolak kini memasuki fase lebih stabil, dengan pelaku pasar mencermati sejumlah keputusan strategis dari Gedung Putih yang dapat mempengaruhi permintaan global.

Harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September 2025 di New York Mercantile Exchange tercatat menguat. Berdasarkan data perdagangan terbaru, harga WTI naik 0,43% menjadi US$ 65,59 per barel, dibandingkan sehari sebelumnya yang berada di level US$ 65,31 per barel. Kenaikan ini menjadi angin segar setelah harga WTI mengalami tekanan selama tiga hari berturut-turut.

Sentimen positif ini muncul seiring meningkatnya optimisme pasar terhadap hasil perundingan dagang yang dilakukan Amerika Serikat dengan beberapa negara mitra, terutama di kawasan Asia. Investor menilai bahwa potensi membaiknya hubungan dagang bisa berdampak pada peningkatan konsumsi energi global, termasuk minyak mentah.

Mengutip laporan Bloomberg, harga minyak WTI menunjukkan pergerakan naik setelah tiga hari sebelumnya mengalami penurunan. Kembalinya tren positif ini tak lepas dari keputusan politik yang diambil Presiden AS, Donald Trump, dalam merespons dinamika perdagangan global.

Presiden Trump mengumumkan pencapaian kesepakatan dengan Filipina dan Jepang. Dalam kesepakatan tersebut, tarif baru ditetapkan masing-masing sebesar 19% untuk Filipina dan 15% untuk Jepang. Langkah ini menunjukkan strategi dagang AS yang lebih fleksibel namun tetap mendorong keuntungan nasional, sesuatu yang dilihat pasar sebagai sinyal stabilisasi setelah ketegangan panjang dalam perang dagang.

Sementara itu, fokus investor juga tertuju pada rencana dialog antara AS dan China. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menyampaikan bahwa ia akan mengadakan pertemuan dengan mitranya dari China pekan depan di Stockholm. Pertemuan ini diyakini menjadi bagian dari upaya lanjutan untuk meredakan ketegangan perdagangan antara dua raksasa ekonomi dunia.

Bessent juga mengungkapkan bahwa pemerintah AS tengah mempertimbangkan untuk memperpanjang batas waktu pemberlakuan tarif terhadap China. Semula tarif tambahan direncanakan mulai berlaku pada 1 Agustus, namun kini dipertimbangkan diperpanjang hingga 12 Agustus. Keputusan ini disambut baik oleh pasar karena memberikan ruang lebih bagi negosiasi dan mengurangi tekanan terhadap pelaku usaha dan rantai pasok global.

Secara keseluruhan, perdagangan minyak pada bulan ini bergerak dalam kisaran harga yang relatif sempit. Hal ini menunjukkan pasar sedang mencari arah yang lebih jelas di tengah berbagai ketidakpastian geopolitik dan ekonomi global. Sebelumnya, pada bulan Juni lalu, harga minyak sempat mengalami gejolak signifikan akibat tekanan dari berbagai faktor eksternal, termasuk ketegangan politik dan ekspektasi perlambatan ekonomi dunia.

Meski demikian, tekanan terhadap harga minyak belum sepenuhnya hilang. Harga minyak Brent, misalnya, telah mencatatkan penurunan sebesar 8% sepanjang tahun ini. Penurunan ini dipicu oleh kekhawatiran bahwa perang dagang yang dipelopori oleh kebijakan tarif Presiden Trump dapat mengurangi konsumsi energi secara global.

Investor dan analis menilai bahwa jika kesepakatan dagang AS dengan mitra-mitra strategis terus menunjukkan kemajuan, maka prospek permintaan minyak akan ikut menguat. Hal ini tentu memberikan potensi dukungan terhadap harga minyak mentah dalam jangka pendek hingga menengah.

Namun, sejumlah pihak juga tetap berhati-hati karena dinamika politik dan kebijakan bisa berubah sewaktu-waktu. Ketidakpastian masih membayangi, termasuk bagaimana China akan merespons langkah-langkah AS, dan apakah pertemuan mendatang di Stockholm dapat menghasilkan kesepakatan yang konkret.

Dari sisi fundamental, harga minyak juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti produksi dan pasokan. Jika produksi dari negara-negara produsen utama seperti Arab Saudi dan Rusia tetap tinggi tanpa diimbangi oleh peningkatan permintaan, maka harga bisa kembali tertekan. Oleh karena itu, pelaku pasar juga terus memantau laporan persediaan minyak mingguan serta proyeksi permintaan global dari lembaga-lembaga energi internasional.

Dalam situasi ini, penguatan harga minyak WTI yang terjadi saat ini mencerminkan harapan pasar terhadap normalisasi hubungan dagang global. Jika proses negosiasi berjalan lancar, maka pasar energi berpotensi mendapatkan dukungan dari sisi permintaan.

Kenaikan harga minyak, meskipun tipis, menjadi cerminan dari psikologi pasar yang lebih konstruktif. Bagi negara-negara pengimpor maupun pengekspor minyak, perubahan ini menjadi penanda penting dalam menyusun strategi ekonomi dan fiskal ke depan. Pasar pun kini menantikan kelanjutan langkah-langkah diplomatik AS serta dampaknya terhadap arah kebijakan tarif dan stabilitas ekonomi global.

Terkini

Harga Sembako Jogja Turun

Rabu, 23 Juli 2025 | 15:50:24 WIB

Aliran Dana ETF Crypto BlackRock Melonjak Tajam

Rabu, 23 Juli 2025 | 15:57:12 WIB

BMKG: Hujan Ringan Landa Jabodetabek

Rabu, 23 Juli 2025 | 16:00:54 WIB

Cicilan Oppo Reno 11 Pro Mulai Rp400 Ribuan

Rabu, 23 Juli 2025 | 16:07:08 WIB