JAKARTA - PT Adhi Karya Tbk (ADHI) tengah menghadapi tantangan kinerja pada paruh pertama tahun ini, namun tetap menunjukkan semangat adaptif dan upaya penguatan strategi bisnis yang konsisten. Meskipun nilai kontrak baru yang berhasil dikantongi tercatat sebesar Rp 3,5 triliun turun 39% secara tahunan (year on year/YoY) manajemen ADHI optimistis dapat memacu pemulihan pada semester kedua melalui berbagai pendekatan kolaboratif dan efisiensi internal.
Corporate Secretary ADHI, Rozi Sparta, menjelaskan bahwa komposisi perolehan kontrak masih didominasi oleh proyek gedung, yang menyumbang 41% dari total nilai kontrak. Sementara itu, proyek infrastruktur menyumbang 26%, disusul sektor engineering & industri sebesar 18%, dan sisanya berasal dari proyek lainnya.
Lebih lanjut, dari sisi lini bisnis, kontribusi kontrak masih ditopang oleh sektor engineering & konstruksi sebesar 86%, kemudian disusul properti & hospitality 9%, lini investasi & konsesi 4%, dan sisanya berasal dari lini manufaktur.
Rozi Sparta menuturkan, “Saat ini, ADHI memiliki 92 proyek aktif. Sebanyak 24 proyek di antaranya merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN).”
Meskipun pencapaian kontrak baru pada semester pertama mengalami penurunan, ADHI tetap menatap paruh kedua tahun ini dengan penuh optimisme. Strategi peningkatan kinerja perusahaan akan difokuskan melalui skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), kolaborasi dengan BUMN, serta sinergi dengan pihak swasta.
“Selain itu, untuk mengoptimalkan kinerja keuangan, ADHI senantiasa melakukan operational excellence dan disiplin dalam pengelolaan arus kas (cashflow),” jelas Rozi.
Pendapatan usaha ADHI pada semester pertama tercatat sebesar Rp 3,81 triliun, menurun 32,8% dibandingkan dengan capaian Rp 5,68 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Meski demikian, ada sisi positif dari laporan keuangan yang patut diapresiasi, yaitu kenaikan laba bruto yang mencapai Rp 572,87 miliar atau naik 9,82% YoY dari Rp 521,66 miliar.
Kinerja positif pada pos laba bruto menunjukkan bahwa efisiensi biaya dan efektivitas pelaksanaan proyek tetap terjaga di tengah tekanan makroekonomi dan tantangan industri konstruksi.
Namun demikian, penurunan pada beberapa pos lain turut memberi tekanan terhadap keseluruhan laba bersih perusahaan. Salah satu yang menonjol adalah penurunan bagian laba ventura bersama, yang menyusut dari Rp 327,87 miliar menjadi Rp 186,23 miliar. Selain itu, ADHI juga mencatat rugi dari entitas asosiasi sebesar Rp 3,36 miliar, berbanding terbalik dengan laba Rp 8,92 miliar yang diraih pada periode sama tahun sebelumnya.
Situasi tersebut berdampak pada perolehan laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk (laba bersih ADHI), yang turun menjadi Rp 7,54 miliar dari sebelumnya Rp 13,77 miliar, atau mengalami penurunan 45,2% secara tahunan.
Menanggapi kondisi tersebut, ADHI tidak tinggal diam. Perusahaan menegaskan kembali komitmennya untuk memperbaiki kinerja secara menyeluruh melalui peningkatan portofolio proyek strategis, optimalisasi sumber daya internal, dan penerapan manajemen risiko yang ketat.
Salah satu upaya yang kini menjadi sorotan adalah potensi pemanfaatan skema Danantara, yang dinilai dapat memberikan alternatif pendanaan dalam rangka mendorong percepatan pelaksanaan proyek. Dalam pernyataan sebelumnya, manajemen ADHI menyampaikan harapannya bahwa skema ini akan menjadi solusi untuk kebutuhan pembiayaan yang belum dapat dipenuhi sepenuhnya dari dana internal maupun pinjaman komersial.
“Proyek masih membutuhkan dana, dan kami optimistis skema Danantara bisa diandalkan,” demikian pernyataan manajemen ADHI dalam kesempatan terpisah.
Pendekatan ADHI dalam menggabungkan strategi pembangunan yang progresif dengan pengelolaan keuangan yang cermat, menunjukkan adanya keteguhan untuk tetap bertahan dan berkembang di tengah dinamika pasar. Meskipun pencapaian semester pertama belum menunjukkan hasil optimal, langkah korektif dan arah strategis yang dirancang ke depan memberikan sinyal positif terhadap prospek pemulihan.
Dalam konteks industri konstruksi yang penuh tantangan akibat fluktuasi harga bahan bangunan, perubahan regulasi, dan kompetisi yang ketat, upaya ADHI untuk tetap menjaga stabilitas operasional dan efisiensi menjadi faktor krusial. Kinerja ADHI pada semester kedua akan sangat bergantung pada realisasi kontrak baru, eksekusi proyek berjalan, serta keberhasilan dalam menjalin kemitraan strategis yang produktif.
Ke depan, ADHI juga memiliki peluang untuk mengembangkan lini bisnis investasi dan konsesi yang selama ini berkontribusi kecil namun memiliki potensi jangka panjang yang besar, terutama dalam sektor infrastruktur berkelanjutan dan energi baru.
Jika strategi efisiensi dan kolaborasi bisa dijalankan secara konsisten, bukan tidak mungkin ADHI dapat kembali mencetak kinerja positif dan menjadi pilar penting dalam pembangunan infrastruktur nasional yang berkelanjutan.