JAKARTA - Perlindungan sosial yang merata menjadi fokus utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dalam menjalankan program jaminan pensiun di Indonesia. Selama ini, perhatian terhadap pekerja formal sudah cukup besar, namun masih banyak pekerja informal yang belum tercover oleh program perlindungan jangka panjang ini. Menyadari hal tersebut, BPJS Ketenagakerjaan berupaya memperluas cakupan kepesertaan Program Jaminan Pensiun tidak hanya kepada pekerja penerima upah atau sektor formal saja, tetapi juga pekerja informal yang selama ini menjadi salah satu segmen besar dalam struktur ketenagakerjaan nasional.
Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan, Roswita Nilakurnia, menegaskan bahwa strategi perluasan kepesertaan jaminan pensiun harus inklusif dan tidak memandang jenis pekerjaan atau status formalitas. “Semua segmen termasuk pekerja bukan penerima upah perlu dijangkau. Walaupun mereka bisa ikut dalam Program Jaminan Pensiun, besaran iuran mereka harus ditentukan secara tepat. Ini penting sebagai dasar untuk memperluas cakupan ke depan,” ujarnya dalam sebuah wawancara usai seminar bertajuk "Menjamin Keberlanjutan Hari Tua yang Sejahtera."
Pekerja informal, meskipun tidak berstatus penerima upah, memiliki kontribusi signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Mereka tersebar di berbagai sektor seperti pertanian, perdagangan kecil, jasa informal, hingga industri rumahan. Namun, perlindungan sosial yang memadai terhadap kelompok ini masih belum optimal. Melihat kebutuhan tersebut, BPJS Ketenagakerjaan bertekad memperluas layanan jaminan sosialnya agar dapat memberikan rasa aman dan kesejahteraan bagi seluruh tenaga kerja, termasuk pekerja informal.
Untuk mencapai tujuan tersebut, perluasan kepesertaan jaminan pensiun tidak dapat dilakukan secara parsial. Menurut Roswita, program jaminan pensiun harus terkait secara sinergis dengan program jaminan sosial lainnya yang juga diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan, seperti Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), dan Jaminan Kematian (JKM). “Kepesertaan Program Jaminan Pensiun itu tidak berdiri sendiri. Harus jadi satu paket dengan program lain. Maka strategi kami menyasar baik sektor formal maupun informal,” jelas Roswita.
Strategi ini penting untuk memastikan bahwa perlindungan sosial yang diberikan lebih komprehensif dan berkelanjutan. Ketika seorang pekerja terdaftar dalam program jaminan sosial yang lengkap, ia tidak hanya terlindungi saat memasuki masa pensiun, tetapi juga dalam risiko kecelakaan kerja maupun kematian, yang bisa memberikan perlindungan bagi keluarganya.
Tahun 2025 menandai tonggak penting dalam perjalanan Program Jaminan Pensiun di Indonesia, yang genap berusia satu dekade sejak pertama kali diimplementasikan pada 1 Juli 2015. Dalam kurun waktu tersebut, program ini telah menjadi pilar utama dalam sistem perlindungan sosial bagi pekerja, dengan tujuan utama memberikan jaminan kesejahteraan bagi mereka saat memasuki masa pensiun. Dengan demikian, para pekerja dapat menjalani masa tua dengan kehidupan yang layak dan tidak terbebani oleh masalah finansial.
Roswita juga memaparkan perkembangan manfaat jaminan pensiun yang saat ini masih didominasi oleh ahli waris peserta. Hal ini disebabkan karena sebagian besar peserta belum memasuki masa pensiun, sehingga manfaat masih lebih banyak disalurkan kepada ahli waris. Namun, diperkirakan dalam beberapa tahun ke depan, terutama mulai tahun 2030, jumlah penerima manfaat langsung akan meningkat secara signifikan seiring dengan masuknya angkatan pertama peserta dalam usia pensiun. “Mulai tahun 2030 jumlah penerima manfaat berkala akan meningkat signifikan karena angkatan pertama peserta memasuki usia pensiun,” ujarnya.
Peningkatan jumlah penerima manfaat tersebut tentu akan menjadi tantangan sekaligus peluang untuk memastikan keberlanjutan program. Salah satu isu yang menjadi perhatian adalah terkait besaran manfaat berkala yang saat ini diterima peserta, yang masih berada di bawah garis kemiskinan nasional, yaitu sekitar Rp400 ribu per bulan. Besaran ini dinilai belum cukup untuk menjamin kehidupan yang layak bagi para pensiunan. Oleh karena itu, penguatan regulasi untuk menaikkan batas minimum manfaat menjadi PR penting bagi pemerintah dan BPJS Ketenagakerjaan.
Roswita menegaskan bahwa keberlanjutan Program Jaminan Pensiun juga memerlukan regulasi yang mewajibkan kepesertaan, tidak hanya bersifat sukarela. Dengan kewajiban tersebut, cakupan perlindungan sosial diharapkan semakin luas dan inklusif. “Ini akan menjadi PR tersendiri untuk penyesuaian regulasi batas minimum manfaat yang didapatkan,” tambahnya.
Sepanjang satu dekade berjalan, jumlah peserta aktif Program Jaminan Pensiun telah mencapai angka 14,9 juta pekerja di seluruh Indonesia. Di sisi lain, lebih dari 214 ribu peserta atau ahli warisnya telah menerima manfaat dengan total nilai pembayaran mencapai Rp1,59 triliun. Angka ini menggambarkan komitmen kuat BPJS Ketenagakerjaan dalam memberikan perlindungan sosial secara luas dan berkelanjutan kepada tenaga kerja nasional.
Sinergi dengan berbagai pemangku kepentingan menjadi kunci utama dalam memperkuat program ini. BPJS Ketenagakerjaan terus menggandeng pemerintah, perusahaan, dan lembaga terkait untuk menciptakan kebijakan yang berpihak pada perlindungan sosial serta mengedukasi masyarakat tentang pentingnya program jaminan pensiun. Melalui pendekatan tersebut, diharapkan program ini dapat tumbuh dan berkembang secara inklusif, menjangkau pekerja di sektor formal maupun informal secara merata.
Langkah ini sejalan dengan visi Indonesia menuju Indonesia Emas 2045, di mana seluruh masyarakat diharapkan menikmati kesejahteraan dan perlindungan sosial yang memadai. Dalam konteks tersebut, Program Jaminan Pensiun bukan hanya berperan sebagai instrumen finansial untuk masa tua, tetapi juga bagian dari strategi nasional dalam membangun ketahanan sosial dan ekonomi yang kokoh.
Pada akhirnya, perluasan jaminan pensiun bagi pekerja informal merupakan upaya strategis BPJS Ketenagakerjaan untuk menciptakan sistem perlindungan sosial yang adil dan inklusif. Dengan terus mengintegrasikan program-program jaminan sosial, memperkuat regulasi, dan melibatkan semua pihak terkait, diharapkan semakin banyak pekerja yang terlindungi, sehingga kesejahteraan mereka di masa pensiun dapat terjamin. Langkah ini menjadi wujud nyata komitmen pemerintah dan BPJS Ketenagakerjaan dalam mewujudkan perlindungan sosial yang berkelanjutan dan mampu menjawab tantangan zaman.