JAKARTA - Upaya pemerintah dalam mempercepat akses layanan kesehatan dasar kini semakin nyata dengan menyasar desa sebagai garda terdepan. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bersama berbagai pemangku kepentingan mendorong integrasi apotek dan klinik desa ke dalam Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih. Strategi ini dinilai mampu memperkuat ketahanan masyarakat dan menjawab kesenjangan layanan kesehatan yang selama ini menjadi tantangan utama di wilayah pedesaan.
Alih-alih hanya mengandalkan program dari pusat, pendekatan ini melibatkan kepala desa secara langsung. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menekankan pentingnya intensifikasi komunikasi antara pemerintah pusat dan pemerintah desa. Ia menyampaikan bahwa para kepala desa di seluruh Indonesia menjadi mitra strategis dalam mengimplementasikan program ini di lapangan.
“Jadi, ini nanti akan kami intensifkan komunikasi lagi dengan para kepala desa yang ada,” ujar Budi Gunadi Sadikin dalam keterangannya di Jakarta.
- Baca Juga Manfaat Madu untuk Kecantikan Kulit
Integrasi apotek dan klinik desa ke dalam koperasi desa bukan sekadar konsep. Langkah ini merupakan wujud nyata pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Merah Putih. Program ini digagas sebagai fondasi untuk mewujudkan kemandirian dalam hal pangan dan kesehatan nasional, dengan menjadikan desa sebagai titik awal perubahan.
Menurut Menkes Budi, langkah ini merupakan salah satu strategi memperkuat layanan dasar dan menjadikan desa sebagai pusat pertumbuhan yang sehat dan mandiri. Kehadiran apotek dan klinik desa, selain menyediakan layanan kesehatan yang mudah dijangkau, juga bertujuan untuk menciptakan ekosistem yang berkelanjutan, baik dari sisi kesehatan maupun ekonomi melalui koperasi.
Saat ini, percepatan pembangunan apotek desa telah dimulai di 103 titik percontohan Kopdes Merah Putih yang tersebar di seluruh Indonesia. Infrastruktur pada sebagian besar lokasi telah memasuki tahap akhir dan siap beroperasi dalam waktu dekat. Langkah ini sekaligus menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mewujudkan pelayanan kesehatan yang merata, terutama di wilayah terpencil dan minim fasilitas.
Kemajuan program ini turut didukung oleh berbagai kementerian, termasuk Kementerian Pertahanan. Sinergi antarinstansi pemerintah menjadi kunci kesuksesan program, terutama dalam hal penyediaan sumber daya dan logistik. Kontribusi dari Kementerian Pertahanan, misalnya, diwujudkan dalam bentuk hibah obat-obatan strategis yang akan digunakan di apotek desa.
“Kementerian Pertahanan juga telah memberikan kontribusi melalui hibah obat-obatan strategis untuk mendukung pelayanan kesehatan dasar di tingkat desa,” ujar Menkes Budi.
Distribusi obat-obatan tersebut mencakup berbagai jenis, seperti paracetamol sebanyak 11.537.180 tablet, asam mefenamat sebanyak 4.716.981 kaplet, dan cefadroxil sebanyak 1.200.000 kapsul. Ketiganya merupakan obat yang umum digunakan dalam pengobatan dasar di masyarakat seperti antipiretik untuk penurun panas, antiinflamasi untuk peradangan, serta antibiotik untuk infeksi.
Ketersediaan obat ini diharapkan dapat meningkatkan akses layanan farmasi yang selama ini terbatas di desa-desa. Langkah ini menjadi jawaban atas kesenjangan akses farmasi yang dirasakan masyarakat di pelosok. Dengan pengelolaan melalui koperasi, distribusi obat diharapkan lebih efisien dan berkelanjutan, sekaligus mendukung kemandirian ekonomi desa.
Lebih jauh, kolaborasi antara Kemenkes, Kementerian Pertahanan, industri farmasi, dan koperasi desa dinilai sebagai model pembangunan berbasis gotong royong. Program ini membuka peluang bagi desa untuk menjadi bagian aktif dalam transformasi sistem kesehatan nasional. Tidak hanya sebagai penerima manfaat, desa justru dijadikan pelaku utama dalam menjalankan layanan kesehatan yang terintegrasi.
Melalui model ini, desa tidak lagi bergantung pada klinik atau rumah sakit pusat yang jaraknya jauh. Sebaliknya, layanan kesehatan dapat dinikmati di lingkungan sendiri, dengan pengelolaan oleh warga setempat melalui koperasi. Dengan begitu, program ini bukan hanya menyentuh aspek kesehatan, tetapi juga memberdayakan masyarakat desa secara ekonomi dan sosial.
Langkah-langkah konkret seperti inilah yang dibutuhkan dalam upaya pemerataan layanan dasar. Pembangunan tidak cukup hanya fokus pada kota-kota besar. Dengan mengedepankan desa sebagai pusat pelayanan, Indonesia perlahan menjembatani kesenjangan pembangunan yang selama ini menjadi pekerjaan rumah.
Program Kopdes Merah Putih menunjukkan bahwa pendekatan kolaboratif antara pemerintah pusat, pemerintah desa, dan masyarakat dapat memberikan hasil nyata. Bila eksekusi terus dilakukan secara konsisten dan dukungan lintas sektor terus diperkuat, tidak menutup kemungkinan model ini dapat direplikasi secara luas di seluruh pelosok negeri.
Menkes Budi berharap, dengan keberadaan apotek dan klinik desa yang terintegrasi dalam koperasi, masyarakat akan semakin mudah mengakses layanan kesehatan dasar. Harapan ini tidak berlebihan, sebab desa-desa yang sebelumnya minim layanan kesehatan kini tengah bersiap menjadi pusat pelayanan dengan standar yang lebih baik.
Program ini menjadi harapan baru bagi jutaan warga desa di Indonesia. Melalui sinergi yang kuat dan implementasi di lapangan yang tepat sasaran, Indonesia perlahan tapi pasti bergerak menuju sistem pelayanan kesehatan yang merata, inklusif, dan berkelanjutan.