JAKARTA - PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) membukukan laba bersih bank only sebesar Rp1,6 triliun pada Mei 2025. Kinerja ini menunjukkan penurunan sebesar 7% secara tahunan (year-on-year/YoY) dibandingkan Mei 2024. Namun secara bulanan (month-on-month/MoM), terdapat kenaikan sebesar 6%, menandakan pemulihan terbatas dari kinerja April.
Secara kumulatif, laba bersih BNI selama periode Januari hingga Mei 2025 tercatat mencapai Rp8,5 triliun. Namun angka ini masih lebih rendah 1% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Performa ini dinilai masih di bawah ekspektasi pasar yang sebelumnya memperkirakan pertumbuhan laba konsolidasi BNI pada tahun 2025 mencapai sekitar 4% secara tahunan.
Pemulihan Terbatas, Ketatnya Likuiditas Masih Menjadi Tantangan
Kendati mencatatkan pertumbuhan laba bersih secara bulanan, pemulihan kinerja BNI dinilai masih lemah bila dibandingkan dengan beberapa bank BUMN lainnya seperti Bank Mandiri dan BCA. Tekanan likuiditas menjadi salah satu tantangan utama yang dihadapi bank berkode saham BBNI ini.
Kondisi likuiditas yang ketat tercermin dari pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang hanya mencapai 1% secara tahunan per Mei 2025. Padahal, pada Maret 2025 lalu pertumbuhannya masih berada di kisaran 5%. Akibatnya, Loan to Deposit Ratio (LDR) BNI meningkat menjadi 94,5%, mendekati batas atas toleransi manajemen sebesar 95%.
Kredit Melambat, Tekanan pada Net Interest Income
Dalam hal penyaluran kredit, BNI mencatatkan pertumbuhan sebesar 7% YoY per Mei 2025. Pertumbuhan ini lebih lambat dibandingkan dengan pencapaian bulan Maret yang mencapai 9%, sekaligus berada di bawah target pertumbuhan kredit yang dipatok manajemen sebesar 8–10% pada tahun ini.
Ketatnya ruang pertumbuhan kredit dan terbatasnya likuiditas berdampak langsung pada pertumbuhan pendapatan bunga bersih atau Net Interest Income (NII). Sepanjang lima bulan pertama 2025, NII BNI hanya tumbuh 3% secara tahunan. Kondisi ini menjadi sinyal bahwa margin bunga bersih atau Net Interest Margin (NIM) belum menunjukkan pemulihan yang signifikan.
“Pertumbuhan DPK yang lambat serta penyaluran kredit yang tidak seimbang memicu peningkatan LDR. Hal ini membatasi ruang gerak BNI dalam menyalurkan pembiayaan, sekaligus menekan NII,” ujar analis dari sektor perbankan.
Beban Provisi Meningkat, Credit Cost Naik
Sementara itu, beban provisi atau Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) menunjukkan tren kenaikan. Meskipun secara bulanan beban provisi tercatat menurun 18% dibandingkan April, secara tahunan beban ini justru naik 5% pada Mei. Secara kumulatif selama Januari–Mei 2025, beban provisi meningkat sebesar 2% YoY.
Kenaikan beban provisi ini berdampak pada peningkatan credit cost atau biaya risiko kredit dari 0,8% di kuartal I menjadi 0,9% hingga Mei. Peningkatan ini menjadi salah satu faktor utama yang membebani profitabilitas BNI dalam jangka pendek.
