Urgensi Hukum Kepatuhan Syariah dalam Perbankan Syariah di Indonesia

Kamis, 26 Juni 2025 | 08:59:28 WIB
Urgensi Hukum Kepatuhan Syariah dalam Perbankan Syariah di Indonesia

JAKARTA - Sejak kelahirannya, perbankan syariah memang dirancang atas dua landasan utama: gerakan neo-revivalis dan modernis dalam Islam kontemporer. Tujuan pendiriannya bukan sekadar menyediakan alternatif bagi umat muslim, melainkan sebagai upaya memperkuat seluruh aspek ekonomi dalam bingkai syariah—berdasarkan Al-Qur’an dan as-sunnah. Kini, institusi keuangan berbasis etika ini telah menjelma menjadi kekuatan global, yang menarik perhatian lintas keyakinan dan wilayah.

Akar Historis Perbankan Syariah

Jejak awal perbankan syariah dapat ditelusuri di negara-negara dengan ekonomi yang berbasis prinsip Islam. Pada era 1940-an, Pakistan dan Malaysia menjadi pelopor dalam sistem profit-and-loss sharing, salah satu fondasi utama perbankan syariah, melalui pengelolaan dana jemaah haji secara non-konvensional. Dalam skema ini, keuntungan maupun kerugian dibagi antara penabung dan pengelola dana sesuai prinsip keadilan.

Salah satu tonggak penting lainnya adalah berdirinya Islamic Rural Bank di Desa Mit Ghamr, Kairo, Mesir, pada tahun 1963. Bank ini dianggap sebagai preseden modern dari perbankan berbasis syariah pertama. Hadirnya lembaga ini menggerakkan lahirnya berbagai konsep keuangan bebas riba—pembayaran bunga yang dilarang dalam syariah—seperti mudharabah, musyarakah, dan wakalah.

Gerakan Neo-Revivalis dan Modernis di Balik Akarnya

Fundamental perbankan syariah tidak lepas dari dua gerakan besar peradaban Islam kontemporer:

Neo-revivalis: Berusaha menghidupkan kembali nilai-nilai Islam klasik ke dalam institusi modern.

Modernis: Fokus pada adaptasi aspek syariah ke dalam sistem ekonomi dan hukum modern.

Kombinasi dua paradigma ini melahirkan rancangan ekonomi Islam post-konvensional yang berusaha melepaskan muslim dari ketergantungan terhadap sistem bunga. Dalam visi ini, keberadaan rantai keuangan syariah dapat berjalan seiring dengan nilai universal keadilan dan kesetaraan yang diakui secara global.

Pertumbuhan Institusi Besar dan Ekspansi Global

Saat ini, institusi keuangan internasional besar seperti Citibank, ANZ, Chase, Goldman Sachs, dan Jardine Fleming telah membuka divisi syariah atau anak usaha berbasis prinsip Islam. Langkah ini bukan sekadar memanfaatkan peluang pasar, tetapi mencerminkan pengakuan akan kekuatan ekonomi berbasis etika.

Di pasar modal, Islamic fund semakin populer, dan bursa saham global seperti Dow Jones bahkan meluncurkan Islamic Dow Jones Index untuk memenuhi permintaan investor syariah global. Indikator ini menempatkan saham perusahaan sesuai standar syariah, menegaskan bahwa nilai-nilai Islam telah melekat dalam mekanisme investasi modern.

Pernyataan Scharf: Bank Syariah Mitra Baru Pembangunan Global

Menariknya, dukungan atas perbankan syariah juga datang dari tokoh lintas keyakinan. Scharf, mantan direktur utama Bank Islamic Denmark yang beragama Kristen, menyatakan:

“Bank Islam adalah mitra baru pembangunan.”

Pernyataan ini menandakan bahwa bank syariah bukan hanya relevan bagi umat muslim, tetapi juga diakui sebagai lembaga keuangan yang mendukung pembangunan ekonomi berkelanjutan, inklusif, dan bertanggung jawab dari perspektif global.

Mekanisme Profit-and-Loss Sharing yang Adil dan Transformatif

Prinsip profit-and-loss sharing adalah salah satu pilar utama perbankan syariah. Sistem ini memfasilitasi hubungan kemitraan antara penabung dan pelaku usaha, di mana keuntungan modal dibagi sesuai kesepakatan. Jika terjadi kerugian, beban ditanggung bersama—mewujudkan semangat berbagi risiko.

Metode ini berbeda tajam dari sistem bunga konvensional, di mana pemberi pinjaman tetap berhak atas bunga walau usaha yang didanai gagal. Justru dalam sistem syariah, nilai keadilan dan tanggung jawab bersama menjadi landasan utama.

Tantangan dan Peluang Industri Syariah ke Depan

Meski pertumbuhannya pesat, perbankan syariah tetap menghadapi tantangan, antara lain:

Regulasi yang belum merata: Standar global cenderung berbeda, memerlukan harmonisasi di setiap negara.

Keterbatasan literasi masyarakat: Banyak nasabah yang belum memahami produk-produk berbasis syariah.

Skalabilitas produk baru: Produk seperti sukuk, takaful, dan fintech syariah masih memerlukan pengembangan untuk menjangkau mass market.

Namun, potensi pasar tetap besar. Ekonomi global yang meminta model keuangan etis bisa menjadi peluang strategis. Posisi kawasan seperti Timur Tengah, Asia Tenggara, Eropa, dan Amerika Serikat menunjukkan kesiapan dan permintaan yang kuat terhadap keuangan syariah.

Perbankan Syariah dan Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan

Pendirian dan pertumbuhan perbankan syariah adalah bagian dari agenda pembangunan berkelanjutan. Produk seperti sukuk digunakan untuk membiayai proyek infrastruktur, energi ramah lingkungan, dan program pengentasan kemiskinan. Dalam skema ini, syariah bukan sekadar etika finansial, tetapi instrumen pembangunan sosial-ekonomi.

Scharf menegaskan bahwa bank syariah adalah mitra bagi pembangunan infrastruktur, edukasi, dan kesehatan masyarakat—terutama di kawasan yang memungkinkan kolaborasi lintas keyakinan.

Perbankan Syariah sebagai Pilar Ekonomi yang Inklusif

Lahir pada 1940-an dan 1960-an dari upaya menegakkan prinsip ekonomi Islam, sistem syariah kini diadopsi oleh institusi global.

Gerakan neo-revivalis dan modernis mengawali paradigma keuangan syariah sebagai alternatif yang adil.

Lembaga besar global kini memasuki ruang syariah, menandakan pertumbuhan dan akseptabilitas.

Sharf bahkan menyebut bank syariah sebagai mitra pembangunan, seiring penyebaran nilai keadilan dan keberlanjutan.

Tantangan seperti regulasi, literasi, dan inovasi perlu ditangani untuk masa depan yang lebih inklusif.

Perbankan syariah merupakan instrumen kunci dalam pembangunan berkelanjutan dan keuangan global yang beretika.

Dengan dukungan lintas keyakinan, penggunaan teknologi, serta kesadaran masyarakat yang semakin tinggi, perbankan syariah siap memainkan perannya sebagai institusi global yang mengusung keuangan etis, berkelanjutan, dan inklusif.

Terkini