Harga Batu Bara Menguat

Sabtu, 26 Juli 2025 | 10:22:03 WIB
Harga Batu Bara Menguat

JAKARTA - Meningkatnya konsumsi batu bara di beberapa negara utama mendorong tren penguatan harga komoditas tersebut. Meski sebagian pasar mencatatkan penurunan, kekuatan permintaan dari kawasan lain menjadi penyeimbang yang cukup signifikan bagi dinamika harga di pasar global.

Seperti yang tercermin dalam pergerakan harga batu bara Newcastle, komoditas ini mengalami kenaikan pada berbagai kontrak bulanan. Untuk kontrak Juli 2025, harga naik tipis sebesar US$ 0,1 menjadi US$ 110,2 per ton. Sementara untuk kontrak Agustus dan September 2025, masing-masing mencatat kenaikan sebesar US$ 0,65 dan US$ 0,75, sehingga diperdagangkan pada level US$ 113,75 dan US$ 115,5 per ton.

Pergerakan serupa juga terlihat pada pasar Rotterdam. Harga batu bara untuk Juli naik sebesar US$ 0,05 menjadi US$ 104,5 per ton. Sedangkan untuk Agustus dan September 2025, penguatan lebih signifikan terjadi masing-masing sebesar US$ 2,25 dan US$ 2, menjadikan harga berada pada US$ 103,6 dan US$ 104,35 per ton.

Data IEA Jadi Penggerak Pasar

Pendorong utama kenaikan harga ini berasal dari laporan International Energy Agency (IEA) yang menunjukkan bahwa permintaan batu bara masih tetap kuat di beberapa kawasan. Di tengah tren penurunan konsumsi di China dan India, Amerika Serikat, Indonesia, dan sebagian negara Eropa justru mencatatkan kenaikan permintaan sepanjang semester pertama tahun ini.

Dalam laporannya, IEA menyebutkan bahwa permintaan di Indonesia diperkirakan akan tumbuh sekitar 7 persen, mencapai 268 juta ton. Angka ini dipicu oleh kebutuhan sektor kelistrikan serta meningkatnya konsumsi dari industri pengolahan, seperti sektor smelter yang terus berkembang.

Kenaikan permintaan juga terlihat di Amerika Serikat. Negeri Paman Sam ini mencatat pertumbuhan konsumsi batu bara sebesar 12 persen pada paruh pertama tahun 2025. Proyeksi tahunannya pun naik menjadi 400 juta ton, atau meningkat 7 persen dari tahun sebelumnya. Hal ini terutama didorong oleh peningkatan kebutuhan listrik serta tingginya harga gas alam yang membuat batu bara kembali menjadi pilihan yang lebih ekonomis bagi pembangkit listrik.

Sementara itu, Eropa juga menunjukkan tren serupa. Di kuartal pertama 2025, permintaan batu bara di kawasan ini naik sekitar 5 persen. Faktor utama yang mendorong lonjakan ini adalah rendahnya output dari pembangkit listrik tenaga hidro dan angin. Di Jerman, misalnya, pembangkit berbasis batu bara mencatatkan kenaikan produksi sebesar 11 persen untuk memenuhi kebutuhan energi domestik.

Ketergantungan Energi Fosil Masih Kuat

Fenomena ini menggarisbawahi bahwa ketergantungan terhadap batu bara sebagai sumber energi masih belum sepenuhnya tergantikan. Meskipun banyak negara telah mengumumkan komitmen untuk beralih ke energi baru dan terbarukan, kenyataannya pada saat tekanan terhadap pasokan energi terbarukan meningkat entah karena kondisi cuaca maupun ketidakstabilan pasokan batu bara tetap menjadi sumber daya yang diandalkan.

Bagi Indonesia, tingginya permintaan batu bara di dalam negeri memperkuat peran sektor ini dalam mendukung perekonomian nasional. Sektor kelistrikan, termasuk program percepatan hilirisasi industri seperti pengolahan mineral, memerlukan suplai energi yang stabil dan terjangkau, dan batu bara masih memenuhi dua kriteria tersebut.

Proyeksi Jangka Panjang Masih Turun

Meski dalam jangka pendek batu bara menunjukkan penguatan, tren jangka panjang tetap menunjukkan penurunan. Menurut IEA, permintaan di Eropa secara keseluruhan diperkirakan akan turun 1,6 persen sepanjang 2025. Meski demikian, angka ini jauh lebih lambat dibanding penurunan signifikan sebesar 11 persen pada 2024 dan 25 persen pada 2023.

Ini menunjukkan bahwa meskipun terjadi fluktuasi dalam jangka pendek karena kondisi pasar atau cuaca, arah kebijakan energi jangka panjang masih menjurus ke arah pengurangan penggunaan energi fosil. Dalam beberapa tahun ke depan, transisi energi kemungkinan akan semakin dipercepat, terlebih dengan meningkatnya investasi pada pembangkit energi baru terbarukan.

Namun, untuk saat ini, batu bara masih memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas energi, terutama di negara berkembang seperti Indonesia dan negara-negara yang menghadapi tantangan dalam infrastruktur energi terbarukan.

Stabilitas Energi Masih Bergantung pada Batu Bara

Lonjakan harga batu bara saat ini menjadi indikator bahwa sektor ini masih memegang peran vital dalam rantai pasok energi global. Meningkatnya kebutuhan dari sektor industri dan pembangkit listrik, terutama di negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi, membuat komoditas ini tetap diburu.

Meskipun arah kebijakan energi global sudah mulai bergeser, proses transisi tersebut tidak terjadi secara instan. Dalam masa peralihan ini, batu bara akan tetap menjadi energi yang diandalkan, baik dari sisi ketersediaan maupun biaya produksi.

Dengan mempertimbangkan laporan dari IEA dan data harga terbaru, jelas bahwa batu bara masih menjadi bagian penting dalam lanskap energi global saat ini. Pemerintah dan pelaku industri perlu terus memantau tren ini untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan energi, keberlanjutan lingkungan, dan stabilitas ekonomi nasional.

Terkini