Perbankan

Perbankan Gantungkan Harapan pada Belanja Negara

Perbankan Gantungkan Harapan pada Belanja Negara
Perbankan Gantungkan Harapan pada Belanja Negara

JAKARTA - Tekanan profitabilitas, tingginya biaya dana, serta kebutuhan pencadangan masih menjadi tantangan besar bagi sektor perbankan nasional. Namun, di tengah situasi yang belum sepenuhnya pulih, harapan terhadap peran strategis belanja negara kembali mengemuka sebagai tumpuan pemulihan ekonomi dan dorongan ekspansi kredit di paruh kedua tahun ini.

Alih-alih hanya bergantung pada mekanisme pasar atau kebijakan moneter, bank-bank nasional kini melihat realisasi belanja pemerintah sebagai katalis utama untuk mengangkat permintaan kredit, terutama di sektor produktif seperti UMKM dan industri berbasis konsumsi.

Optimisme Terhadap Stimulus Fiskal

Direktur Utama PT Bank CIMB Niaga Tbk., Lani Darmawan, menegaskan bahwa anggaran belanja negara memiliki peran krusial dalam menggerakkan roda perekonomian. Menurutnya, belanja pemerintah yang tepat sasaran akan berdampak langsung pada peningkatan aktivitas sektor usaha kecil menengah, yang selama ini menjadi motor utama penyaluran kredit.

Namun demikian, agar dampak dari belanja negara dapat sepenuhnya dirasakan, ia menyoroti pentingnya pelonggaran kondisi likuiditas perbankan. Dengan begitu, biaya dana atau cost of fund (CoF) bisa ditekan, memberikan ruang lebih besar bagi bank untuk menyalurkan pembiayaan.

"Tentu saja dibutuhkan beberapa faktor penunjang lain, seperti melonggarnya likuiditas di market dibutuhkan agar CoF juga bisa menurun dan bank bisa terus menyalurkan kredit," kata Lani dalam wawancara bersama Bisnis.

Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa kondisi pasar uang yang lebih longgar akan sangat membantu menurunkan tekanan biaya dana. Ini penting, terutama di tengah tingginya kebutuhan masyarakat terhadap pembiayaan dan tingginya ekspektasi pemulihan ekonomi nasional.

Profitabilitas Masih Tertekan

Meski pendapatan bunga bersih atau Net Interest Income (NII) CIMB Niaga masih mencatat pertumbuhan, tantangan struktural belum bisa diabaikan. Menurut Lani, tekanan terhadap profitabilitas tetap besar, terutama akibat tingginya CoF serta kebutuhan pencadangan risiko kredit.

Namun, strategi diversifikasi pendapatan menjadi salah satu upaya mitigasi yang efektif. CIMB Niaga, misalnya, mengandalkan penguatan dari sisi pendapatan nonbunga atau fee-based income, yang selama beberapa tahun terakhir terus menjadi fokus pengembangan.

"Porsi fee income kami lumayan bagus pertumbuhannya sebagai hasil fokus beberapa tahun ini. Fee to income ratio bisa di atas 30%, ini sangat membantu," jelasnya.

Tak hanya itu, strategi manajemen biaya dan pengelolaan kualitas aset juga memainkan peranan kunci. Menurut Lani, efisiensi biaya serta pengendalian kredit bermasalah menjadi fondasi penting untuk menjaga kinerja keuangan tetap sehat.

"Kami tahu kapan harus kencangkan ikat pinggang, tapi investasi kunci tetap jalan. NPL kami pun bagus di level 1,88%," tambahnya.

Belanja Pemerintah Dorong Permintaan Kredit

Dari sisi eksternal, kalangan analis dan pengamat keuangan juga memandang belanja negara sebagai salah satu motor pertumbuhan permintaan kredit di semester II/2025. Trioksa Siahaan, Head of Research Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), menyatakan bahwa realisasi anggaran negara memiliki potensi besar dalam mendorong pembiayaan, terutama di tengah ketidakpastian global yang masih membayangi.

Namun, ia juga mengingatkan bahwa tekanan terhadap profitabilitas bank belum sepenuhnya mereda. Kewajiban pencadangan atau Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) yang tinggi perlu tetap disiapkan, mengingat potensi risiko ekonomi global dan volatilitas pasar yang masih berlangsung.

"Proyeksi profitabilitas akan tertekan seiring dengan peningkatan CKPN," ujarnya.

Dampak Belanja Hanya Tertentu, Tapi Tetap Signifikan

Sementara itu, pengaruh belanja negara terhadap sektor ekonomi dinilai tidak menyeluruh, namun tetap signifikan bagi sektor-sektor tertentu. Doddy Ariefianto, pengamat perbankan dari Binus University, menilai bahwa dampak nyata dari realisasi belanja pemerintah biasanya dirasakan oleh industri seperti perhotelan, restoran, serta makanan dan minuman.

"Memang dampaknya hanya di sektor-sektor yang sensitif terhadap pengeluaran pemerintah. Jadi tidak menyeluruh. Tapi tetap saja, sektor-sektor itu bisa mengalami dorongan signifikan ketika belanja pemerintah direalisasikan," kata Doddy.

Ia juga menggarisbawahi bahwa arah kebijakan pemerintah yang kini lebih banyak difokuskan pada program strategis seperti pembangunan koperasi Merah Putih dan program penyediaan tiga juta rumah, tetap akan berperan penting dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi.

"Kontribusi belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 20%–30%. Jadi ketika belanja melambat, dampaknya pasti terasa," tambahnya.

Outlook Perbankan Masih Dalam Tekanan

Terkait prospek sektor perbankan secara umum di tahun 2025, Doddy menilai bahwa tekanan terhadap profitabilitas diperkirakan masih akan berlanjut. Kondisi margin bunga yang ketat, kebutuhan pencadangan tinggi, serta ekspektasi pertumbuhan kredit yang moderat membuat proyeksi keuntungan perbankan tahun ini relatif stagnan dibandingkan 2024.

"Profitabilitas bank tahun ini sepertinya akan berada di level yang mirip dengan 2024," pungkasnya.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index