JAKARTA - Situasi geopolitik di Timur Tengah masih sangat sensitif dan menjadi sorotan global. Meski demikian, aliran minyak dan gas dari kawasan tersebut ke Amerika Serikat tetap berjalan lancar tanpa gangguan berarti. Namun, perubahan besar terjadi di sisi permintaan dan ketergantungan AS terhadap pasokan minyak dari Timur Tengah yang kini menurun drastis dibandingkan dekade sebelumnya.
Harga Minyak Global Terpengaruh Minim oleh Konflik Timur Tengah
Konflik terbaru antara Israel dan Iran sempat memicu kenaikan harga minyak dunia, terutama jenis Brent, yang melesat dari di bawah 70 dolar AS per barel ke puncak sekitar 81,40 dolar AS. Namun, setelah gencatan senjata terbentuk, harga minyak kembali turun mendekati level 67 dolar AS, menandakan bahwa pengaruh langsung kawasan Timur Tengah terhadap harga minyak global kini tidak sebesar dulu.
Hal ini menggambarkan perubahan lanskap energi dunia, di mana ketergantungan terhadap minyak Timur Tengah mulai bergeser ke arah pasokan domestik dan regional.
Dominasi Produksi Shale dan Pasokan Amerika Utara
Faktor utama yang memperkuat kemandirian energi AS adalah peningkatan produksi minyak shale di dalam negeri yang pesat dalam satu dekade terakhir. Selain itu, AS semakin banyak mengimpor minyak dari Kanada dan Meksiko, dua negara tetangga di Amerika Utara, menggantikan pasokan dari negara-negara Timur Tengah.
Data terkini menunjukkan bahwa sekitar 70 persen dari total impor minyak AS berasal dari Kanada dan Meksiko, sementara kontribusi minyak dari negara-negara OPEC – khususnya Arab Saudi – telah menurun signifikan. Bahkan, sejak puncaknya pada tahun 2003, impor minyak dari Arab Saudi ke AS telah berkurang hingga 85 persen, menandai pergeseran besar dalam peta pasokan energi global.
Kilang-kilang AS Beradaptasi dengan Pasokan Baru
Kilang-kilang di Pantai Barat dan Timur AS kini lebih memilih minyak berat dari Kanada sebagai sumber utama, menggantikan kontrak-kontrak lama dengan negara Timur Tengah. Salah satu infrastruktur kunci adalah oleoduk Trans Mountain (TMX) yang mengalirkan minyak dari Kanada langsung ke kilang-kilang di Pantai Barat.
Meski tren ini sudah berjalan, sejumlah kilang di wilayah Midwest dan Pantai Barat masih menghadapi tantangan signifikan. Peralihan dari pasokan minyak Timur Tengah ke pasokan domestik dan Kanada membutuhkan waktu serta investasi besar. Banyak kilang masih bergantung pada teknologi dan infrastruktur yang hanya cocok mengolah minyak berat tertentu yang selama ini mereka terima.
Meski demikian, Badan Informasi Energi AS (EIA) memperkirakan bahwa total impor minyak negara itu akan turun 20 persen sepanjang tahun 2025, mencapai level terendah sejak 1971.
Penurunan Permintaan Pemasangan Baterai Skala Jaringan di AS
Sementara itu, di sektor energi terbarukan, ekspansi penyimpanan baterai skala jaringan (grid-scale battery storage) di AS yang selama ini tumbuh pesat kini menghadapi risiko penurunan. Laporan dari beberapa lembaga riset industri memperkirakan pemasangan baterai skala besar di jaringan listrik AS bisa turun hingga 29 persen pada tahun depan.
Penurunan ini disebabkan oleh ketidakpastian kebijakan pemerintah, termasuk potensi penerapan tarif impor pada komponen baterai dari China dan negara lain, serta pemangkasan insentif pajak yang menjadi pendukung utama industri penyimpanan energi.
