JAKARTA - Di tengah arus deras digitalisasi dan gempuran perangkat gawai di kalangan anak-anak, sekelompok pemuda dari Dusun Letok, Desa Rumbuk Timur, Kecamatan Sakra, Lombok Timur, memilih jalur berbeda. Mereka menginisiasi sebuah gerakan literasi sederhana namun berdampak nyata, yakni “Teras Baca” sebuah ruang alternatif yang dirancang untuk mengalihkan perhatian anak-anak dari dunia layar ke lembaran buku.
Alih-alih menyalahkan anak-anak atas ketergantungan pada gadget, para pemuda ini memutuskan untuk menyediakan alternatif yang lebih sehat dan membangun. Mereka memahami bahwa tanpa solusi nyata, larangan semata tak akan menyentuh akar persoalan.
“Kami ingin mereka tidak hanya terpaku pada layar ponsel, tapi juga mengenal dunia lewat buku,” tutur Hilman, salah satu penggagas Teras Baca.
- Baca Juga Wisata Pulau Eksotis Dekat Jakarta
Dengan semangat gotong royong, gerakan ini dikembangkan sebagai wadah yang merangkul anak-anak dan remaja untuk kembali mencintai aktivitas membaca. Melalui buku, mereka diajak menjelajah dunia baru, memperluas imajinasi, dan menemukan kegembiraan yang tak kalah seru dibandingkan dengan permainan daring.
Buku Sebagai Jendela Alternatif
Koleksi buku yang ditawarkan dalam kegiatan ini cukup beragam. Mulai dari cerita anak yang penuh warna dan ilustrasi menarik, novel remaja yang mengangkat isu-isu sosial, hingga komik yang secara visual sangat diminati oleh pembaca muda.
Semua bahan bacaan tersebut dikumpulkan melalui kerja sama para pemuda Letok dengan pemerintah desa Rumbuk Timur. Ini bukan hanya bentuk kolaborasi antar-generasi, tapi juga wujud konkret dari sinergi antara masyarakat sipil dan otoritas lokal untuk tujuan yang lebih besar: membangun budaya literasi sejak dini.
Yang membuat Teras Baca istimewa adalah pendekatannya yang inklusif dan dinamis. Tidak seperti perpustakaan konvensional yang menetap di satu titik, Teras Baca justru berpindah-pindah lokasi, memanfaatkan gazebo-gazebo yang tersebar di penjuru dusun. Strategi ini dirancang untuk menjangkau lebih banyak anak-anak dari berbagai bagian dusun yang mungkin tak memiliki akses mudah ke sumber bacaan.
“Kami tidak menetap di satu titik agar bisa menjangkau lebih banyak anak-anak dari berbagai bagian dusun,” jelas Hilman.
Menanti Teras Baca Datang Lagi
Teras Baca rutin hadir dua kali dalam sepekan, meski frekuensi bisa bertambah menyesuaikan antusiasme masyarakat. Anak-anak dengan penuh semangat menyambut kedatangan para pemuda pembawa buku. Sebagian bahkan mengajukan pertanyaan, “Kapan datang lagi, Kak?” sebagai bentuk ketertarikan yang tulus terhadap kegiatan ini.
Respons hangat dari masyarakat, terutama para orang tua dan anak-anak usia sekolah dasar serta menengah, menandai keberhasilan awal inisiatif ini. Tidak sedikit dari mereka yang menyebut bahwa kehadiran Teras Baca telah mengubah pola aktivitas anak-anak mereka di sore hari dari menatap layar gadget menjadi membaca bersama teman-teman.
Dalam konteks desa, di mana akses terhadap hiburan edukatif terbatas, inisiatif semacam ini sangat berarti. Anak-anak yang sebelumnya mungkin hanya mengenal gawai sebagai satu-satunya sumber hiburan kini mulai mengenal cerita-cerita yang menginspirasi, tokoh-tokoh fiktif dengan nilai moral, dan dunia literasi yang bisa mengasah rasa ingin tahu.
Merintis Komunitas Literasi dari Akar Rumput
Gerakan ini, meski terlihat kecil dalam skala lokal, mengandung potensi besar sebagai cikal bakal komunitas literasi yang berkelanjutan. Dengan terus menumbuhkan kecintaan terhadap membaca sejak dini, para pemuda Letok berharap bisa memupuk generasi yang kritis, berwawasan luas, dan tidak mudah tergoda oleh konten digital yang tidak edukatif.
“Harapannya, ini bisa jadi awal tumbuhnya komunitas literasi yang tidak hanya aktif membaca, tapi juga kelak menulis dan berbagi pengetahuan,” imbuh Hilman.
Dukungan dari warga dan pemerintah desa menjadi elemen penting dalam menjaga keberlangsungan program ini. Teras Baca bukan hanya milik sekelompok pemuda, tapi milik seluruh masyarakat Dusun Letok yang peduli akan masa depan generasi mudanya.
Dalam jangka panjang, program ini juga diharapkan bisa menjadi model yang diadopsi oleh desa-desa lain di Lombok Timur, bahkan di daerah-daerah lain yang menghadapi tantangan serupa dalam hal kecanduan gadget dan kurangnya aktivitas literasi anak-anak.
Dunia Buku vs Dunia Layar
Apa yang dilakukan oleh para pemuda Letok menunjukkan bahwa solusi terhadap tantangan digital tak selalu harus bersifat teknologi. Justru pendekatan komunitas berbasis literasi bisa menjadi penyeimbang yang efektif. Dunia digital memang memberi akses tak terbatas pada informasi, namun dunia buku menawarkan kedalaman dan ketenangan yang tak bisa digantikan oleh layar.
Dengan menjadikan buku sebagai sahabat anak-anak, serta menjadikan gazebo sebagai ruang belajar terbuka, Teras Baca secara perlahan telah membangun ruang tumbuh yang sehat baik secara intelektual maupun emosional bagi generasi muda Letok.