JAKARTA - Dalam upaya memperkuat diplomasi pembangunan dan solidaritas antarnegara berkembang di tengah krisis iklim global, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menyampaikan usulan penting yang menandai langkah konkret Indonesia dalam isu pembangunan berkelanjutan.
AHY mengusulkan pembentukan Urban Resilience Task Force, sebuah gugus tugas lintas negara yang akan menjadi wadah kerja sama negara-negara Selatan dalam kerangka South-South Cooperation (SSC). Task force ini akan difokuskan untuk mendukung proyek-proyek percontohan di sektor urban yang berorientasi pada ketahanan iklim dan penerapan solusi berbasis alam (nature-based solutions).
Usulan tersebut disampaikan AHY dalam forum internasional yang melibatkan para pemangku kepentingan dari berbagai negara berkembang. Ia menyampaikan bahwa saat ini tantangan pembangunan kota-kota di negara berkembang telah mencapai titik krusial, terutama karena tekanan dari perubahan iklim, pertumbuhan penduduk yang pesat, dan keterbatasan sumber daya.
Krisis Iklim Perkotaan Jadi Masalah Bersama Negara Selatan
Wilayah-wilayah urban di negara berkembang menghadapi risiko tinggi akibat perubahan iklim—mulai dari naiknya permukaan air laut, banjir ekstrem, gelombang panas, hingga polusi udara. Krisis ini menimbulkan dampak ekonomi, sosial, dan kesehatan yang luas, terutama di kawasan perkotaan yang infrastruktur dasarnya belum kuat. Menurut AHY, pembentukan Urban Resilience Task Force adalah upaya kolektif yang dibutuhkan untuk meningkatkan ketahanan perkotaan dan mempercepat pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
"Kami mengusulkan pembentukan Urban Resilience Task Force dalam South-South Cooperation untuk mendukung proyek percontohan perkotaan adaptif iklim dan solusi berbasis alam," ujar Agus Harimurti Yudhoyono dalam forum tersebut.
Ia menambahkan, gugus tugas ini akan bertindak sebagai ruang dialog, pertukaran teknologi, serta pendampingan teknis yang berkelanjutan antarpemerintah, sektor swasta, lembaga internasional, dan masyarakat sipil dari negara berkembang.
Peran Indonesia dalam South-South Cooperation
Indonesia selama ini dikenal aktif dalam mempromosikan South-South Cooperation, yakni bentuk kerja sama pembangunan yang melibatkan negara-negara berkembang, dengan prinsip saling berbagi pengalaman, teknologi, dan kapasitas. SSC menjadi pendekatan alternatif dalam pembangunan global, terutama karena banyak tantangan yang lebih relevan antarnegara berkembang dibandingkan dengan negara maju.
Dengan mengajukan inisiatif Urban Resilience Task Force, Indonesia kembali menunjukkan komitmennya untuk menjadi lokomotif kerja sama Selatan-Selatan, khususnya dalam isu perubahan iklim yang dampaknya paling terasa oleh negara berkembang dengan sumber daya terbatas.
"Kami tidak bisa hanya menunggu dukungan dari negara maju. Sudah waktunya negara-negara berkembang saling menopang, berbagi pengetahuan, dan membangun solusi bersama yang sesuai konteks lokal," tegas AHY.
Solusi Berbasis Alam Jadi Strategi Utama
Poin penting dari inisiatif ini adalah penekanan pada solusi berbasis alam atau nature-based solutions (NBS). Konsep ini mencakup pendekatan seperti restorasi hutan kota, pembangunan taman hijau yang berfungsi sebagai resapan air, pengelolaan pesisir secara ekosistemik, dan integrasi ruang terbuka hijau ke dalam tata ruang perkotaan.
Solusi berbasis alam dianggap lebih berkelanjutan, berbiaya rendah, dan memiliki manfaat ekologis jangka panjang dibandingkan pendekatan infrastruktur konvensional (grey infrastructure). Selain itu, pendekatan ini memungkinkan masyarakat lokal terlibat langsung dalam pembangunan dan perawatan, menciptakan rasa kepemilikan dan keterlibatan komunitas.
"Proyek percontohan berbasis alam akan menjadi katalis untuk mengembangkan sistem perkotaan yang adaptif dan inklusif," tambah AHY. Ia juga menekankan pentingnya menyusun kebijakan lintas sektor yang menggabungkan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi dalam satu kerangka pembangunan kota yang tangguh.
Dukungan Multilateral dan Tantangan Implementasi
Usulan pembentukan Urban Resilience Task Force mendapat sambutan positif dari sejumlah delegasi negara berkembang lainnya. Namun, tantangan tetap ada—terutama dalam hal penyelarasan kebijakan antarnegara, pembiayaan jangka panjang, dan integrasi teknologi lokal ke dalam solusi perkotaan.
AHY dalam paparannya menyatakan bahwa dukungan lembaga multilateral dan pembiayaan inovatif seperti blended finance atau green bonds dapat mendorong percepatan implementasi proyek percontohan. Ia juga menyoroti pentingnya kolaborasi dengan universitas, pusat riset, serta startup teknologi yang fokus pada kota cerdas dan lingkungan.
Dari Konsep ke Aksi Konkret
Sebagai tindak lanjut dari usulan tersebut, Indonesia menyatakan kesiapannya menjadi tuan rumah pertemuan teknis pertama Urban Resilience Task Force, dengan agenda merumuskan struktur kerja, daftar prioritas aksi, serta penyusunan pilot project yang dapat segera dijalankan di beberapa kota di Asia, Afrika, dan Amerika Latin.
"Ini bukan hanya wacana. Kami ingin mengubah ide menjadi tindakan nyata, dengan hasil yang bisa diukur dan ditiru oleh kota-kota lain," ujar AHY.
Penutup: Kolaborasi Selatan untuk Masa Depan Perkotaan yang Tangguh
Di tengah tantangan iklim global yang semakin kompleks, usulan Indonesia dalam membentuk Urban Resilience Task Force tidak hanya mencerminkan keberpihakan pada pembangunan berkelanjutan, tetapi juga mengajak negara-negara berkembang untuk bersama-sama menjadi bagian dari solusi global.
Dengan menekankan kerja sama kolektif, solusi berbasis alam, dan ketangguhan perkotaan, inisiatif ini menjadi langkah awal menuju masa depan kota yang inklusif, adaptif, dan berdaya tahan tinggi.