JAKARTA - Pergerakan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) saat ini mencerminkan tarik-ulur antara kekuatan pasar yang saling bertentangan, memperlihatkan dinamika yang semakin kompleks. Meski terdapat sentimen positif dari sisi permintaan, potensi lonjakan pasokan menyusul kembalinya Chevron ke Venezuela menjadi faktor utama yang menahan reli harga WTI.
Pada saat laporan ini disusun, harga WTI bertengger di kisaran $66,00, mencatat kenaikan hampir 1%. Namun, penguatan ini masih terbatas akibat beragam tekanan dari sisi fundamental, baik permintaan maupun pasokan.
Chevron Kembali, Venezuela Berpotensi Tambah Ekspor
- Baca Juga Geo Dipa dan Energi Panas Bumi Indonesia
Salah satu perkembangan terbaru yang cukup signifikan berasal dari perubahan kebijakan Amerika Serikat terhadap Venezuela. Pemerintahan Trump kembali memberikan lisensi kepada Chevron untuk melakukan kegiatan produksi minyak di negara Amerika Selatan itu. Langkah ini membalikkan keputusan sebelumnya yang sempat mencabut lisensi tersebut, sekaligus menandai pergeseran strategis yang bisa berdampak besar pada pasokan global.
Menurut reotorisasi ini diberikan setelah terjadinya pertukaran tahanan, di mana Venezuela membebaskan 10 warga Amerika. Chevron pun kini berada dalam posisi untuk melanjutkan operasinya di Venezuela, negara dengan cadangan minyak terbukti terbesar di dunia.
Sebelumnya, selama masa pemerintahan Biden, Chevron sempat diberikan izin untuk melanjutkan kegiatan terbatas di Venezuela, namun dalam batasan yang ketat. Kembalinya Trump ke kursi kepresidenan sempat menghentikan operasi itu. Kini, dengan lisensi yang dikembalikan, Chevron memiliki ruang lebih besar untuk kembali mengalirkan minyak mentah dari wilayah tersebut ke pasar global.
Kebijakan AS Jadi Penentu Baru Dinamika Pasar
Perubahan kebijakan ini membuka lembaran baru dalam konstelasi pasar minyak global. Di tengah permintaan yang cenderung membaik akibat meredanya ketegangan dagang, pasar kini harus menghadapi kenyataan adanya potensi kenaikan pasokan dari wilayah yang sebelumnya sangat dibatasi.
Meski demikian, masih terlalu dini untuk menilai seberapa cepat dampak dari operasi Chevron di Venezuela akan tercermin dalam volume ekspor global. Namun secara psikologis, kabar ini telah menciptakan nuansa kehati-hatian di kalangan pelaku pasar, karena potensi pasokan tambahan selalu menjadi faktor yang dapat membatasi reli harga.
Tekanan Teknis: Potensi Penembusan, Tapi Risiko Juga Tinggi
Dari sisi teknikal, WTI saat ini masih bergerak dalam kisaran yang relatif sempit, meskipun para pembeli tampak mencoba untuk menembus area resistance $66,00. Kenaikan terbaru ini mengindikasikan bahwa harga telah pulih di atas level support 50-hari Simple Moving Average (SMA) di angka 65,38. Sementara itu, SMA 100-hari memberikan dukungan tambahan di area 64,62.
Jika tekanan beli mampu mengangkat harga di atas $66,00 dan menembus level Fibonacci 50% dari tren penurunan Januari-April yang berada di dekat $67,00 maka peluang menuju SMA 200-hari di kisaran 67,76 akan terbuka.
Namun sebaliknya, jika momentum pembeli melemah dan harga menembus level SMA 100-hari serta melewati batas bawah Fibonacci 38,2% di $64,18, maka tekanan jual bisa mendorong WTI kembali ke $62,00, level yang terakhir disentuh pada bulan Juni.
Indikator Relative Strength Index (RSI) tetap berada di sekitar angka 50, memperkuat gambaran bahwa pasar saat ini berada dalam posisi netral. Momentum belum condong ke arah tertentu, menandakan pelaku pasar masih menanti kepastian arah tren selanjutnya.
Ketidakpastian Menjadi Tema Besar
Ketidakpastian yang melingkupi pasar WTI saat ini bukan hanya dipicu oleh faktor teknis, tetapi juga berasal dari perkembangan geopolitik dan kebijakan yang terjadi dalam waktu singkat. Kembalinya Chevron ke Venezuela bisa menjadi game changer, terutama jika produksi dari negara tersebut benar-benar meningkat dalam skala besar.
Namun dalam jangka pendek, pasar masih akan terus dipengaruhi oleh perkembangan kebijakan dan reaksi pasar terhadap fluktuasi pasokan dan permintaan. Faktor-faktor seperti keputusan OPEC+, pertumbuhan ekonomi global, dan hubungan dagang antara negara-negara besar tetap akan memainkan peran penting dalam menentukan arah harga minyak mentah ke depan.
Bagi para trader, situasi ini mengharuskan kewaspadaan ekstra. Walau peluang breakout teknikal terbuka lebar, risiko dari sisi fundamental juga tak bisa diabaikan. Dengan demikian, strategi yang menggabungkan analisis teknikal dan pemahaman terhadap dinamika geopolitik menjadi lebih krusial dari sebelumnya.