JAKARTA - Fenomena konten yang dihasilkan oleh artificial intelligence (AI) semakin marak di berbagai platform digital. Di era ketika teknologi generatif kian canggih, masyarakat dihadapkan pada tantangan baru: membedakan mana konten asli dan mana yang dibuat AI. Hal ini penting untuk mencegah penyebaran informasi palsu dan menjaga literasi digital tetap sehat.
Seiring meningkatnya kemampuan AI dalam menghasilkan gambar, video, hingga teks yang mendekati hasil buatan manusia, konten AI mulai membanjiri media sosial seperti X (dulu Twitter), Instagram, hingga TikTok. Kasus terbaru terjadi saat Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengunggah video promosi yang dibuat dengan bantuan AI generatif pada Ahad, 22 Juni 2025. Video tersebut viral dan menuai beragam komentar netizen. Fenomena ini menunjukkan betapa konten AI sudah merasuk dalam arus utama komunikasi digital.
Masyarakat yang cermat dan kritis sangat diperlukan untuk mengenali konten buatan AI agar tidak terjebak dalam misinformasi. Berikut adalah ciri-ciri yang bisa digunakan sebagai panduan mendeteksi konten yang kemungkinan besar dibuat AI:
- Baca Juga 9 Film Balap Terbaik Sepanjang Masa
1. Periksa Detail Kecil yang Sering Janggal
Salah satu cara paling efektif untuk mengenali konten AI adalah dengan mengamati detail kecil pada gambar atau video. Bentuk jari yang tidak wajar, telinga yang asimetris, hingga aksesori seperti kacamata atau perhiasan yang tampak melayang atau terdistorsi merupakan indikator umum konten AI. Ketidakwajaran pada bagian-bagian kecil ini kerap luput dari perhatian AI generatif, sehingga bisa menjadi celah untuk membedakan dengan konten nyata.
Selain itu, tulisan atau logo dalam konten AI sering kali terlihat acak, tidak terbaca, atau menggunakan karakter yang tidak lazim. Logo merek yang terdistorsi atau teks yang seperti diketik asal menjadi tanda jelas bahwa konten tersebut bukan buatan manusia.
2. Amati Kesempurnaan yang Tidak Masuk Akal
AI generatif cenderung menghasilkan tampilan yang terlalu sempurna. Misalnya, wajah yang muncul dalam gambar terlihat sangat halus, tanpa pori-pori, kerutan, atau detail tekstur kulit lain yang wajar pada manusia. Efek ini bisa membuat foto terlihat seperti hasil pemolesan berlebihan, padahal sejatinya merupakan ciri konten sintetis.
Latar belakang gambar juga patut dicurigai jika tampak terlalu rapi, terlalu menawan, atau tidak realistis secara komposisi. Misalnya, pemandangan yang tampak seperti lukisan digital atau cahaya yang tidak logis. Demikian pula dengan proporsi tubuh yang terlihat aneh, seperti tangan terlalu panjang atau leher yang tidak proposional, menjadi sinyal kuat konten tersebut dihasilkan AI.
Pencahayaan pada konten AI juga kerap tidak sinkron. Contoh umum adalah cahaya yang jatuh di wajah tidak selaras dengan bayangan pada objek lain di sekitar.
3. Lakukan Reverse Image Search untuk Verifikasi
Cara lain yang dapat dilakukan masyarakat adalah memanfaatkan fitur reverse image search melalui mesin pencari seperti Google Images atau TinEye. Caranya cukup mudah: unggah gambar yang dicurigai, lalu lihat hasil pencarian.
Jika gambar tersebut muncul di berbagai situs tanpa konteks yang jelas, atau hanya muncul di satu platform tertentu, ada kemungkinan besar gambar itu hasil manipulasi AI. Sebaliknya, jika gambar terhubung dengan sumber yang kredibel, maka konten tersebut lebih mungkin asli. Reverse image search juga membantu melacak apakah gambar sebelumnya telah ditandai sebagai hasil AI oleh sumber lain.
4. Telusuri Kredibilitas Sumber Gambar
Memastikan asal-usul gambar juga menjadi langkah penting. Cek apakah gambar diunggah oleh akun resmi, media terpercaya, atau individu dengan rekam jejak baik. Sumber yang kredibel biasanya menyertakan informasi yang jelas, sedangkan akun abal-abal cenderung menyebarkan konten AI untuk menimbulkan sensasi, menyesatkan, atau menipu pengguna lain.
Kenapa Masyarakat Perlu Waspada?
Seiring adopsi teknologi AI di berbagai sektor, mulai dari hiburan, promosi, hingga kampanye politik, risiko penyalahgunaan konten AI untuk disinformasi semakin besar. Konten palsu yang tampak sangat realistis bisa digunakan untuk menipu masyarakat, mempengaruhi opini publik, atau mendiskreditkan individu atau lembaga.
Literasi digital yang baik menjadi kunci agar masyarakat tidak mudah terpengaruh oleh konten AI yang menyesatkan. Polri dan lembaga terkait pun diharapkan dapat memberikan edukasi yang masif kepada masyarakat agar lebih kritis terhadap setiap konten yang beredar.
Sebagaimana dikutip dari laporan media, viralnya video promosi Polri yang dibuat AI menunjukkan bahwa teknologi ini sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari komunikasi publik. Oleh karena itu, upaya mengajarkan cara mengenali konten AI harus menjadi prioritas bersama.
Di tengah derasnya arus informasi dan pesatnya perkembangan teknologi generatif, kemampuan membedakan konten asli dengan buatan AI menjadi semakin penting. Mengenali detail kecil yang janggal, kesempurnaan yang tidak wajar, memanfaatkan reverse image search, dan menelusuri kredibilitas sumber adalah langkah sederhana namun efektif yang bisa dilakukan siapa pun.
Dengan demikian, masyarakat dapat lebih bijak dalam menerima, membagikan, atau mempercayai informasi yang mereka temui di media sosial. Edukasi dan kesadaran kolektif inilah yang akan menjadi benteng utama melawan potensi negatif dari maraknya konten AI di dunia digital.