Petani

Penguatan Petani Sawit Pasangkayu

Penguatan Petani Sawit Pasangkayu
Penguatan Petani Sawit Pasangkayu

JAKARTA - Semangat regenerasi dan penguatan kelembagaan menjadi sorotan utama dalam pelatihan yang diikuti 59 petani sawit dari Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat. Pelatihan yang difokuskan pada manajemen kelembagaan ini menjadi bukti keseriusan pemerintah dalam mendorong transformasi sektor perkebunan kelapa sawit rakyat dari hulu ke hilir.

Dihadapkan pada tantangan rendahnya posisi tawar petani sawit rakyat di hadapan pasar dan mitra perusahaan, penguatan kelembagaan menjadi sebuah langkah strategis. Petani sawit di berbagai daerah selama ini lebih banyak bergerak secara individu tanpa memiliki organisasi atau struktur kelembagaan yang mapan. Hal ini menyebabkan mereka kerap kesulitan dalam bernegosiasi harga, menjalin kemitraan yang setara, hingga mendapatkan akses ke pembiayaan atau pelatihan teknis.

Dalam rangka menjawab tantangan tersebut, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) bersama Kementerian Pertanian melalui Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Batangkaluku menyelenggarakan Pelatihan Penguatan Kelembagaan bagi para petani sawit dari Pasangkayu. Pelatihan ini berlangsung selama sepuluh hari dan dirancang secara komprehensif, menggabungkan antara teori dan praktik langsung di lapangan.

Sebanyak 59 peserta yang mengikuti pelatihan terdiri dari pengurus kelompok tani, gabungan kelompok tani, serta koperasi pekebun yang menjadi tulang punggung produksi dan distribusi kelapa sawit di wilayah tersebut. Keterlibatan aktif kelembagaan ini menjadi modal besar untuk membangun sistem pertanian rakyat yang lebih kokoh dan berdaya saing.

Dalam pembukaan pelatihan, Kepala BBPP Batangkaluku, Jamaluddin Al Afgani, menekankan bahwa kelembagaan petani merupakan tulang punggung utama dalam tata kelola perkebunan yang profesional dan berkelanjutan. Ia menyampaikan bahwa petani yang memiliki organisasi atau kelompok yang solid akan lebih mudah mengakses pasar, mendapatkan pelatihan, serta menjalin kemitraan dengan industri.

Menurutnya, banyak petani yang selama ini menghadapi kesulitan karena beroperasi secara mandiri. Ketika petani tergabung dalam kelembagaan yang kuat, disertai dengan sistem kerja berbasis Standar Operasional Prosedur (SOP) maupun perjanjian kerja sama yang sah (MoU), maka keberadaan mereka akan semakin diakui dan dihormati oleh pihak mitra, termasuk perusahaan besar.

Lebih jauh, Jamaluddin menyebut bahwa pelatihan ini tidak hanya menekankan aspek teknis semata, melainkan juga fokus pada penguatan kapasitas manajerial dan kepemimpinan. Peserta dibekali dengan materi tentang kemitraan usaha, pengelolaan keuangan rumah tangga tani, serta cara memimpin kelompok secara efektif agar lebih berdaya saing.

Salah satu catatan positif dari pelatihan ini adalah tingginya keterlibatan generasi muda atau petani milenial. Menurut Jamaluddin, kehadiran mereka menunjukkan bahwa sektor pertanian, termasuk sawit, masih menarik minat generasi penerus. Hal ini menjadi harapan baru bagi keberlanjutan sektor pertanian dalam jangka panjang.

Tak hanya soal generasi, keterlibatan perempuan juga mencolok. Jamaluddin memberikan apresiasi kepada para ibu petani yang mengikuti pelatihan ini, terutama yang mengambil peran dalam pengelolaan keuangan kelompok. Ia bahkan menyampaikan dengan nada bercanda bahwa jika ingin keuangan kelembagaan aman, serahkan kepada para ibu yang lebih teliti dalam pencatatan dan pengelolaan dana.

Ketua panitia pelatihan, Yuli Nurnaningsih, menjelaskan bahwa pelatihan dirancang secara seimbang antara teori dan praktik. Sebanyak 30–40 persen dari waktu pelatihan digunakan untuk materi di kelas, sementara sisanya adalah praktik langsung di lapangan. Peserta diajak melakukan simulasi identifikasi kelembagaan, serta praktik kerja lapangan (PKL) di Kelompok Tani Jaya Mandiri di Pasangkayu.

Materi pelatihan terbagi dalam dua kelompok besar. Pertama, materi inti yang fokus pada peningkatan kompetensi petani dalam aspek kelembagaan dan manajerial. Kedua, materi penunjang yang memperluas pemahaman peserta mengenai dinamika usaha tani sawit, termasuk perencanaan bisnis, manajemen konflik, dan komunikasi kelompok.

Selama pelatihan, peserta juga mendapat pendampingan langsung dari berbagai narasumber profesional. Mereka berasal dari Dinas Perkebunan, Dinas Koperasi dan UMKM, serta widyaiswara dari BBPP Batangkaluku. Pendekatan ini diharapkan dapat memberikan perspektif menyeluruh dan relevan dengan kondisi nyata yang dihadapi petani di lapangan.

Penilaian terhadap peserta dilakukan secara menyeluruh. Evaluasi tidak hanya mencakup pemahaman materi, tetapi juga sikap, kepemimpinan, dan kemampuan menerapkan keterampilan secara langsung dalam konteks kelembagaan. Di akhir pelatihan, seluruh peserta akan menjalani evaluasi komprehensif sebagai salah satu indikator keberhasilan pelatihan.

Lebih dari sekadar pelatihan teknis, kegiatan ini diharapkan menjadi motor penggerak perubahan dalam cara pandang dan cara kerja petani sawit di Pasangkayu. Pemerintah berharap bahwa setelah pelatihan, peserta mampu menjadi agen perubahan di kelompoknya masing-masing, mengajak lebih banyak petani untuk terlibat aktif dalam kelembagaan dan menjalankan praktik usaha tani yang berkelanjutan.

Kegiatan ini juga diharapkan menjadi percontohan bagi wilayah lain di Indonesia yang memiliki potensi perkebunan sawit rakyat. Dengan kelembagaan yang kuat, didukung SDM yang mumpuni, sektor sawit rakyat diharapkan bisa bertransformasi menjadi lebih mandiri, sejahtera, dan berdaya saing tinggi di tingkat nasional maupun global.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index