JAKARTA - Kebijakan pemblokiran rekening bank yang tidak aktif selama tiga bulan terakhir memicu sorotan tajam dari kalangan legislatif. Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Dolfie Othniel Fredric, menyoroti langkah ini dan menegaskan perlunya kejelasan serta komunikasi terbuka dari dua institusi utama yang terlibat: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Menurut Dolfie, kedua lembaga tersebut perlu segera duduk bersama untuk membahas dasar dan kriteria pemblokiran rekening dormant agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat. Ia menekankan bahwa keterbukaan informasi sangat penting demi menjaga kepercayaan publik terhadap sistem keuangan nasional.
“OJK dan PPATK harus segera ketemu untuk membahas dan mendudukkan masalah blokir rekening bank yang tidak aktif,” ujar Dolfie kepada wartawan.
Pernyataan tersebut muncul sebagai bentuk respons terhadap kegelisahan masyarakat yang mempertanyakan legalitas dan kejelasan teknis atas pemblokiran rekening yang tidak digunakan untuk transaksi selama lebih dari tiga bulan. Dalam pandangan Dolfie, langkah-langkah penegakan hukum harus dilakukan secara hati-hati dan akuntabel, terutama jika berkaitan dengan aset milik masyarakat.
Sebagaimana diatur dalam mandat undang-undang, OJK bertugas menjaga stabilitas dan integritas industri keuangan dengan melindungi kepentingan nasabah. Di sisi lain, PPATK menjalankan peran penting dalam mendeteksi dan menindak praktik pencucian uang serta aktivitas keuangan ilegal lainnya. Oleh karena itu, kerja sama dan sinergi antara kedua lembaga ini menjadi krusial dalam menyikapi isu yang sensitif ini.
“Jangan sampai kewenangan PPATK untuk memblokir rekening digunakan tanpa kejelasan syarat dan kriteria yang jelas, apalagi tidak disertai dengan indikasi tindak pidana asal dari pencucian uang,” sambungnya.
Ia memperingatkan bahwa penerapan kebijakan tanpa sosialisasi yang memadai bisa menimbulkan interpretasi yang keliru di tengah masyarakat. Tanpa komunikasi yang jelas, publik berpotensi menyimpulkan bahwa pemblokiran rekening dilakukan secara semena-mena atau tanpa dasar hukum yang kuat.
“Oleh karena itu, OJK dan PPATK harus segera menjelaskan hal tersebut agar bank dan nasabah tetap dalam situasi yang kondusif,” jelas Dolfie.
Seiring berkembangnya teknologi dan meningkatnya transaksi digital, keberadaan rekening dormant atau tidak aktif memang semakin rentan terhadap penyalahgunaan. Namun, Dolfie menekankan pentingnya pembuktian atas adanya indikasi tindak pidana sebelum rekening tersebut dibekukan. Ia juga mengingatkan bahwa langkah pencegahan kejahatan keuangan seharusnya tidak melanggar hak-hak fundamental nasabah.
Adapun PPATK dalam penjelasan publiknya menyatakan bahwa pemblokiran dilakukan terhadap rekening dormant yang tidak digunakan untuk transaksi selama lebih dari tiga bulan. Kebijakan ini diterapkan karena ditemukan adanya penyalahgunaan rekening-rekening tersebut dalam sejumlah kasus yang berindikasi tindak pidana.
Melalui akun Instagram resminya, @ppatk_indonesia, lembaga ini menyampaikan bahwa pihaknya mengidentifikasi banyak rekening dormant yang dimanfaatkan untuk aktivitas ilegal, termasuk praktik jual beli rekening hingga tindak pidana pencucian uang.
“PPATK menemukan banyak rekening dormant yang disalahgunakan, seperti hasil jual beli rekening atau digunakan untuk tindak pidana pencucian uang,” demikian disampaikan dalam unggahan tersebut.
Temuan tersebut menjadi dasar bagi PPATK dalam mengambil langkah tegas memblokir rekening yang terindikasi disalahgunakan. Namun, belum semua masyarakat memahami landasan dari langkah ini, yang kemudian menimbulkan kekhawatiran, terutama bagi pemilik rekening yang merasa tidak terlibat dalam aktivitas mencurigakan namun turut terdampak.
Persoalan ini juga menjadi refleksi atas pentingnya sistem monitoring yang lebih presisi dan upaya literasi keuangan yang masif. Banyak nasabah perbankan yang belum memahami kriteria rekening dormant atau tidak aktif, dan apa saja konsekuensi hukum serta administratif yang menyertainya.
Di sisi lain, transparansi lembaga negara dalam menerapkan kebijakan publik menjadi kunci utama untuk menumbuhkan kepercayaan. DPR melalui Komisi XI berharap, OJK dan PPATK dapat memberikan penjelasan formal serta menyiapkan mekanisme klarifikasi bagi nasabah yang merasa dirugikan.
Dolfie menegaskan bahwa tujuan utama dari pengawasan sektor keuangan bukan hanya mencegah tindak kejahatan, tetapi juga menjamin perlindungan terhadap hak-hak masyarakat pengguna jasa keuangan. Oleh karena itu, keselarasan antara fungsi pengawasan dan perlindungan konsumen harus terus dijaga.
Kebijakan pemblokiran rekening dormant, bila tidak dibarengi dengan kejelasan prosedur dan komunikasi yang baik, berpotensi menciptakan kekacauan informasi yang berdampak luas. Dalam hal ini, DPR berperan sebagai penyeimbang dan pengawas jalannya kebijakan agar tetap berada dalam koridor hukum yang adil dan proporsional.
Dengan kondisi tersebut, desakan agar OJK dan PPATK membuka dialog publik dan menyampaikan informasi yang transparan bukan semata bentuk kritik, melainkan langkah preventif untuk menghindari keresahan sosial yang lebih luas di masa depan.