JAKARTA - Upaya percepatan transisi energi nasional mendapat suntikan semangat dari wilayah barat Indonesia. Provinsi Bengkulu kini memantapkan langkahnya sebagai pionir pengembangan energi baru terbarukan (EBT), dengan mendorong percepatan realisasi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Hululais yang tengah digarap oleh PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO). Proyek ini dinilai tidak hanya penting dari sisi ketahanan energi, tetapi juga menyimpan potensi besar sebagai penopang ekonomi daerah.
Dalam sebuah pernyataan tegas, Gubernur Bengkulu Helmi Hasan mengungkapkan dukungan penuh terhadap kelanjutan proyek strategis nasional tersebut. Helmi bahkan menyebutkan rencananya untuk mengambil langkah diplomatis dengan menyurati langsung Presiden Republik Indonesia, sebagai bentuk dorongan agar sinergi antara PGEO dan PT PLN bisa segera terwujud.
“Mendukung penuh percepatan proyek strategis ini,” ujarnya. “Kita akan bersurat ke Presiden untuk mempercepat komitmen antara PGE dan PLN agar proyek ini segera terealisasi. Saat ini, tantangannya ada di PLN,” tegas Helmi.
Tak berhenti di situ, Helmi juga menyatakan akan segera bertolak ke Jakarta untuk melakukan koordinasi langsung dengan kementerian dan pihak terkait. Ia berharap, melalui pendekatan ini, proyek dapat dimulai lebih cepat dari target awal yang direncanakan, yakni 2027.
“Saya akan ke Jakarta secepatnya. Kalau semua pihak solid dan hambatan teknis dapat diurai, kita berharap proyek ini bisa berjalan lebih awal dari target. Syukur-syukur bisa mulai beroperasi di 2026,” ujarnya optimis.
Komitmen Bengkulu dalam mendukung energi hijau tak hanya dilandasi semangat pembangunan, tapi juga selaras dengan arahan pemerintah pusat. Presiden RI Prabowo Subianto disebut telah memberikan perhatian serius terhadap isu transisi energi, termasuk energi panas bumi sebagai solusi strategis pengganti batu bara yang masih mendominasi bauran energi nasional saat ini.
“Presiden sudah mengintervensi langsung isu transisi energi. Apalagi PT PGE telah mendapat tambahan investasi dari Danantara. Ini angin segar, saya yakin prosesnya bisa lebih cepat,” kata Helmi lagi, menekankan peluang yang terbuka lebar bagi percepatan proyek.
Di sisi pengembang, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) menargetkan PLTP Hululais di Kabupaten Lebong dapat mulai beroperasi secara komersial pada 2027. Proyek ini memiliki kapasitas 110 Mega Watt (MW) dan merupakan salah satu pembangkit geotermal terbesar di Sumatra bagian selatan.
Direktur Operasional PGEO, Ahmad Yani, mengakui bahwa sejumlah tantangan teknis sempat menghambat jalannya proyek, khususnya terkait tingkat komponen dalam negeri (TKDN). Namun ia memastikan bahwa hambatan tersebut kini telah terselesaikan. Meski demikian, menurut Ahmad, dukungan dan komitmen dari PLN tetap menjadi faktor kunci keberlanjutan proyek.
“Kendala TKDN sudah tidak ada lagi. Tapi kami masih sangat membutuhkan komitmen dari PLN,” ungkapnya. Ia menambahkan bahwa sinergi antara PGEO dan PLN sangat penting untuk menjamin keandalan operasional dan kelayakan distribusi listrik dari PLTP Hululais.
Ahmad pun menyambut baik langkah Gubernur Helmi Hasan yang secara aktif ikut mendorong percepatan proyek. Dukungan tersebut, kata dia, menjadi sinyal positif bagi penyelesaian proyek sesuai waktu yang ditargetkan. Tak hanya itu, PLTP Hululais juga digadang-gadang bakal memberi nilai tambah nyata bagi perekonomian daerah.
“Jika proyek ini berjalan sesuai target, Bengkulu akan memperoleh manfaat nyata dalam bentuk DBH (dana bagi hasil) panas bumi,” jelas Ahmad. Artinya, daerah tidak hanya menjadi lokasi proyek, tetapi juga akan menerima bagian langsung dari pendapatan negara yang diperoleh melalui produksi energi panas bumi.
Pembangunan PLTP ini sekaligus menjawab tantangan pemenuhan energi nasional yang lebih bersih dan berkelanjutan. Dengan cadangan panas bumi Indonesia yang termasuk terbesar di dunia, transformasi sektor energi melalui pemanfaatan geotermal menjadi langkah strategis yang sejalan dengan komitmen global dalam menurunkan emisi karbon.
Bagi Bengkulu sendiri, kehadiran PLTP Hululais menjadi langkah konkret menuju kemandirian energi, khususnya dalam menopang pasokan listrik berkelanjutan. Selain itu, proyek ini diyakini mampu membuka lapangan kerja baru serta mendukung pertumbuhan ekonomi lokal melalui berbagai efek pengganda (multiplier effect).
Dengan berbagai potensi dan komitmen yang mengemuka, proyek energi panas bumi di Bengkulu kini menjadi salah satu contoh nyata dari kolaborasi antara pemerintah daerah, BUMN, dan sektor swasta yang berorientasi pada pembangunan berkelanjutan. Namun, sinergi lintas lembaga dan komitmen penuh dari PLN tetap menjadi kunci keberhasilan.
Jika semua pihak mampu menyatukan visi, bukan tidak mungkin PLTP Hululais akan menjadi motor penggerak revolusi energi hijau dari barat Indonesia sekaligus menjadi warisan penting bagi generasi mendatang dalam menjaga kelestarian bumi dan ketahanan energi nasional.