Pemerintah Pastikan Investasi Raksasa Baterai Listrik CATL Tetap Berjalan, Produksi Ditargetkan Mulai Maret 2026

Selasa, 20 Mei 2025 | 08:32:17 WIB
Pemerintah Pastikan Investasi Raksasa Baterai Listrik CATL Tetap Berjalan, Produksi Ditargetkan Mulai Maret 2026

JAKARTA - Pemerintah Republik Indonesia menegaskan komitmennya dalam mendukung kelanjutan investasi strategis dari perusahaan baterai kendaraan listrik asal Tiongkok, Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL). Proyek investasi jumbo ini menjadi bagian penting dari pengembangan industri kendaraan listrik nasional yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, memastikan bahwa proyek CATL di Indonesia akan tetap dilanjutkan dan tidak mengalami pembatalan ataupun penundaan. Bahkan, pemerintah bersama pihak investor telah menargetkan agar proses produksi di fasilitas tersebut dapat dimulai paling lambat pada Maret 2026.

“Yang untuk CATL ini lanjut. Jadi kita masuk dalam ekosistem penyediaan baterai kendaraan listrik, dan untuk CATL sendiri sudah memiliki off-taker. Mereka mengharapkan itu nanti paling lambat Maret 2026 sudah berproduksi di Indonesia,” ujar Yuliot kepada wartawan usai menghadiri pertemuan di kantor Kementerian ESDM, Jumat (16/5/2025).

Investasi Strategis dalam Ekosistem Kendaraan Listrik

Investasi CATL merupakan salah satu proyek asing terbesar di sektor energi baru terbarukan dan kendaraan listrik di Indonesia. CATL, yang merupakan produsen baterai terbesar di dunia, memiliki kepentingan strategis untuk membangun rantai pasok baterai kendaraan listrik (EV battery) yang terintegrasi dengan potensi nikel Indonesia sebagai bahan baku utamanya.

Proyek ini mencakup pengembangan fasilitas industri yang terintegrasi mulai dari pengolahan nikel, produksi precursor, cathode, hingga perakitan sel baterai. CATL telah bermitra dengan sejumlah perusahaan Indonesia, termasuk melalui anak usahanya yang berada di bawah naungan kerja sama dengan BUMN dan swasta nasional.

Nilai investasi dalam proyek ini diperkirakan mencapai lebih dari USD 5 miliar, yang sebagian besar akan digunakan untuk membangun kawasan industri baterai terintegrasi di kawasan Indonesia bagian timur, termasuk di Sulawesi dan Maluku, wilayah yang kaya akan cadangan nikel laterit.

Target Produksi dan Off-Taker Sudah Ditetapkan

Pemerintah menjelaskan bahwa CATL telah mempersiapkan pasar atau off-taker untuk hasil produksi baterainya di Indonesia. Hal ini menjadi indikator kuat bahwa proyek tersebut tidak hanya bersifat eksperimental, tetapi merupakan investasi jangka panjang yang telah terintegrasi ke dalam rantai pasok global kendaraan listrik.

“CATL sudah punya off-taker yang akan menyerap produksinya. Artinya, ekosistemnya sudah terbentuk dan tinggal menunggu penyelesaian pembangunan fasilitas produksi,” kata Yuliot.

Dengan adanya kepastian off-taker, pemerintah optimis bahwa proyek ini akan memberikan kontribusi besar terhadap percepatan transisi energi dan industri hijau di Indonesia. Selain itu, keberadaan pabrik baterai CATL akan menciptakan multiplier effect yang luas, termasuk dalam penyerapan tenaga kerja, transfer teknologi, dan pertumbuhan industri turunan.

Dukungan Pemerintah Terhadap Transisi Energi

Proyek CATL merupakan bagian dari peta jalan pemerintah menuju transisi energi dan net-zero emission pada 2060. Pengembangan industri baterai kendaraan listrik dinilai sebagai elemen kunci dalam strategi pemerintah mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil dan mempercepat elektrifikasi sektor transportasi.

