JAKARTA - Untuk dua musim berturut-turut, Arsenal harus kembali puas finis sebagai runner-up Liga Inggris. Meski capaian tersebut menunjukkan bahwa The Gunners kini kembali mampu bersaing di papan atas Premier League, kenyataan bahwa mereka masih gagal meraih gelar juara tetap menyisakan kekecewaan mendalam bagi para pendukung.
Di bawah kepemimpinan pelatih muda asal Spanyol, Mikel Arteta, Arsenal telah menjalani transformasi besar dalam beberapa musim terakhir. Salah satu indikator utamanya adalah strategi transfer yang agresif. Sejak ditunjuk sebagai pelatih utama pada 2019, Arteta secara konsisten mendatangkan pemain-pemain baru yang membentuk hampir seluruh fondasi skuad saat ini.
Namun, belanja besar yang dilakukan Arsenal belum berbanding lurus dengan prestasi di liga domestik. Meski tampil kompetitif, Arsenal masih kesulitan mematahkan dominasi Manchester City yang dalam beberapa tahun terakhir menjadi penguasa mutlak Liga Inggris.
"Untuk dua musim berturut-turut, Arsenal harus puas duduk sebagai runner up Liga Inggris. Posisi itu memang tak begitu mengecewakan, tetapi tetap menyisakan kehampaan," tulis laporannya.
Skuad Arsenal saat ini dipenuhi oleh pemain-pemain hasil rekrutan era Arteta. Nama-nama seperti Declan Rice, Kai Havertz, Ben White, Gabriel Jesus, hingga Jurrien Timber merupakan bagian dari proyek ambisius Arteta membangun ulang kejayaan klub asal London Utara itu. Bahkan beberapa di antaranya dibeli dengan banderol fantastis.
Strategi transfer Arsenal selama dua musim terakhir memperlihatkan arah yang jelas: membentuk skuad muda yang dinamis, dengan kombinasi talenta dan pengalaman dari liga top Eropa. Namun, investasi besar itu belum mampu mendatangkan trofi liga yang telah dinantikan selama hampir dua dekade terakhir.
Dominasi Manchester City Menjadi Penghalang Besar
Salah satu kendala terbesar Arsenal dalam meraih trofi Liga Inggris adalah kekuatan tak terbendung Manchester City. Di bawah asuhan Pep Guardiola, City menjadi tim yang nyaris sempurna secara taktik, stamina, dan kedalaman skuad.
Setiap musim, Arsenal nyaris memberikan tekanan yang berarti kepada City, terutama di paruh pertama musim. Namun, konsistensi City di fase akhir kompetisi selalu membuat Arsenal tertinggal.
"Barangkali ada riak-riak kekecewaan dengan jalan Arsenal yang masih sulit mengkudeta Liga Inggris," tulis laporan tersebut.
Dominasi City membuat upaya Arsenal terlihat seolah tak cukup, walau secara performa, tim London Utara ini menunjukkan perkembangan signifikan dalam hal permainan, kedalaman skuad, dan kedewasaan taktik.
Liga Champions Jadi Hiburan Sementara
Capaian sebagai runner-up membawa Arsenal kembali tampil di Liga Champions Eropa dalam dua musim terakhir. Ini menjadi angin segar setelah sebelumnya absen dalam kompetisi elite tersebut selama beberapa tahun.
Meski belum berhasil menembus semifinal atau final, performa Arsenal di panggung Eropa cukup menjanjikan. Hal ini menjadi penanda bahwa The Gunners telah kembali ke level elite benua biru. Namun tetap saja, bagi fans, keberhasilan sejati adalah saat klub kembali mengangkat trofi Premier League.
Tekanan Terhadap Arteta Meningkat
Meski secara umum mendapat dukungan besar dari manajemen dan fans, tekanan terhadap Mikel Arteta kian terasa. Dua musim finis di posisi kedua tanpa trofi domestik membuat sebagian kalangan mulai mempertanyakan efektivitas strategi jangka panjang Arteta.
"Arsenal sudah melakukan perombakan besar-besaran sejak dilatih oleh pelatih muda Mikel Arteta," tulis Laporan.
Sebagian pengamat berpendapat bahwa Arsenal perlu menyeimbangkan antara idealisme permainan dan tuntutan realistis akan gelar. Tidak sedikit pula yang menilai bahwa Arsenal membutuhkan satu atau dua pemain kelas dunia tambahan yang dapat menjadi pembeda di laga-laga besar.
Investasi Finansial Masih Jadi Sorotan
Selama dua musim terakhir, Arsenal tercatat sebagai salah satu klub dengan pengeluaran transfer tertinggi di Premier League. Menurut data Transfermarkt, pengeluaran Arsenal dalam dua musim mencapai lebih dari 300 juta poundsterling. Angka tersebut termasuk dalam lima besar belanja tertinggi klub Eropa.
Namun hasil akhir yang belum maksimal membuat sebagian suporter mempertanyakan efisiensi dari pengeluaran tersebut. Performa tim di saat-saat krusial, terutama menghadapi lawan berat seperti Liverpool, City, dan Chelsea, sering kali tidak konsisten.
Kebutuhan Akan Pemimpin Lapangan
Selain kebutuhan taktis dan teknis, banyak yang menilai bahwa Arsenal memerlukan figur pemimpin yang benar-benar bisa menjadi jenderal lapangan. Seorang pemain yang memiliki pengaruh kuat, baik dalam menjaga ritme permainan maupun memompa semangat tim di saat-saat sulit.
Nama Martin Ødegaard sebagai kapten sudah menunjukkan performa baik, tetapi tekanan Premier League yang sangat kompetitif membuat tugas kepemimpinan di lapangan membutuhkan figur yang lebih vokal dan berpengalaman.
Musim Depan Jadi Momentum Penentuan
Musim 2025/2026 akan menjadi ujian krusial bagi Arteta dan proyek besar yang dibangun Arsenal. Setelah dua kali menjadi runner-up, tuntutan meraih gelar liga akan semakin besar. Ekspektasi fans dan manajemen tak bisa lagi dijawab hanya dengan permainan cantik atau posisi dua besar.
Jika Arsenal gagal lagi musim depan, kemungkinan besar akan terjadi evaluasi besar-besaran. Baik dari sisi pelatih, strategi transfer, hingga komposisi pemain utama.
Belanja Besar Belum Tentu Berbuah Gelar
Arsenal adalah contoh nyata bahwa belanja pemain besar-besaran belum tentu langsung mengakhiri puasa gelar. Dalam dunia sepak bola modern, prestasi tidak hanya ditentukan oleh uang, tetapi juga oleh perencanaan matang, psikologi tim, serta manajemen pertandingan yang tepat.
Saat ini, Arsenal berdiri di persimpangan jalan: apakah mereka akan naik level menjadi juara sesungguhnya, atau kembali hanya menjadi tim penantang tanpa trofi. Hanya waktu dan hasil nyata yang akan menjawab.
Untuk para pendukung Arsenal, harapan masih tetap hidup. Tapi jelas, rasa cukup bukanlah jawaban. Karena dalam dunia sepak bola, juara adalah harga mati.