ASURANSI

OJK Soroti Defisit Reasuransi Rp12,10 Triliun, Praktisi Ekuitas Asuransi Perlu Tumbuh 10–15% per Tahun

OJK Soroti Defisit Reasuransi Rp12,10 Triliun, Praktisi Ekuitas Asuransi Perlu Tumbuh 10–15% per Tahun
OJK Soroti Defisit Reasuransi Rp12,10 Triliun, Praktisi Ekuitas Asuransi Perlu Tumbuh 10–15% per Tahun

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa defisit neraca jasa reasuransi Indonesia pada akhir 2024 mencapai Rp12,10 triliun. Kondisi ini menandakan ketergantungan yang tinggi terhadap reasuransi asing, yang porsinya mencapai 40% dari total premi reasuransi. Untuk mengatasi masalah ini, OJK menekankan pentingnya penguatan modal perusahaan asuransi domestik.​

Wahyudin Rahman, Praktisi Manajemen Risiko dan Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi), menilai bahwa tren kenaikan defisit reasuransi dalam tiga tahun terakhir mencerminkan tekanan berlipat di industri asuransi, baik dari sisi underwriting, klaim, maupun kapasitas modal. Menurutnya, kondisi tersebut menandakan perlunya penataan ulang retensi risiko dan optimalisasi program reasuransi domestik.​

"Untuk mengejar defisit reasuransi, sektor umum idealnya membutuhkan pertumbuhan ekuitas minimal 10–15% per tahun ke depan atau mencapai sesuai yang ditentukan oleh regulator pada akhir 2026 dan 2028," kata Wahyudin kepada Bisnis, Selasa.​

Wahyudin menilai penguatan modal dan pendalaman pasar baru seperti asuransi wajib TPL yang didorong otoritas merupakan langkah strategis untuk memperluas basis premi dan memperbaiki neraca reasuransi. Namun, ia menekankan bahwa peningkatan permodalan, inovasi dan diversifikasi produk serta kolaborasi erat antara pemerintah, regulator, industri, dan pemangku kepentingan lain menjadi kunci sukses implementasinya.​

Lebih lanjut, OJK mencatat bahwa sepanjang 2024, jumlah ekuitas industri asuransi jiwa di Indonesia tumbuh 24,5% secara year on year (YoY) menjadi Rp130,16 triliun. Di sisi lain, jumlah ekuitas industri asuransi umum dalam periode tersebut tumbuh tipis sebesar 1% YoY menjadi Rp74,68 triliun. Fenomena ini menunjukkan adanya perbedaan karakter bisnis dan operasional antara sektor jiwa dan umum, termasuk dalam respons dan daya tahan terhadap risiko pasar.​

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun (PPDP) OJK, Ogi Prastomiyono, sebelumnya menyatakan bahwa industri asuransi di Tanah Air perlu didorong untuk melakukan penguatan modal. Regulator mencatat bahwa pada akhir 2024, defisit reasuransi sebesar Rp12,10 triliun. Porsi reasuransi ke luar negeri dalam periode tersebut mencapai 40% dari total premi reasuransi. Oleh karena itu, guna mengurangi ketergantungan pada reasuransi luar negeri, langkah yang dipertimbangkan adalah melalui peningkatan modal perusahaan asuransi domestik.​

Dalam menghadapi tantangan ini, Wahyudin menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, regulator, dan industri asuransi untuk menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan dan daya saing industri asuransi domestik. Ia berharap bahwa dengan langkah-langkah strategis tersebut, industri asuransi Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada reasuransi asing dan mencapai kemandirian dalam pengelolaan risiko.​

Sebagai tambahan, Wahyudin juga menyoroti pentingnya diversifikasi produk asuransi dan pengembangan pasar baru sebagai upaya untuk memperluas basis premi dan meningkatkan daya saing industri asuransi domestik. Ia berharap bahwa dengan langkah-langkah tersebut, industri asuransi Indonesia dapat tumbuh secara berkelanjutan dan mampu menghadapi tantangan global yang semakin kompleks.​

Dengan adanya perhatian dan langkah-langkah strategis dari berbagai pihak, diharapkan industri asuransi Indonesia dapat mengatasi defisit reasuransi dan mencapai kemandirian dalam pengelolaan risiko, sehingga dapat memberikan perlindungan yang optimal bagi masyarakat dan berkontribusi pada perekonomian

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index