Pada kuartal pertama tahun 2025 saja, kapasitas baterai skala jaringan naik 57 persen dibandingkan tahun sebelumnya, sementara sepanjang 2024, kapasitas baterai domestik mencapai rekor 12,3 gigawatt. Namun, proyeksi untuk 2026 menunjukkan kemungkinan penurunan yang signifikan jika dukungan kebijakan berkurang.
Allison Weis, seorang analis dari lembaga riset Wood Mackenzie, memperingatkan, “Industri ini berada di persimpangan, dan perubahan kebijakan bisa sangat mengganggu momentum ini.”
Dampak Kebijakan terhadap Ekonomi dan Keandalan Jaringan Listrik
Pemangkasan insentif pajak dan pemberlakuan tarif impor komponen baterai dapat meningkatkan biaya produksi baterai, membuat banyak proyek penyimpanan energi sulit dilanjutkan. Hal ini berdampak langsung pada ketahanan dan fleksibilitas jaringan listrik, yang sangat bergantung pada penyimpanan energi untuk mengintegrasikan sumber energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin.
Tanpa kapasitas penyimpanan yang memadai, jaringan listrik berpotensi mengalami gangguan saat produksi energi terbarukan menurun, misalnya saat matahari tidak bersinar atau angin tidak bertiup. Kondisi ini telah menjadi perhatian serius di negara-negara bagian seperti California dan Texas yang telah mengandalkan baterai sebagai cadangan energi untuk menjaga stabilitas pasokan.
Gelombang Panas Ekstrem Menghantam Pasar Komoditas Pangan Eropa
Selain isu energi, Eropa juga tengah menghadapi tantangan berat akibat gelombang panas ekstrem yang berdampak pada sektor pertanian. Kondisi cuaca yang tidak biasa ini telah menekan hasil panen jagung dan gandum di sejumlah negara, menyebabkan kenaikan selisih harga kedua komoditas tersebut di pasar regional.
Walaupun data resmi terkait angka pasti penurunan hasil panen belum banyak dipublikasikan, pelaku industri mengakui bahwa kekeringan berkepanjangan memperburuk kondisi pasokan pangan dan meningkatkan volatilitas harga.
Prospek dan Tantangan ke Depan
Ketergantungan Energi AS pada Timur Tengah Menurun: Produksi shale dan impor dari Kanada serta Meksiko telah menggantikan posisi pasokan minyak Timur Tengah secara substansial, menandai era baru kemandirian energi AS.
Transisi Infrastruktur Kilang Memerlukan Investasi Besar: Meski sudah ada perubahan pola pasokan, adaptasi penuh pada kilang-kilang memerlukan waktu dan modal yang tidak sedikit.
Industri Penyimpanan Baterai Menghadapi Ketidakpastian Kebijakan: Momentum kuat yang terbentuk selama beberapa tahun terakhir berpotensi melemah jika insentif pajak dan kebijakan perdagangan berubah.
Pangan Eropa Tertekan Cuaca Ekstrem: Gelombang panas memperburuk hasil panen dan memperlebar gap harga jagung dan gandum, memperbesar risiko ketidakstabilan pasokan pangan.
Implikasi Global: Konflik di Timur Tengah kini lebih sedikit mengganggu harga minyak global, namun ketahanan energi terbarukan AS dapat terancam jika masalah kebijakan penyimpanan baterai tidak segera diselesaikan.
Amerika Serikat kini memasuki fase baru dalam ketahanan energi, dengan posisi yang semakin mandiri dari pasokan Timur Tengah. Namun, ketidakpastian kebijakan domestik dalam hal dukungan penyimpanan energi dan potensi tarif impor komponen baterai menimbulkan tantangan serius. Keberhasilan transisi energi bersih sangat bergantung pada stabilitas kebijakan dan investasi yang konsisten.
Sementara itu, Eropa menghadapi tekanan tambahan dari sisi pangan akibat dampak perubahan iklim yang ekstrem. Keseluruhan kondisi ini menggambarkan bagaimana dinamika geopolitik, perubahan iklim, dan kebijakan ekonomi saling terkait erat dan harus diantisipasi secara terpadu agar stabilitas energi dan pangan global dapat terjaga dalam jangka panjang.