JAKARTA - Di tengah meningkatnya harga bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi yang belakangan menjadi sorotan nasional, sektor transportasi publik di Kota Malang menunjukkan ketahanan tersendiri. Uniknya, bukan kenaikan harga BBM yang menjadi momok utama bagi pelaku usaha angkutan kota, melainkan tantangan klasik: sepinya jumlah penumpang yang kian hari kian menyusut.
Sekretaris DPC Organda Kota Malang, R. Purwono Tjokro Darsono, mengungkapkan bahwa operasional angkutan kota (angkot) hingga saat ini masih dapat berjalan stabil. Hal tersebut tidak terlepas dari fakta bahwa sebagian besar kendaraan umum di kota tersebut masih mengandalkan bahan bakar bersubsidi, sehingga lonjakan harga BBM nonsubsidi tidak secara langsung berdampak besar.
“Kenaikan BBM non-subsidi tidak terlalu berdampak pada transportasi publik di Kota Malang karena angkot masih menggunakan BBM subsidi,” ungkap Purwono saat berbicara dalam acara dialog publik Pro1 RRI Malang.
Namun demikian, stabilnya operasional transportasi publik bukan berarti bebas dari persoalan. Justru, jumlah penumpang yang terus menurun menjadi beban utama bagi para pengemudi dan pelaku usaha angkutan. Fenomena ini telah berlangsung cukup lama dan belum juga menemukan solusi yang berkelanjutan.
“Permasalahan yang terus berlangsung adalah sepinya penumpang. Ini sudah kami sampaikan ke Wali Kota dan jalur angkot akan dikaji ulang agar lebih sesuai dengan kebutuhan warga dan mendukung sektor pariwisata. Kami ingin angkot menjadi solusi kemacetan kota, bukan justru ditinggalkan,” ujar Purwono, menggambarkan situasi aktual di lapangan.
Ia menegaskan, perubahan pola mobilitas masyarakat, terutama dengan maraknya penggunaan kendaraan pribadi dan layanan transportasi daring, telah menggerus eksistensi angkot sebagai moda pilihan utama. Padahal, transportasi publik seperti angkot dinilai lebih ramah lingkungan dan memiliki potensi besar untuk mendukung program penataan lalu lintas kota.
Dalam rangka menghadapi tantangan tersebut, Organda Kota Malang bersama pemerintah daerah kini tengah mempersiapkan langkah strategis. Salah satunya adalah rencana evaluasi menyeluruh terhadap jalur angkutan yang selama ini belum optimal. Penyesuaian jalur diharapkan dapat meningkatkan keterjangkauan dan efektivitas layanan angkutan kota.
“Kami berharap kajian ulang jalur angkot ini bisa segera terealisasi. Jika jalur lebih adaptif dengan kebutuhan warga, kemungkinan besar masyarakat akan kembali tertarik menggunakan angkot. Terlebih, ini juga sejalan dengan pengembangan sektor pariwisata,” tambahnya.
Pentingnya peran angkutan kota tidak hanya terbatas pada pengangkutan warga lokal, tetapi juga wisatawan yang berkunjung ke Malang. Kota yang dikenal dengan hawa sejuk dan destinasi wisatanya ini memerlukan sistem transportasi publik yang terintegrasi agar sektor pariwisata berjalan dengan lebih baik dan ramah lingkungan.
Di balik berbagai tantangan yang dihadapi, para sopir angkot tetap setia menjalankan tugasnya. Mereka tetap beroperasi setiap hari, mengantar penumpang dari satu titik ke titik lain, meskipun jumlah penumpang sering kali tidak sebanding dengan biaya operasional yang dikeluarkan.
“Sekarang ini momen yang tepat untuk membenahi semuanya. Kalau transportasi publik tertata, kemacetan bisa berkurang,” tegas Purwono. Ia menekankan bahwa perbaikan sistem transportasi publik semestinya menjadi agenda serius yang diambil alih oleh negara sebagai bentuk pelayanan dasar terhadap masyarakat.
Ia juga mendorong sinergi lebih kuat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pelaku transportasi untuk membangun ekosistem transportasi publik yang layak dan kompetitif. Apalagi, dengan meningkatnya kesadaran lingkungan dan kebutuhan akan mobilitas yang efisien, transportasi publik seharusnya menjadi solusi utama, bukan pilihan terakhir.
Melihat potensi itu, pihak Organda mengimbau agar pemerintah segera memberikan dukungan konkret seperti subsidi operasional, insentif peremajaan kendaraan, dan pengembangan sistem rute berbasis kebutuhan warga serta integrasi dengan moda transportasi lain.
Lebih jauh lagi, Purwono meyakini bahwa transportasi publik dapat mengambil peran besar dalam upaya menekan polusi udara dan mengurai kemacetan yang kini menjadi masalah umum di kota-kota besar. Untuk itu, dukungan kebijakan dan pendanaan yang memadai akan menjadi kunci keberhasilan.
Di sisi lain, tantangan ini juga menyimpan peluang besar untuk transformasi. Dengan perbaikan sistem layanan, peningkatan kenyamanan, dan edukasi publik, masyarakat bisa kembali mempercayakan mobilitas harian mereka pada moda transportasi publik.
Transformasi ini bisa dimulai dari hal-hal sederhana, seperti memastikan armada yang layak jalan, waktu kedatangan yang konsisten, serta sistem pembayaran yang lebih modern dan mudah diakses. Penataan terminal, halte, serta sarana prasarana pendukung lainnya juga harus ditingkatkan.
Kota Malang, dengan dinamika pertumbuhan penduduk dan geliat pariwisatanya, berada pada posisi strategis untuk menjadi percontohan kota dengan sistem transportasi publik yang tangguh, inklusif, dan ramah lingkungan. Dukungan terhadap para sopir angkot yang telah lama menjadi tulang punggung mobilitas warga juga menjadi hal esensial dalam proses ini.
Dengan komitmen dan langkah konkret dari semua pihak, bukan tidak mungkin wajah transportasi publik Kota Malang akan berubah menuju arah yang lebih baik, menjadikannya pilihan utama dan bukan alternatif terakhir.