JAKARTA - Gelaran JF3 Fashion Festival ke-21 tahun ini bukan sekadar perayaan mode, tetapi juga panggung yang menyuarakan kekayaan budaya dan nilai sosial. Salah satu sorotan utama datang dari koleksi NES karya Helen Dwi Kirana yang bertajuk "Heritage Remix", sebuah bentuk penghormatan terhadap warisan budaya Bugis dan Makassar yang dikemas dalam tampilan kontemporer.
Dalam fashion show yang berlangsung di Sumarecon Mal Serpong, Kabupaten Tangerang, Banten, publik disuguhi perpaduan memikat antara estetika kain tradisional dan gaya modern. Koleksi ini membuktikan bahwa tenun bukan hanya untuk generasi masa lalu, tetapi mampu menyesuaikan diri dan bersinar di tengah tren global saat ini.
Karya Helen Dwi Kirana tak hanya mengangkat keindahan tenun Bugis, tetapi juga menghadirkan narasi yang lebih luas tentang inklusivitas dan pemberdayaan. Koleksi "Heritage Remix" memperlihatkan bagaimana elemen lokal bisa menjadi dasar yang kuat dalam membangun identitas mode yang universal. Tenun Bugis dan Makassar, yang kaya warna serta motif bermakna filosofis, dirancang ulang tanpa kehilangan karakter aslinya.
Yang membuat koleksi ini semakin unik adalah sentuhan personal dari aksesori yang digunakan, yakni karya para warga binaan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Wanita Kelas I Tangerang. Kolaborasi ini menjadi jembatan antara dunia mode dengan isu sosial, membuktikan bahwa karya seni dan kreativitas bisa hadir dari berbagai ruang, bahkan yang seringkali terpinggirkan.
Model-model yang membawakan koleksi NES tampil memukau dengan gaun dan busana yang mengalir elegan namun tetap menyimpan kekuatan tradisi di balik setiap jahitannya. "Heritage Remix" berhasil meramu antara masa lalu dan masa depan, antara lokalitas dan globalitas.
Penonton pun tampak antusias mengikuti setiap penampilan, terlebih saat para model memperagakan pakaian dengan detail aksesori buatan tangan para warga binaan. Aksesori ini tidak hanya menambah nilai estetika, tetapi juga memuat pesan tentang pentingnya rehabilitasi dan kesempatan kedua melalui karya.
Helen Dwi Kirana dalam keterangannya menyebutkan bahwa konsep "Heritage Remix" adalah hasil proses eksplorasi mendalam terhadap filosofi kain Bugis dan Makassar. Ia menyebut, “Kain tenun tidak hanya indah secara visual, tetapi juga sarat dengan nilai sejarah dan budaya. Tantangannya adalah bagaimana menyampaikan nilai itu dalam format yang bisa diterima oleh generasi sekarang.”
Lebih lanjut, Helen mengungkap bahwa kolaborasi dengan warga binaan bukan hanya sebagai bentuk CSR, melainkan menjadi bagian dari misi kreatif yang ingin menampilkan beragam perspektif dalam satu koleksi. “Kami ingin menunjukkan bahwa kreativitas tidak mengenal batas, dan bahwa setiap orang punya potensi untuk berkarya,” tambahnya.
Partisipasi Lapas Wanita Tangerang dalam proyek ini menjadi contoh nyata bahwa dunia fesyen bisa menjadi sarana pemberdayaan. Aksesori hasil karya mereka dibuat melalui pelatihan keterampilan yang diadakan secara berkala. Proyek ini tidak hanya membantu proses rehabilitasi, tetapi juga membuka peluang ekonomi bagi para warga binaan saat kembali ke masyarakat.
Festival mode seperti JF3 bukan pertama kalinya mengangkat tema budaya lokal, namun tahun ini terasa lebih kuat karena pendekatan lintas isu yang ditampilkan. “Kita butuh lebih banyak karya seperti ini,” ujar salah satu pengunjung, seorang mahasiswa desain, “karena tidak hanya memanjakan mata, tapi juga membuat kita berpikir dan merasa.”
Sebagai ajang tahunan, JF3 Fashion Festival terus menjadi wadah bagi desainer lokal untuk mengekspresikan kreativitas sekaligus menampilkan identitas budaya. Di tengah derasnya arus mode internasional, koleksi-koleksi seperti "Heritage Remix" menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kekayaan yang tak kalah berkelas.
Melalui eksplorasi tenun Bugis dan Makassar, koleksi NES memberikan napas baru bagi kain tradisional yang sering dianggap kuno atau hanya cocok untuk acara adat. Sebaliknya, Helen berhasil menyajikannya dalam potongan-potongan busana modern yang bisa dikenakan di berbagai kesempatan baik formal maupun kasual.
Dengan sambutan hangat dari penonton dan media, bisa dipastikan bahwa pendekatan Helen dan timnya tidak hanya sekadar estetis, tetapi juga strategis dalam menghidupkan kembali nilai-nilai budaya dan kemanusiaan dalam dunia mode.
Sebagai penutup, kehadiran "Heritage Remix" di JF3 2025 menjadi simbol kuat bahwa masa depan mode Indonesia bisa dibangun dari akar budayanya sendiri, asalkan ada kemauan untuk berinovasi dan membuka ruang kolaborasi yang lebih luas.
Melalui pertunjukan ini, pesan yang ingin disampaikan menjadi jelas: busana bukan hanya tentang tren, tetapi juga tentang cerita, identitas, dan harapan. Dan kain tenun Bugis serta karya warga binaan Lapas Tangerang telah menjadi bagian dari cerita besar itu.