Kuliner

Soto Kriyik Purbalingga: Warisan Kuliner Autentik yang Bertahan Lebih dari Lima Dekade

Soto Kriyik Purbalingga: Warisan Kuliner Autentik yang Bertahan Lebih dari Lima Dekade
Soto Kriyik Purbalingga: Warisan Kuliner Autentik yang Bertahan Lebih dari Lima Dekade

JAKARTA - Soto kriyik telah menjadi ikon kuliner khas Kabupaten Purbalingga yang eksistensinya bertahan lebih dari lima puluh tahun. Hidangan berkuah santan dengan racikan rempah khas ini tidak hanya dikenal karena cita rasanya yang autentik, melainkan juga menyimpan nilai historis sebagai warisan kuliner yang wajib dilestarikan.

Sejarah soto kriyik di Purbalingga bermula sejak tahun 1968. Pada masa awal kemunculannya, soto kriyik dijajakan secara tradisional menggunakan gerobak keliling yang berkeliling ke berbagai sudut kota. Cara penyajian yang sederhana namun khas tersebut membuat soto kriyik cepat diterima oleh masyarakat luas dan menjadi favorit berbagai kalangan.

Ciri Khas dan Proses Pembuatan yang Unik

Keunikan soto kriyik terletak pada penggunaan santan kental sebagai bahan dasar kuah yang dipadukan dengan rempah pilihan seperti kemiri, ketumbar, kunyit, serta bumbu lainnya yang diracik secara khusus. Kuah santan tersebut dimasak selama empat hingga lima jam dengan teknik pengadukan menggunakan kayu secara terus menerus untuk mendapatkan kekentalan dan rasa yang sempurna.

“Proses pengadukan yang intens selama beberapa jam itu kunci agar kuah santan tidak pecah dan rempah benar-benar meresap sehingga menghasilkan rasa yang gurih dan aroma yang khas,” ujar Budi Santoso, salah satu pengusaha warung soto kriyik legendaris di Purbalingga.

Selain kuah, komponen pelengkap soto kriyik juga menjadi ciri khas tersendiri. Hidangan ini menggunakan suwiran daging ayam kampung yang diolah dengan bumbu dasar secara terpisah. Tauge segar dan taburan koya—campuran kerupuk udang dan kelapa parut—menjadi pelengkap yang memberikan tekstur kriyik, sekaligus menjadi sumber nama hidangan ini.

“Asal usul nama kriyik berasal dari bunyi ‘kriyik’ yang muncul saat koya dan kerupuk bertemu dengan kuah santan hangat, menciptakan sensasi suara dan rasa yang unik di lidah,” jelas Budi.

Fleksibilitas Penyajian Menyesuaikan Selera Konsumen

Salah satu daya tarik soto kriyik adalah fleksibilitas dalam penyajian yang memungkinkan para pelanggan menyesuaikan porsi kuah, koya, dan sambal sesuai preferensi. Ada pula varian yang menawarkan tingkat kepedasan berbeda, serta tambahan topping seperti telur pindang dan emping melinjo sebagai pelengkap.

Menurut Rina Wulandari, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Purbalingga, keberadaan kuliner ini telah menjadi salah satu penggerak sektor pariwisata lokal.

“Kami melihat soto kriyik tidak hanya sebagai makanan, tapi juga sebagai bagian dari identitas budaya dan daya tarik wisata kuliner Purbalingga. Saat ini, ada lebih dari lima puluh usaha warung yang menghidangkan soto kriyik, dan jumlah ini terus bertambah,” kata Rina.

Pengakuan Resmi Sebagai Warisan Kuliner Tradisional

Pada tahun 2022, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah secara resmi menetapkan soto kriyik sebagai salah satu kuliner warisan daerah. Pengakuan ini diberikan melalui Dinas Pariwisata Provinsi sebagai bagian dari upaya pelestarian kuliner tradisional yang bernilai budaya tinggi.

Penetapan ini bukan hanya mengangkat nama soto kriyik Purbalingga di tingkat provinsi, tapi juga membantu meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga warisan kuliner lokal agar tidak punah oleh perkembangan zaman dan modernisasi.

“Kami berkomitmen untuk terus mendukung pengembangan kuliner tradisional seperti soto kriyik agar tetap eksis dan dapat dinikmati generasi mendatang,” ujar Rina Wulandari.

Soto Kriyik Sebagai Ikon Wisata Kuliner Purbalingga

Soto kriyik kini telah menjadi ikon wisata kuliner yang wajib dikunjungi saat berada di Purbalingga. Para wisatawan tidak hanya datang untuk menikmati kelezatan soto kriyik, tapi juga ingin merasakan nuansa budaya dan sejarah yang melekat pada hidangan ini.

Selain cita rasa yang autentik dan sejarah panjang, harga yang terjangkau juga membuat soto kriyik mudah dijangkau oleh berbagai kalangan masyarakat. Harga seporsi soto kriyik berkisar antara Rp15.000 hingga Rp30.000, dengan porsi yang memuaskan.

Hendro, seorang wisatawan dari Jakarta, mengaku terkesan dengan rasa dan pengalaman mencicipi soto kriyik.

“Rasanya berbeda dengan soto lain yang pernah saya coba. Kuah santannya kental dan rempahnya terasa pas, tidak terlalu kuat tapi sangat menggoda. Sensasi kriyik dari koya juga menambah kenikmatan saat menyantapnya,” ujarnya.

Potensi Pengembangan Kuliner Tradisional dan Pariwisata

Melihat antusiasme masyarakat dan wisatawan terhadap soto kriyik, Pemerintah Kabupaten Purbalingga bersama pelaku usaha kuliner terus berupaya melakukan inovasi tanpa menghilangkan keaslian rasa dan resep tradisional. Pengembangan ini diharapkan dapat meningkatkan daya tarik wisata kuliner sekaligus menambah penghasilan para pelaku usaha kecil.

“Selain menjaga resep tradisional, kami juga mengembangkan kemasan produk soto kriyik yang praktis agar bisa menjadi oleh-oleh khas Purbalingga. Ini juga untuk menjangkau pasar yang lebih luas,” jelas Budi Santoso.

Di tengah perkembangan kuliner modern yang terus menggeliat, keberadaan soto kriyik sebagai kuliner tradisional yang bertahan selama lebih dari lima dekade menjadi bukti kuatnya nilai budaya dan keunikan rasa yang mampu bertahan dan bersaing.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index