Ketegangan AS-India Dongkrak Harga Minyak

Rabu, 06 Agustus 2025 | 14:17:37 WIB
Ketegangan AS-India Dongkrak Harga Minyak

JAKARTA - Ketegangan geopolitik kembali menjadi faktor utama yang memengaruhi pasar energi global. Kenaikan harga minyak dunia kali ini dipicu oleh dinamika hubungan antara Amerika Serikat dan India, menyusul ancaman Presiden AS Donald Trump terkait pembelian minyak mentah dari Rusia oleh negara Asia Selatan tersebut. Sentimen ini mengubah arah pasar setelah empat hari berturut-turut harga mengalami penurunan.

Harga minyak mentah Brent tercatat naik 29 sen atau 0,4 persen menjadi US$67,93 per barel. Di saat yang sama, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat menguat 28 sen atau 0,4 persen ke level US$65,44 per barel. Keduanya bangkit dari titik terendah lima pekan yang sempat tercapai sehari sebelumnya, setelah koreksi harga lebih dari satu dolar.

Peningkatan ini terjadi di tengah kekhawatiran bahwa potensi gangguan pasokan global akan muncul apabila ancaman tarif oleh Presiden Trump terhadap India benar-benar direalisasikan. Trump menyampaikan ancaman tersebut sebagai reaksi terhadap keputusan India yang tetap melanjutkan pembelian minyak mentah dari Rusia, meskipun Amerika Serikat sedang menjalankan kampanye tekanan terhadap Moskow terkait perang di Ukraina.

“Investor tengah menilai apakah India akan mengurangi pembelian minyak Rusia sebagai respons atas ancaman Trump, yang bisa memperketat pasokan. Namun, hal itu masih belum pasti,” ujar Yuki Takashima, Ekonom dari Nomura Securities.

Menurut Takashima, jika India mempertahankan volume impornya dari Rusia, harga minyak WTI diperkirakan akan tetap stabil di kisaran US$60 hingga US$70 sepanjang bulan ini. Pernyataan ini menggarisbawahi ketidakpastian yang sedang membayangi pergerakan pasar energi dalam waktu dekat.

Ketegangan ini muncul bersamaan dengan perubahan kebijakan dari Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+), yang baru-baru ini mengumumkan peningkatan produksi mulai September. OPEC+ akan menambahkan 547 ribu barel per hari ke pasar global, yang merupakan langkah untuk mengakhiri kebijakan pemangkasan produksi mereka lebih cepat dari jadwal semula.

Sebelumnya, OPEC+ telah lama menjaga pasokan global dalam jumlah terbatas demi menstabilkan harga, terutama sejak pandemi COVID-19 mengacaukan permintaan global. Namun, tekanan pasar dan kebutuhan untuk merebut kembali pangsa pasar membuat mereka kini mempercepat peningkatan produksi.

Langkah OPEC+ ini, meskipun bertujuan menjaga keseimbangan pasar, justru memunculkan kekhawatiran baru soal oversuplai. Kelebihan pasokan bisa menekan harga, apalagi jika ketegangan perdagangan antara negara-negara besar memburuk dan menyebabkan ketidakpastian permintaan global.

Sementara itu, ancaman dari Presiden Trump terhadap India tidak hanya berdampak pada hubungan dagang kedua negara, tapi juga menimbulkan ketegangan dalam tata kelola pasokan energi global. Trump menegaskan bahwa dalam waktu 24 jam, ia akan memberlakukan tarif yang lebih tinggi terhadap produk-produk dari India jika negara tersebut tidak menghentikan impor minyak dari Rusia.

Trump juga menekankan bahwa upaya menurunkan harga energi merupakan strategi untuk menekan Presiden Rusia Vladimir Putin agar segera menghentikan agresinya di Ukraina. Namun, pendekatan semacam ini dianggap terlalu agresif oleh sejumlah pihak, termasuk pemerintah India.

Pemerintah India, melalui pernyataan resminya, menyebut ancaman tersebut sebagai tindakan yang tidak berdasar. India menegaskan bahwa mereka akan tetap memprioritaskan kepentingan ekonominya dan tidak akan tunduk pada tekanan eksternal dalam menentukan kebijakan energinya. Respons ini memperdalam ketegangan dagang antara kedua negara dan berpotensi memperumit dinamika pasar energi ke depan.

Di tengah situasi ini, perhatian pasar energi kini tertuju pada langkah-langkah lanjutan yang akan diambil India dan OPEC+, serta sikap Presiden Trump dalam beberapa hari ke depan. Jika India memilih untuk mengurangi pembelian dari Rusia, maka pasokan global kemungkinan akan terganggu dan memberi tekanan naik pada harga. Sebaliknya, jika India bersikeras melanjutkan pembelian, potensi konfrontasi dagang bisa menciptakan volatilitas pasar yang lebih besar.

Sejauh ini, kondisi tersebut belum memberikan kejelasan arah jangka panjang bagi harga minyak dunia. Kenaikan harga saat ini lebih didorong oleh sentimen dan spekulasi pasar terhadap kemungkinan gangguan pasokan, bukan karena perubahan fundamental yang signifikan dalam keseimbangan permintaan dan penawaran.

Kondisi ini menunjukkan betapa rapuhnya pasar minyak terhadap dinamika politik internasional. Isu-isu geopolitik seperti konflik Rusia-Ukraina dan kebijakan luar negeri Amerika Serikat masih menjadi faktor utama yang mempengaruhi harga energi global, di samping faktor-faktor teknis seperti produksi OPEC+ dan data cadangan minyak mingguan.

Dengan meningkatnya tensi antara dua negara ekonomi besar dan keputusan produksi OPEC+, pelaku pasar dan analis kini menghadapi tantangan untuk membaca arah pergerakan harga minyak yang semakin bergantung pada faktor-faktor di luar sisi teknis semata.

Terkini

Istilah Gol Sepak Bola: Brace hingga Quintrick

Rabu, 06 Agustus 2025 | 15:26:22 WIB

Olahraga Sehat di Tengah Sibuknya Kota

Rabu, 06 Agustus 2025 | 15:33:03 WIB

Tiga Raja Juara VNL Voli Putra

Rabu, 06 Agustus 2025 | 15:36:17 WIB

Hernandez vs Dolidze: Duel Penentu UFC

Rabu, 06 Agustus 2025 | 15:41:43 WIB

Agustus Meriah Bareng Artis Korea

Rabu, 06 Agustus 2025 | 15:51:09 WIB