JAKARTA - Komitmen pemerintah dalam menjamin perlindungan kesehatan jemaah haji terus diperkuat. Kali ini, BPJS Kesehatan menggandeng Kementerian Agama dalam sebuah langkah nyata untuk memastikan seluruh calon jemaah haji dan petugas haji memahami pentingnya menjadi peserta aktif dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Di Kabupaten Buru Selatan, sinergi antara BPJS Kesehatan dan Kementerian Agama ini diwujudkan dalam kegiatan Pemberian Informasi Langsung (PIL) serta layanan BPJS Keliling. Langkah ini merupakan tindak lanjut dari Nota Kesepahaman antara kedua lembaga tentang optimalisasi Program JKN serta perjanjian kerja sama yang mengatur perlindungan jaminan kesehatan bagi jemaah haji reguler maupun petugas haji.
Dalam kegiatan yang melibatkan seluruh petugas haji dan calon jemaah asal daerah tersebut, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Ambon, Harbu Hakim, menegaskan pentingnya kebijakan keikutsertaan dalam JKN. Menurutnya, keikutsertaan aktif dalam program jaminan kesehatan ini bukan hanya formalitas, melainkan upaya konkret untuk memastikan seluruh jemaah berangkat dalam kondisi terlindungi secara medis.
“Kebijakan ini diterapkan untuk memastikan seluruh jemaah mendapatkan perlindungan kesehatan yang optimal sebelum keberangkatan hingga setelah kembali ke Tanah Air,” tegas Harbu. Ia menambahkan, status aktif dalam JKN menjadi sangat penting dalam mendukung persiapan kesehatan jemaah sebelum dan sesudah menjalankan ibadah.
Menurut Harbu, JKN bukan hanya menjamin pembiayaan pengobatan, tapi juga memberikan ketenangan bagi jemaah. Mereka bisa lebih fokus beribadah tanpa dibayangi kekhawatiran atas kemungkinan risiko kesehatan yang bisa muncul selama berada di tanah suci.
“Dengan kehadiran Program JKN, harapannya para jemaah haji dan petugas haji dapat beribadah dengan tenang karena JKN siap memberikan perlindungan,” lanjutnya.
Sikap serupa juga diungkapkan oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Buru Selatan, H. Raba La Embo. Ia menyambut baik kebijakan ini dan menilai bahwa keharusan memiliki kartu JKN justru menjadi momen edukasi yang penting.
“Dengan kebijakan ini, pihaknya berharap seluruh calon Jemaah dan petugas haji semakin menyadari pentingnya menjadi peserta JKN,” katanya. Menurutnya, keterlibatan aktif calon jemaah dalam memastikan status keanggotaannya aktif akan sangat membantu kelancaran proses pemeriksaan dan keberangkatan.
Namun, pelaksanaan program ini juga mengungkapkan fakta lapangan yang menarik. Dalam proses verifikasi status kepesertaan, ditemukan bahwa sebagian calon jemaah memiliki status JKN nonaktif. Hal ini disebabkan oleh tunggakan premi atau ketidaktahuan mengenai mekanisme pembaruan status.
Salah satunya adalah La Ode Masiruddin, calon jemaah haji yang mengaku baru menyadari bahwa status JKN miliknya sudah tidak aktif. “Saya baru tahu kalau JKN saya non aktif karena tadi dibantu petugas BPJS Kesehatan untuk dicek. Saya juga diedukasi bahwa jika sudah dibayarkan statusnya akan aktif kembali, jadi langsung saya bayarkan,” ungkapnya.
La Ode pun menyampaikan apresiasi kepada petugas BPJS yang menurutnya sangat tanggap, ramah, dan sabar dalam memberikan penjelasan meski menghadapi peserta yang sudah lanjut usia seperti dirinya.
Kisah serupa juga datang dari Abdul Rahman yang turut menanyakan perihal iuran bulanan JKN. Sementara itu, Umi Kalsum, peserta JKN dari segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU), mengaku kesulitan membayar iuran karena kanal pembayaran di tempat tinggalnya sangat terbatas dan tidak terjangkau jaringan komunikasi.
Menanggapi hal tersebut, petugas BPJS Kesehatan memberikan edukasi praktis agar peserta mengaktifkan fitur autodebet melalui bank terdekat. Mereka juga menjelaskan cara memanfaatkan Aplikasi Mobile JKN untuk akses layanan secara digital dan efisien.
Melalui pendekatan langsung ini, BPJS Kesehatan tidak hanya memperkuat pemahaman tentang pentingnya jaminan kesehatan bagi jemaah, tetapi juga memberikan solusi konkret bagi permasalahan teknis yang dihadapi calon peserta.
Penyelenggaraan kegiatan di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Buru Selatan ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memastikan bahwa ibadah haji tidak sekadar menjadi ritual keagamaan, tetapi juga dilakukan dalam kondisi yang aman dan sehat. Pelibatan aktif dua lembaga besar, BPJS Kesehatan dan Kementerian Agama, membuktikan bahwa perlindungan kesehatan kini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari penyelenggaraan haji.
Melalui strategi jemput bola seperti ini, edukasi terhadap pentingnya JKN menjadi lebih efektif dan menyentuh langsung masyarakat yang membutuhkan. Diharapkan, langkah ini dapat menjadi role model bagi wilayah lain dalam rangka peningkatan kualitas layanan publik, khususnya dalam bidang kesehatan dan pelayanan haji.