Rangkuman Kinerja 5 Bulan Pertama 2025
Berikut ringkasan kinerja utama BNI selama Januari–Mei 2025:
Indikator | Mei 2025 | Kumulatif 5M25 |
---|---|---|
Laba Bersih (bank only) | Rp1,6 triliun | Rp8,5 triliun (-1% YoY) |
Pertumbuhan Kredit (YoY) | – | +7% (turun dari 9%) |
Pertumbuhan DPK (YoY) | – | +1% (turun dari 5%) |
Loan to Deposit Ratio (LDR) | – | 94,5% |
Net Interest Income (YoY) | – | +3% |
Beban Provisi (YoY) | – | +2% |
Credit Cost | – | 0,9% |
Tantangan yang Harus Diantisipasi
Sejumlah tantangan yang kini dihadapi BNI tidak bisa dipandang sebelah mata. Ketatnya likuiditas, rendahnya pertumbuhan DPK, hingga tingginya LDR membuat ruang ekspansi kredit menjadi semakin terbatas. Selain itu, meningkatnya credit cost turut menggerus margin laba.
Beban provisi yang naik mengindikasikan potensi risiko kualitas aset, sehingga perbaikan manajemen risiko kredit menjadi hal yang sangat penting. Di sisi lain, tekanan terhadap NII menunjukkan bahwa BNI perlu lebih agresif dalam mengelola struktur pendanaannya.
Prospek Tahun 2025 dan Strategi Pemulihan
Meski menghadapi tantangan likuiditas dan penurunan laba, BNI tetap optimistis mampu memperbaiki kinerja di paruh kedua tahun 2025. Manajemen menyebut pemulihan NIM menjadi prioritas utama. Hal ini diharapkan dapat terwujud dengan mendorong pertumbuhan CASA (Current Account and Savings Account) dan memperkuat sektor pembiayaan produktif.
Perlu dicatat bahwa BNI membuka tahun 2025 dengan kinerja yang cukup solid. Pada Januari 2025, bank ini mencatatkan laba bersih Rp1,6 triliun, meningkat 9,7% secara tahunan dan 17% dibandingkan bulan sebelumnya. Kinerja itu ditopang oleh pertumbuhan kredit sebesar 10,3% dan credit cost yang relatif rendah di angka 0,82%.
Namun, sepanjang lima bulan pertama tahun ini, performa kian menurun akibat kombinasi tekanan likuiditas dan tantangan pertumbuhan kredit. Oleh karena itu, semester kedua menjadi momentum krusial bagi BNI untuk mengoreksi arah dan mengejar target tahunan.
Penilaian Valuasi dan Dividen
Di tengah tekanan kinerja, saham BBNI diperdagangkan dengan valuasi relatif rendah, yakni di level 0,8 kali price-to-book value (P/BV) forward. Ini nyaris satu standar deviasi di bawah rata-rata lima tahun terakhir. Dengan asumsi tidak ada penurunan drastis dalam kinerja keuangan, potensi imbal hasil dividen (dividend yield) masih cukup menarik, diperkirakan minimal di angka 7%.
Namun demikian, potensi tersebut hanya dapat terealisasi apabila BNI berhasil memperbaiki struktur pendanaan dan memperluas basis nasabah, khususnya dari sektor ritel dan UMKM, yang dinilai lebih resilien terhadap tekanan ekonomi makro.
Kinerja BNI hingga Mei 2025 menunjukkan dinamika yang kompleks. Di satu sisi, bank ini masih mencatatkan laba bersih yang cukup besar sebesar Rp8,5 triliun dalam lima bulan pertama tahun ini. Namun di sisi lain, perlambatan pertumbuhan kredit, lemahnya DPK, dan naiknya credit cost menunjukkan adanya tekanan fundamental yang tidak bisa diabaikan.
Untuk mencapai target pertumbuhan laba konsolidasi sebesar 4% di akhir tahun, BNI perlu melakukan strategi pemulihan yang menyeluruh. Fokus pada penguatan likuiditas, efisiensi beban operasional, serta pengelolaan risiko yang lebih ketat menjadi kunci utama dalam menjaga kinerja keuangan tetap stabil.
Semester kedua 2025 akan menjadi penentu arah kinerja BNI ke depan. Jika perbaikan berhasil dilakukan secara menyeluruh, bank ini masih memiliki peluang untuk mencapai target dan tetap kompetitif di tengah tantangan industri perbankan nasional.