JAKARTA - Di tengah perubahan teknologi global yang sangat cepat, Indonesia menghadapi tantangan besar untuk mengejar ketertinggalan di bidang adopsi kecerdasan artifisial (AI), khususnya dalam sektor manufaktur. Dalam era kompetisi yang semakin sengit, kemampuan industri nasional untuk menyerap dan mengimplementasikan teknologi mutakhir seperti AI akan menjadi penentu posisi negara di panggung teknologi dunia.
Tekanan untuk berinovasi datang bukan hanya dari dalam negeri, melainkan juga dari dinamika global yang menunjukkan bahwa negara-negara besar sedang berlomba membangun supremasi teknologi, termasuk dalam bidang AI. Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi), Nezar Patria, menekankan pentingnya langkah cepat dari sektor manufaktur nasional dalam mengadopsi AI agar tidak tertinggal dalam arus transformasi digital global.
Dalam penjelasannya usai melakukan kunjungan ke fasilitas produksi PT Sat Nusapersada Tbk di Batam, Kepulauan Riau, Nezar menyampaikan bahwa alat-alat elektronik berteknologi AI sudah menjadi bagian integral dalam proses industri di berbagai negara maju. Hal tersebut menjadi indikator bahwa adopsi teknologi canggih bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak bagi dunia industri.
- Baca Juga Bahaya Gadget bagi Otak Remaja
“Jadi kami melihat apa yang sudah dilakukan oleh ekosistem pengembangan alat-alat elektronik yang terkait dengan IT dan seberapa jauh adopsi teknologi AI di manufaktur,” ujar Wamenkomdigi.
Pernyataan Nezar menegaskan bahwa teknologi AI tidak hanya berhenti pada fungsi otomatisasi sederhana. Kini, AI telah berkembang menjadi elemen penting dalam efisiensi produksi, pengambilan keputusan berbasis data, serta pengembangan produk yang responsif terhadap kebutuhan pasar global yang terus berubah.
Tidak hanya itu, Nezar juga menggarisbawahi bahwa penerapan AI saat ini bahkan telah menjadi medan kompetisi strategis antarnegara. Teknologi AI telah memicu ketegangan geopolitik dalam bentuk perang tarif dan dominasi penguasaan teknologi, seperti yang terjadi antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan India juga kini terlibat dalam persaingan menuju pengembangan Artificial General Intelligence (AGI)—bentuk AI yang mampu meniru kecerdasan dan nalar manusia.
“Mereka ingin berpacu untuk mencapai superintelligence atau yang disebut dengan artificial general intelligence, suatu kemampuan AI yang sudah mirip dengan manusia,” ungkap Nezar.
Pernyataan tersebut mencerminkan bahwa penguasaan atas teknologi superinteligensi di masa depan akan menjadi keunggulan kompetitif yang sangat strategis. Bagi Indonesia, momen ini harus dijadikan sebagai pemacu untuk mempercepat akselerasi adopsi teknologi AI ke dalam sektor-sektor utama, terutama manufaktur yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi nasional.
Lebih lanjut, Nezar menjelaskan bahwa dampak AI tidak hanya terasa di bidang manufaktur. Perkembangan teknologi ini juga sudah merambah berbagai sektor penting lainnya seperti pendidikan, kesehatan, transportasi, layanan keuangan, hingga pertanian. Dalam dunia kesehatan, misalnya, kemampuan AI kini bahkan telah mampu mengambil alih fungsi analisis yang sebelumnya dilakukan oleh manusia.
“Dalam bidang kesehatan, kemampuan mesin AI bahkan sudah menggantikan peran radiolog dalam menganalisis hasil pemindaian medis,” ujarnya.
Kemampuan mesin AI untuk menggantikan fungsi-fungsi profesional seperti radiologi menunjukkan betapa luas dan cepatnya adopsi teknologi ini di negara lain. Oleh karena itu, Indonesia tidak boleh terlambat dalam mengembangkan ekosistem yang mendukung integrasi AI ke dalam berbagai lini kehidupan.
Untuk menjawab tantangan tersebut, pemerintah tengah mempersiapkan peta jalan (roadmap) nasional pengembangan AI. Peta jalan ini akan menjadi acuan dalam mengukur kesiapan serta mengidentifikasi hambatan-hambatan yang mungkin dihadapi sektor industri dalam mengimplementasikan teknologi canggih ini.
“Kami melihat pentingnya satu peta jalan AI yang bisa mengukur dan kemudian mengidentifikasi masalah. Roadmap AI ini dikerjakan dengan melihat juga kemampuan manufaktur kita, industri kita, sehingga dia bisa sesuai dengan kemampuan komputasi yang tersedia,” tutup Wamenkomdigi.
Penyusunan roadmap ini diharapkan tidak hanya menjadi dokumen strategis, tetapi juga mampu mendorong kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, pelaku industri, lembaga riset, dan pelaku teknologi digital. Kunci keberhasilan dari adopsi AI tidak hanya bergantung pada kesiapan teknologi, tetapi juga pada kesiapan sumber daya manusia, infrastruktur digital, dan regulasi yang adaptif.
Kunjungan kerja Wamenkomdigi ke PT Sat Nusapersada Tbk menjadi langkah nyata pemerintah untuk meninjau langsung kesiapan pelaku industri dalam menyongsong era AI. Dalam kunjungan tersebut, Nezar didampingi oleh Direktur Utama PT Sat Nusapersada Tbk, Abidin Fan, serta Direktur Operasional, Bidin Yusuf. PT Sat Nusapersada sendiri merupakan salah satu perusahaan manufaktur elektronik nasional yang berkomitmen untuk bertransformasi mengikuti arah perkembangan industri global.
Langkah konkret seperti inilah yang diharapkan bisa menjadi inspirasi bagi sektor manufaktur lainnya di Indonesia. Dengan kecepatan teknologi yang semakin tak terkejar, tidak ada waktu untuk menunda transformasi digital. AI bukan lagi masa depan, melainkan kenyataan hari ini yang harus direspons dengan tindakan nyata dan terukur.