JAKARTA - Dalam dinamika pemberdayaan ekonomi perdesaan, koperasi kembali diangkat sebagai instrumen penting untuk mendorong kemandirian dan pemerataan kesejahteraan. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI menjadi salah satu institusi keuangan yang mengambil peran strategis dalam menyukseskan inisiatif Koperasi Desa Merah Putih (KDMP), yang digagas untuk menghidupkan semangat gotong royong dalam konteks ekonomi modern di tingkat desa.
Melalui pendekatan yang menyeluruh, BRI tidak hanya sekadar menyediakan akses pembiayaan, tetapi juga menyusun sistem pendampingan dan pemberdayaan agar koperasi dapat tumbuh sehat, berkelanjutan, dan mampu melindungi masyarakat dari jeratan praktik keuangan yang merugikan seperti pinjaman online ilegal dan rentenir.
Direktur Utama BRI, Hery Gunardi, menekankan bahwa sejak awal pihaknya menyambut baik inisiatif ini karena sejalan dengan visi BRI dalam memperkuat ekonomi akar rumput. Ia menyebutkan, KDMP merupakan salah satu solusi sistemik dalam membangun struktur ekonomi desa yang lebih kokoh dan berdaya saing.
“Koperasi ini akan memberikan kemudahan akses pembiayaan sekaligus membentuk ekosistem usaha yang sehat, produktif, dan mandiri di tingkat desa,” ujar Hery.
BRI pun langsung merancang skema pembiayaan yang mempertimbangkan kebutuhan riil para pelaku usaha desa. Model ini dikembangkan secara spesifik berdasarkan skala usaha—baik kecil, menengah, maupun besar—dan disesuaikan dengan estimasi omzet yang realistis. Hery menambahkan, hal ini bertujuan agar risiko pengembalian dana tetap terkendali dan koperasi tidak terjebak dalam sistem pembiayaan yang memberatkan.
Namun demikian, perjalanan membangun koperasi di desa tak selalu mulus. Tantangan yang paling nyata menurut Hery adalah kapasitas manajerial yang belum merata serta keterbatasan transparansi dalam pencatatan keuangan koperasi. Ia menyadari bahwa banyak koperasi di desa yang masih menghadapi kesulitan dalam mengelola laporan keuangan dan cash flow dengan profesional.
Menjawab tantangan tersebut, BRI memanfaatkan dua inisiatif utama yang sudah berjalan, yakni Rumah BUMN dan program Desa BRILiaN. Keduanya berfungsi sebagai “rumah inkubator” untuk melatih dan mendampingi pengurus koperasi, mulai dari penyusunan pembukuan, manajemen keuangan, hingga tata kelola organisasi.
“Kami ingin koperasi-koperasi ini tidak hanya hidup, tetapi mampu tumbuh dan naik kelas. Maka dari itu, BRI mendampingi mereka untuk menjadi lembaga usaha yang kredibel,” lanjut Hery.
Tak berhenti di situ, BRI juga memfasilitasi koperasi yang memiliki potensi produk lokal unggulan agar mampu menembus pasar lebih luas, termasuk peluang ekspor. Melalui pendekatan business matching, BRI turut menghubungkan koperasi dengan jaringan pembeli atau mitra bisnis potensial, yang bisa membantu meningkatkan nilai tambah produk desa.
“Misalnya ada koperasi yang memproduksi kerajinan khas atau produk lokal lainnya, BRI bisa bantu pasarkan lewat jalur yang lebih luas, termasuk ekspor,” ujar Hery dalam siaran pers.
Sebagai bagian dari ekosistem digital dan inklusi keuangan, BRI juga mengerahkan kekuatan besar yang selama ini menjadi ujung tombaknya, yaitu AgenBRILink. Tercatat lebih dari 1,2 juta AgenBRILink tersebar di seluruh pelosok Indonesia, dan siap menjadi perpanjangan tangan koperasi untuk melayani berbagai transaksi keuangan.
Dengan adanya agen tersebut, masyarakat desa tidak perlu lagi menempuh perjalanan jauh ke kota hanya untuk setor tunai, tarik dana, atau membayar tagihan. AgenBRILink juga mendukung koperasi dalam menjalankan fungsi sebagai lembaga keuangan mikro di tingkat lokal secara efisien dan mudah diakses.
Langkah-langkah BRI ini mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah pusat. Menteri Perdagangan yang juga Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menyebutkan bahwa koperasi yang sehat dan berpihak kepada rakyat bisa menjadi garda depan dalam menyejahterakan desa.
Ia juga menyoroti bahaya maraknya pinjaman dari rentenir yang membebani masyarakat desa, dan berharap koperasi bisa menjadi alternatif utama. Zulkifli menilai BRI telah memainkan peran penting dalam mengatasi masalah ini lewat AgenBRILink dan pembiayaan mikro berbasis KUR.
"Koperasi paham kondisi desanya sendiri. Maka ketika ada potensi usaha, koperasi bisa bantu mengajukan pembiayaan dari BRI. Ini jauh lebih sehat dibanding meminjam dari rentenir," jelas Zulkifli.
Dukungan terhadap inisiatif ini juga datang dari kalangan pelaku usaha. Anton J Supit, Anggota Dewan Pakar Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), menekankan pentingnya tata kelola koperasi yang profesional dan transparan. Ia mengapresiasi langkah BRI yang mengedepankan manajemen yang baik dalam membina koperasi.
“Kita yakin bahwa ini merupakan amanat konstitusi dan semangat ekonomi kerakyatan. Bila koperasi dikelola secara tepat dan menyeluruh, ia punya peluang besar untuk berhasil dan memberi dampak positif nyata bagi masyarakat,” ujar Anton.
Dengan strategi multi-lapis yang diterapkan BRI, mulai dari pembiayaan hingga pendampingan kelembagaan, Koperasi Desa Merah Putih tampak bukan sekadar konsep, tetapi menjadi gerakan nyata yang membangkitkan ekonomi desa dari akar rumput.