Dalam hal ini, pemerintah telah menyusun berbagai kebijakan untuk mendukung pembangunan ekosistem EV nasional, mulai dari regulasi insentif fiskal dan non-fiskal, percepatan pembangunan stasiun pengisian daya (charging station), serta peningkatan kemampuan industri dalam negeri.

Wakil Menteri ESDM juga menyatakan bahwa Indonesia tidak hanya ingin menjadi penyedia bahan baku nikel, tetapi juga sebagai pusat produksi baterai dan kendaraan listrik secara utuh. Oleh karena itu, kehadiran CATL sebagai mitra strategis menjadi sangat penting dalam mewujudkan visi tersebut.

Percepatan Infrastruktur dan Tenaga Kerja

Seiring dengan perkembangan proyek, pemerintah juga mendorong percepatan penyediaan infrastruktur pendukung dan sumber daya manusia. Kementerian ESDM bersama kementerian terkait telah mengidentifikasi kebutuhan pelatihan tenaga kerja di bidang teknologi baterai, kimia industri, dan pengolahan logam.

Program vokasi dan kerja sama dengan perguruan tinggi dan politeknik juga mulai difokuskan pada sektor energi bersih dan manufaktur baterai. Dengan begitu, saat proyek CATL mulai berproduksi pada Maret 2026, Indonesia sudah memiliki SDM yang siap kerja dan mampu mendukung operasional jangka panjang.

“Kita tidak hanya bicara investasi, tapi juga peningkatan kapasitas nasional. SDM lokal harus menjadi bagian penting dari rantai produksi ini,” tegas Yuliot.

Proyek CATL dan Arah Geopolitik Industri EV

Keberadaan CATL di Indonesia juga mencerminkan pergeseran arah geopolitik industri kendaraan listrik. Indonesia, dengan cadangan nikel terbesar di dunia, semakin dipandang sebagai pemain strategis dalam penyediaan bahan baku baterai global. Ini sekaligus memperkuat posisi tawar Indonesia dalam hubungan dagang dengan negara-negara produsen kendaraan listrik seperti Tiongkok, Korea Selatan, Jepang, hingga negara-negara Eropa.

Proyek CATL memperlihatkan bahwa Indonesia bukan hanya target pasar, tetapi juga telah menjadi pusat produksi dan inovasi yang diperhitungkan di tingkat global.

“Dengan hilirisasi nikel dan pembangunan pabrik baterai, Indonesia bisa mengatur ritme dan arah industri kendaraan listrik dunia. Kita punya sumber daya, punya pasar, dan sekarang punya investasi,” ujar seorang pejabat Kementerian Investasi dalam kesempatan terpisah.

Potensi Manfaat Ekonomi Jangka Panjang

Jika proyek ini berjalan sesuai rencana, dampak ekonominya tidak hanya akan dirasakan pada skala nasional, tetapi juga regional. Daerah-daerah yang menjadi lokasi pembangunan pabrik akan mengalami peningkatan aktivitas ekonomi, pengembangan infrastruktur, dan perluasan lapangan kerja.

Pengamat ekonomi menilai bahwa investasi ini bisa menjadi titik awal transformasi ekonomi Indonesia dari yang berbasis ekstraktif ke industri manufaktur berteknologi tinggi. Selain itu, ekspor produk bernilai tambah seperti baterai listrik akan memberikan penerimaan negara yang lebih besar dibandingkan ekspor bijih mentah.

Momentum Strategis Menuju Industri Hijau

Pemerintah memastikan bahwa investasi strategis dari CATL tetap berada di jalur yang tepat dan sesuai dengan rencana. Dengan target produksi paling lambat Maret 2026, proyek ini diharapkan menjadi lokomotif penggerak ekosistem kendaraan listrik nasional dan simbol keberhasilan Indonesia dalam memanfaatkan sumber daya alam untuk kepentingan industri masa depan.

Kehadiran CATL bukan sekadar investasi asing, melainkan bagian dari transformasi besar menuju ekonomi hijau dan energi bersih yang inklusif dan berkelanjutan.

Terkini