Harga Batu Bara Naik Didorong Permintaan Barat

Minggu, 27 Juli 2025 | 08:34:09 WIB
Harga Batu Bara Naik Didorong Permintaan Barat

JAKARTA - Ketika sebagian besar negara maju dan berkembang mulai beralih ke energi ramah lingkungan, kenyataannya permintaan batu bara di beberapa wilayah justru kembali mencatat kenaikan signifikan pada paruh pertama 2025. Situasi ini menciptakan dinamika baru yang memengaruhi pergerakan harga batu bara di pasar internasional.

Kondisi harga batu bara dunia pada akhir Juli menunjukkan tren penguatan, didorong oleh permintaan yang lebih tinggi dari negara-negara seperti Amerika Serikat (AS), Indonesia, dan beberapa bagian Eropa. Hal ini dikonfirmasi dalam laporan terbaru yang dirilis oleh Badan Energi Internasional atau International Energy Agency (IEA).

IEA menyebutkan bahwa meskipun permintaan batu bara mengalami penurunan di pasar utama seperti Tiongkok dan India, peningkatan konsumsi di kawasan lain cukup kuat untuk menyeimbangkan tekanan pelemahan tersebut. Permintaan dari negara-negara nontradisional ini berhasil menjadi bantalan bagi pasar, mendorong harga untuk tetap stabil bahkan mengalami kenaikan.

Harga Naik Bertahap di Bursa Global

Harga batu bara Newcastle untuk kontrak Juli 2025 tercatat naik sebesar US$ 0,1 menjadi US$ 110,2 per ton. Sementara itu, untuk kontrak Agustus, kenaikannya lebih signifikan yakni sebesar US$ 0,65 menjadi US$ 113,75 per ton. Bahkan untuk kontrak September, harga batu bara Newcastle mengalami lonjakan sebesar US$ 0,75 menjadi US$ 115,5 per ton.

Tidak hanya Newcastle, bursa batu bara Rotterdam juga mencatat penguatan harga. Untuk kontrak Juli 2025, harga naik US$ 0,05 menjadi US$ 104,5. Sedangkan untuk Agustus, harga melonjak US$ 2,25 menjadi US$ 103,6 dan naik lagi pada September sebesar US$ 2 menjadi US$ 104,35 per ton.

Kenaikan harga yang konsisten ini menjadi refleksi dari dinamika pasokan dan permintaan yang terjadi di pasar global, khususnya di luar dua pasar raksasa: China dan India.

Indonesia dan AS Menjadi Penopang Permintaan

Salah satu faktor utama yang menjadi pendorong harga batu bara adalah peningkatan permintaan domestik dari Indonesia. IEA mencatat bahwa konsumsi batu bara Indonesia diperkirakan meningkat sebesar 7% menjadi 268 juta ton pada 2025. Peningkatan ini terutama dipicu oleh naiknya kebutuhan energi di sektor kelistrikan dan meningkatnya aktivitas industri pengolahan, termasuk pembangunan dan operasi smelter di berbagai wilayah.

Sementara itu, di Amerika Serikat, permintaan batu bara mencatat lonjakan hingga 12% pada semester pertama 2025. Secara keseluruhan, proyeksi tahunan menyebutkan kenaikan sekitar 7% menjadi 400 juta ton. Kebutuhan energi di Negeri Paman Sam didorong oleh permintaan listrik yang tinggi dan mahalnya harga gas alam, membuat batu bara kembali menjadi pilihan yang ekonomis untuk pembangkit.

“Permintaan yang solid dari sektor-sektor ini menunjukkan bahwa batu bara masih memegang peranan penting, terutama ketika energi alternatif belum sepenuhnya stabil dalam skala besar,” tulis IEA dalam laporannya.

Eropa Masih Bergantung, Meski Perlahan Turun

Eropa yang selama ini menjadi kawasan dengan komitmen tinggi terhadap transisi energi, ternyata juga menunjukkan peningkatan konsumsi batu bara di beberapa negara. Pada kuartal pertama 2025, Uni Eropa mencatat kenaikan permintaan sekitar 5%, didorong oleh kondisi cuaca yang kurang mendukung pembangkit energi terbarukan seperti tenaga angin dan hidro.

Di Jerman, misalnya, pembangkit listrik berbasis batu bara justru mencatat kenaikan sebesar 11%. Hal ini menunjukkan bahwa ketika cadangan energi hijau melemah, batu bara tetap menjadi cadangan energi yang bisa diandalkan untuk menjaga kestabilan pasokan.

Meski demikian, IEA menegaskan bahwa secara tren jangka panjang, permintaan batu bara Eropa masih terus menurun. Diperkirakan, penurunan di tahun 2025 sebesar 1,6%, jauh lebih lambat dibanding penurunan tajam di 2024 sebesar hampir 11%, dan penurunan 25% di 2023.

Transisi Energi Tak Serta-Merta Singkirkan Batu Bara

Apa yang terjadi dalam paruh pertama 2025 menjadi pengingat bahwa transisi energi global tidak bisa dijalankan secara drastis dalam waktu singkat. Ketika sistem energi berbasis terbarukan belum cukup tangguh untuk memenuhi permintaan secara konsisten, batu bara tetap menjadi salah satu komponen penting dalam bauran energi global.

Penguatan harga batu bara dalam jangka pendek kemungkinan akan terus berlanjut jika tren permintaan dari AS, Indonesia, dan Eropa tetap stabil. Namun, tekanan untuk menurunkan emisi karbon secara global tetap akan menjadi penentu utama arah jangka panjang industri batu bara.

Penyeimbang Pasar di Tengah Ketidakpastian

Kombinasi antara permintaan tinggi di negara tertentu dan tren penurunan di pasar besar menciptakan keseimbangan baru di pasar batu bara global. Dinamika ini menjadi refleksi dari tantangan dan transisi dalam sistem energi global yang tengah berlangsung.

Dengan harga yang terus merangkak naik, negara produsen seperti Indonesia tentu akan mendapatkan manfaat dari sisi ekspor dan penerimaan negara. Namun di sisi lain, tantangan menjaga pasokan dalam negeri juga akan semakin besar, terutama ketika kebutuhan sektor domestik juga meningkat.

Situasi ini memperlihatkan bahwa batu bara, meski perlahan mulai ditinggalkan, tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari sistem energi dunia dalam waktu dekat.

Terkini