Dokter

Dokter Berikan Peringkatan Bahaya Sound Horeg Pada Pendengaran

Dokter Berikan Peringkatan Bahaya Sound Horeg Pada Pendengaran
Dokter Berikan Peringkatan Bahaya Sound Horeg Pada Pendengaran

JAKARTA - Karnaval dan hajatan desa dengan iringan sound horeg yang menggema di Kabupaten Malang selama beberapa tahun terakhir ternyata menimbulkan dampak serius bagi kesehatan pendengaran masyarakat. Dr. Ersty Istyawati, dokter spesialis Telinga Hidung Tenggorokan (THT) di RSUD Kanjuruhan, menyampaikan adanya peningkatan signifikan pasien yang mengalami gangguan pendengaran akibat paparan suara keras dari sound horeg tersebut.

Menurutnya, kasus gangguan pendengaran akibat paparan suara keras ini kerap terlambat terdeteksi karena pasien enggan atau menunda untuk melakukan pemeriksaan medis. Banyak dari mereka yang berharap keluhan seperti telinga berdenging atau sakit dapat hilang dengan sendirinya. Padahal, semakin lama kondisi ini dibiarkan, semakin besar risiko kerusakan permanen pada telinga.

"Biasanya pasien datang ketika kondisinya sudah semakin parah, bahkan ada yang harus menjalani tindakan operasi untuk memperbaiki gendang telinga," kata dr. Ersty saat dihubungi, menjelaskan fenomena yang kini sedang meningkat seiring dengan semakin maraknya penggunaan sound horeg pada acara-acara di wilayah tersebut.

Salah satu kasus mengkhawatirkan yang dialami oleh pasien di RSUD Kanjuruhan adalah seorang pasien yang baru saja menjalani operasi timpanoplasti atau perbaikan gendang telinga, namun gendang telinganya robek kembali hanya beberapa hari setelah rumahnya dilewati rombongan sound horeg dengan suara sangat keras. Kejadian ini menjadi peringatan penting tentang bahaya paparan suara tinggi secara terus-menerus.

Data yang dihimpun oleh dr. Ersty menunjukkan bahwa selama beberapa tahun terakhir, sekitar 20 kasus gangguan pendengaran yang berkaitan dengan paparan sound horeg telah tercatat di RSUD Kanjuruhan, terutama di wilayah Kepanjen dan sekitarnya. Angka ini belum termasuk pasien yang berobat ke klinik atau rumah sakit lain, terutama di daerah Turen, yang menurut dr. Ersty juga mengalami peningkatan pasien dengan keluhan serupa.

Selain risiko gangguan pendengaran, paparan suara bising yang terus menerus dari sound horeg juga berpotensi memicu gangguan kesehatan lain, seperti stres, sakit kepala, hingga gangguan tidur. Hal ini tentu menjadi perhatian serius bagi masyarakat dan pihak penyelenggara acara agar dapat menerapkan batasan volume suara yang aman.

Pemerintah daerah dan aparat setempat telah mengatur sejumlah regulasi terkait penggunaan sound horeg, namun implementasi di lapangan masih menemui tantangan. Masyarakat diimbau untuk lebih sadar akan risiko kesehatan yang dapat ditimbulkan dan segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan jika mengalami keluhan pendengaran.

“Penting bagi masyarakat untuk tidak menunda pemeriksaan saat mulai merasakan gejala gangguan pendengaran, agar tindakan medis dapat segera diberikan dan mencegah kerusakan yang lebih parah,” tegas dr. Ersty.

Di tengah tradisi dan budaya yang kental dengan hiburan suara keras, edukasi dan kesadaran akan kesehatan harus menjadi prioritas. Penggunaan perangkat pelindung pendengaran dan pengaturan volume suara yang sesuai dapat menjadi langkah efektif mencegah gangguan pendengaran akibat paparan suara sound horeg yang berlebihan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index