Energi

PLN Kejati Sinergi Percepat Transisi Energi Nusa Tenggara

PLN Kejati Sinergi Percepat Transisi Energi Nusa Tenggara
PLN Kejati Sinergi Percepat Transisi Energi Nusa Tenggara

JAKARTA - Dalam upaya mempercepat langkah menuju transisi energi dan kemandirian energi nasional, PLN mengambil strategi yang tidak hanya teknis dan finansial, tetapi juga berbasis hukum. Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi tonggak penting dalam memastikan bahwa pembangunan infrastruktur energi di kawasan timur Indonesia berjalan tanpa hambatan hukum yang mengganggu.

Kolaborasi ini bukan semata-mata tentang pendampingan legal formal, melainkan bentuk sinergi antarlembaga yang menyasar percepatan proyek-proyek strategis nasional, khususnya dalam bidang energi terbarukan. Penandatanganan MoU dilakukan oleh General Manager PLN Wilayah NTB Sri Heny Purwanti, General Manager PLN Wilayah NTT F. Eko Sulistyono, serta General Manager PLN Unit Induk Pembangunan (UIP) Nusa Tenggara Yasir. Seremoni digelar serentak di dua titik, yakni Mataram dan Kupang, dan disaksikan langsung oleh Kajati NTB Enen Saribanon serta Kajati NTT Zet Tadung Allo.

Kerja sama ini bertujuan memberikan kepastian hukum pada pelaksanaan proyek-proyek PLN, mulai dari pembangunan pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT), jaringan transmisi, hingga sertifikasi lahan dan pengamanan aset. Kehadiran Kejati di sisi PLN menjadi bagian dari mekanisme pencegahan permasalahan hukum di lapangan, serta percepatan penyelesaian sengketa yang mungkin timbul selama pelaksanaan proyek.

General Manager UIP Nusra, Yasir, menjelaskan bahwa kawasan Nusa Tenggara memiliki potensi besar dalam mengembangkan energi bersih. Oleh sebab itu, transisi energi menjadi prioritas utama yang tak bisa ditunda. Namun, ia menegaskan bahwa dalam setiap tahapan pelaksanaannya, PLN memerlukan dukungan yang kuat dari sisi hukum.

“PLN butuh dukungan hukum agar pembangunan listrik hijau berlangsung secara bersih dan akuntabel,” ujar Yasir.

Bentuk pendampingan yang dimaksud tidak hanya bersifat strategis tetapi juga operasional. Pendampingan ini akan menjangkau hingga ke level kabupaten dan kota, di mana banyak proyek transisi energi PLN berada. Seluruh proses mulai dari pengadaan lahan, perizinan, hingga kontraktual, diharapkan berjalan lebih cepat dengan keterlibatan pihak kejaksaan.

Penandatanganan MoU ini menjadi kelanjutan dari sinergi yang telah dijalin antara PLN dan Kejaksaan Agung di tingkat pusat. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menyebut kerja sama dengan kejaksaan di tingkat daerah memiliki peran yang sangat krusial atau bersifat critical, karena bersentuhan langsung dengan pelaksanaan proyek di lapangan.

“MoU antara PLN dengan Kejati NTB dan NTT ini melanjutkan sinergi PLN–Kejagung. Targetnya adalah percepatan Net Zero Emission 2060 dan kemandirian energi Indonesia,” kata Darmawan.

Ia menambahkan bahwa kerja sama ini merupakan salah satu langkah konkret PLN dalam membangun ekosistem energi baru terbarukan secara menyeluruh, mulai dari pembangunan pembangkit berbasis energi bersih, penguatan sistem jaringan, hingga pengelolaan aset dan tata kelola investasi yang sesuai prinsip good corporate governance (GCG).

Dari sisi Kejaksaan Tinggi, kerja sama ini menjadi bentuk tanggung jawab hukum negara dalam mendukung agenda strategis nasional. Pendampingan akan difokuskan pada tiga hal utama: sertifikasi aset milik PLN, pengamanan investasi proyek strategis nasional, serta penyelesaian sengketa hukum di level daerah yang bisa menghambat kelancaran proyek.

MoU ini juga menegaskan bahwa pemulihan kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan investasi di sektor energi tidak bisa dipisahkan. Ketika investor merasa yakin bahwa proyeknya mendapatkan dukungan hukum, maka iklim investasi akan tumbuh lebih sehat dan kondusif. PLN dan Kejati sama-sama melihat bahwa proyek transisi energi di Nusa Tenggara akan menjadi model kolaborasi nasional ke depan.

Dengan berbagai potensi yang dimiliki, Nusa Tenggara memang menjadi salah satu wilayah strategis dalam peta pengembangan EBT Indonesia. Mulai dari panas bumi, surya, hingga angin, semua tersedia dalam jumlah melimpah. PLN bersama Kejati bertekad memastikan bahwa semua potensi tersebut bisa dimanfaatkan secara maksimal dan akuntabel.

Tak hanya itu, kolaborasi antara PLN dan Kejaksaan juga dianggap sebagai penguatan kapasitas kelembagaan PLN. Melalui pendampingan sejak tahap awal proyek, PLN dapat mengantisipasi potensi permasalahan hukum secara dini, meminimalkan konflik sosial dengan masyarakat, serta memastikan semua proyek berjalan sesuai ketentuan yang berlaku.

MoU ini juga mengatur keterlibatan kejaksaan dalam pelatihan, sosialisasi, dan pendampingan hukum kepada seluruh jajaran PLN di wilayah Nusa Tenggara. Dengan begitu, kesadaran hukum internal perusahaan dapat semakin meningkat, serta meningkatkan kesiapan hukum dalam setiap pengambilan keputusan investasi dan pembangunan.

Transisi energi bukan hanya tentang teknologi dan pembiayaan, tetapi juga soal regulasi dan kepastian hukum. Dalam konteks ini, kerja sama antara PLN dan Kejati NTB NTT menjadi langkah progresif yang dapat dijadikan contoh bagi wilayah lain dalam mempercepat transisi energi secara berkelanjutan dan berkeadilan.

Dengan MoU ini, transformasi energi di Nusa Tenggara bukan lagi sekadar wacana. Kolaborasi hukum, investasi, dan teknologi dipacu secara simultan untuk memastikan Indonesia melangkah mantap menuju kemandirian energi dan masa depan yang lebih hijau. Kolaborasi PLN dan Kejati menjadi model sinergi lintas sektor yang siap membawa Indonesia lebih dekat pada target Net Zero Emission 2060.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index