ESDM

ESDM Targetkan Kenaikan Produksi Migas 2026

ESDM Targetkan Kenaikan Produksi Migas 2026
ESDM Targetkan Kenaikan Produksi Migas 2026

JAKARTA — Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan komitmen untuk memperkuat ketahanan energi nasional dengan menargetkan peningkatan produksi minyak dan gas bumi (migas) secara bertahap. Dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI, Senin, 30 Juni 2025, Plh Dirjen Migas Kementerian ESDM, Tri Winarno, menyampaikan bahwa pihaknya membidik target lifting minyak bumi mencapai 610.000 barel per hari (BPH) pada tahun 2026.

Target tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan proyeksi 2025 yang ditetapkan pada level 605.000 BPH. Tri menjelaskan, kenaikan target ini tidak terlepas dari kebutuhan mendesak untuk menjaga pasokan energi domestik di tengah permintaan yang terus meningkat, serta upaya mengurangi ketergantungan impor bahan bakar minyak.

“Ada pun untuk target tahun 2026 adalah, mungkin nanti bareng-bareng kita lakukan pembahasan terkait dengan hal ini, antara 600.000 sampai dengan 610.000 BPH untuk lifting minyak bumi,” ujar Tri di hadapan anggota dewan.

Di sisi lain, Kementerian ESDM juga memasang target ambisius untuk sektor gas bumi. Tri menuturkan, target lifting gas bumi pada 2026 dipatok sebesar 953.000 hingga 1.017.000 barel setara minyak per hari (BOEPD), naik dibanding target tahun 2025 yang berada di kisaran 1.005 BOEPD.

Tri mengakui tantangan untuk mewujudkan target-target tersebut tidaklah kecil. Namun, pemerintah telah menyiapkan strategi komprehensif untuk memastikan produksi minyak dan gas nasional dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan dalam jangka menengah. Di antaranya, melalui penerapan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) dan teknologi waterflood (WF) yang sudah terbukti efektif untuk mengoptimalkan cadangan minyak di lapangan yang sudah mature.

“Selain itu, kami juga akan melakukan reaktivasi sumur dan lapangan idle, implementasi Permen ESDM Nomor 14 tahun 2025 yang membuka ruang kerja sama pengelolaan sumur rakyat, serta memberikan insentif di sektor hulu migas,” paparnya.

Strategi-strategi tersebut diharapkan tidak hanya menjaga laju produksi, tetapi juga memberikan multiplier effect bagi perekonomian daerah penghasil migas, serta mendukung upaya pemerintah mencapai target bauran energi yang berkelanjutan.

Kinerja Produksi Mulai Tunjukkan Tren Positif

Optimisme ESDM bukan tanpa dasar. Data terbaru Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menunjukkan tren positif produksi migas nasional dalam beberapa bulan terakhir. SKK Migas mencatat produksi minyak nasional mencapai 580.405 barel oil per day (BOPD) pada Mei dan naik ke 583.275 BOPD pada Juni 2025.

Angka ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata realisasi produksi tahun sebelumnya yang berada di angka 580.142 BOPD. Bahkan, rata-rata pencapaian lifting minyak terhadap target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam periode Januari hingga Mei 2025 sudah mendekati 93,9%. Capaian ini lebih baik dibandingkan tahun 2024 yang hanya sebesar 91,3%.

Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Hudi D Suryodipuro, menyebutkan tren peningkatan produksi ini tidak lepas dari kinerja para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang berhasil menjalankan program kerja secara konsisten.

“Kami bersyukur dengan tren produksi yang mulai naik. Hal ini berkat koordinasi yang tepat serta pelaksanaan program-program yang berdampak langsung pada optimalisasi produksi migas seperti pengeboran sumur pengembangan, well service, dan workover. Hasilnya mulai Mei 2025 tren produksi minyak mulai naik,” ujar Hudi.

Tantangan Menjaga Produksi di Tengah Penurunan Alamiah

Meskipun tren positif mulai terlihat, tantangan terbesar sektor hulu migas Indonesia tetap ada pada kemampuan menjaga produksi di tengah penurunan alami (decline rate) pada banyak lapangan tua. Hudi menambahkan, SKK Migas dan KKKS kini fokus untuk mempercepat penyelesaian proyek-proyek hulu migas yang bisa segera memberikan tambahan produksi.

“Kunci utama adalah menekan decline rate agar produksi tetap optimal, sekaligus memastikan proyek-proyek baru yang masuk dalam rencana kerja bisa segera tuntas dan beroperasi,” jelasnya.

Sebagai catatan, decline rate pada lapangan minyak Indonesia rata-rata mencapai 15% per tahun. Artinya, tanpa adanya upaya seperti pengeboran sumur baru, reaktivasi sumur idle, atau penerapan EOR, produksi nasional bisa terus merosot dari tahun ke tahun.

Peran Kebijakan dan Insentif untuk Dukung Target

Untuk menjaga keberlanjutan produksi migas, pemerintah melalui Kementerian ESDM juga terus menyiapkan kebijakan insentif yang lebih atraktif bagi investor di sektor hulu. Hal ini mengingat kebutuhan investasi di sektor migas tidak hanya besar, tetapi juga memiliki risiko tinggi.

“Kami berharap regulasi terbaru, termasuk Permen ESDM Nomor 14 tahun 2025, dapat mendorong partisipasi lebih luas dari pelaku usaha, khususnya dalam pemanfaatan sumur rakyat dan sumur idle, sehingga kita bisa meningkatkan produksi sekaligus membuka lapangan kerja baru,” tegas Tri.

Selain itu, optimalisasi lapangan produksi eksisting dan pelaksanaan proyek-proyek strategis seperti Wilayah Kerja Rokan dan Blok Masela juga diharapkan menjadi motor penggerak produksi migas nasional dalam beberapa tahun mendatang.

Dengan berbagai langkah strategis ini, pemerintah optimis target lifting migas pada 2026 bisa tercapai. Hal ini diharapkan tidak hanya memperkuat ketahanan energi nasional, tetapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index