JAKARTA - Kasus gagal bayar yang menimpa PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia (AKII) atau yang lebih dikenal sebagai Akseleran, kembali menegaskan pentingnya perlindungan dana lender dalam industri fintech peer-to-peer (P2P) lending. Dengan semakin banyaknya laporan dari pemberi pinjaman (lender) terkait tertahannya dana mereka, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) bergerak cepat dengan memanggil manajemen Akseleran untuk meminta penjelasan serta menuntut penyelesaian segera.
Ketua Umum AFPI, Entjik S. Djafar, dalam keterangannya pada Jumat, 4 Juli 2025, mengungkapkan bahwa organisasi yang dipimpinnya telah mengambil langkah tegas agar Akseleran menyelesaikan persoalan ini tanpa menunda lebih lama.
“Kami meminta untuk segera menyelesaikan permasalahan tersebut, mereka berjanji untuk segera menyelesaikan masalah ini,” ujar Entjik.
Pernyataan tersebut mencerminkan kekhawatiran sekaligus ketegasan asosiasi yang menaungi perusahaan-perusahaan fintech lending di Indonesia, dalam menjaga integritas industri dan kepercayaan publik.
Dana Lender Tertahan, Kepercayaan Pasar Diuji
Masalah gagal bayar di sektor fintech lending bukanlah hal baru. Namun, ketika menyangkut perusahaan sebesar Akseleran—yang selama ini dikenal sebagai salah satu pemain kuat di industri P2P lending dengan reputasi baik—kejadian ini memunculkan kekhawatiran besar dari masyarakat, khususnya para lender yang dananya belum kembali.
Banyak lender mengungkapkan bahwa dana mereka tidak cair sesuai dengan waktu yang dijanjikan, bahkan sebagian belum mendapatkan kejelasan atas status pengembalian dana. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang manajemen risiko dan transparansi yang diterapkan oleh platform tersebut.
Para lender, terutama individu dan pelaku UMKM yang mengandalkan platform seperti Akseleran untuk diversifikasi investasi, merasa dirugikan dan berharap adanya tindakan nyata, tidak sekadar janji penyelesaian.
AFPI Tegaskan Peran Pengawasan dan Mediasi
Sebagai asosiasi resmi yang ditunjuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melakukan pengawasan terhadap anggota industri fintech pendanaan bersama, AFPI memiliki kewenangan untuk memanggil dan meminta klarifikasi dari anggotanya. Dalam kasus Akseleran, AFPI menegaskan telah menggunakan kewenangannya untuk mengawal penyelesaian persoalan dengan tetap menjunjung asas perlindungan konsumen.
“Kami tidak hanya mengawasi, tapi juga memberi mediasi antara penyelenggara dan pengguna layanan. Dalam hal ini kami akan terus memantau dan mendesak penyelesaian hingga tuntas,” tegas Entjik.
Menurut AFPI, platform fintech seperti Akseleran memiliki kewajiban untuk menjaga likuiditas, menyediakan informasi yang jelas kepada lender, serta memastikan bahwa sistem penyaluran pinjaman berjalan sesuai regulasi.
Komitmen Akseleran Diuji di Tengah Tekanan Industri
Sementara itu, pihak manajemen Akseleran telah menyatakan komitmennya kepada AFPI untuk segera mengatasi persoalan gagal bayar ini. Namun belum ada keterangan rinci terkait penyebab utama terjadinya masalah tersebut, apakah karena gagal bayar borrower (peminjam), kesalahan sistem, atau faktor manajemen internal.
Situasi ini menjadi ujian kredibilitas besar bagi Akseleran yang sebelumnya mendapat kepercayaan luas dari masyarakat dan dikenal memiliki mitra lender dari berbagai segmen, mulai dari individu hingga korporasi.
Sebagian pihak menilai bahwa kasus ini mencerminkan tantangan struktural yang sedang dihadapi industri fintech lending, di mana banyak perusahaan fintech menghadapi tekanan akibat meningkatnya rasio kredit macet (non-performing loan/NPL), ketatnya persaingan pasar, dan dampak makroekonomi.
Reaksi Lender: Ketidakpastian dan Tuntutan Transparansi
Dari sisi pengguna, banyak lender menyampaikan keresahan di berbagai platform media sosial dan forum investor. Mereka menuntut Akseleran untuk lebih transparan dalam menyampaikan informasi perkembangan penanganan kasus serta memberikan timeline pasti kapan dana mereka bisa kembali.
“Kami butuh kejelasan, bukan hanya pernyataan ‘akan diselesaikan’. Sudah berbulan-bulan kami menunggu, dan banyak dari kami menggantungkan dana ini untuk kebutuhan penting,” ujar salah satu lender yang enggan disebut namanya.
Beberapa lender bahkan mulai mengalihkan investasinya ke platform lain, atau menarik diri dari ekosistem fintech lending secara keseluruhan karena menurunnya tingkat kepercayaan.
Perlindungan Konsumen Jadi Prioritas Regulator
Otoritas Jasa Keuangan sebagai pengawas industri jasa keuangan di Indonesia belum memberikan pernyataan resmi terkait kasus ini, namun publik berharap OJK memberikan respons cepat agar kasus serupa tidak terjadi kembali di masa depan.
Beberapa pengamat keuangan menyarankan agar pemerintah dan regulator memperkuat perlindungan terhadap lender melalui mekanisme asuransi dana, escrow account yang diawasi ketat, serta sanksi tegas bagi platform yang tidak mampu mengelola dana dengan aman.
“Keamanan dana lender harus jadi prioritas. Kalau platform gagal mengelola risiko, maka kepercayaan publik terhadap industri ini bisa runtuh,” kata analis keuangan dari salah satu lembaga riset fintech.
Menjaga Stabilitas dan Reputasi Fintech Nasional
Dalam beberapa tahun terakhir, fintech lending tumbuh sangat pesat dan menjadi salah satu motor penggerak inklusi keuangan di Indonesia. Namun, kasus seperti yang dialami Akseleran bisa menjadi preseden buruk jika tidak ditangani dengan tuntas dan transparan.
AFPI menyatakan akan terus mengawasi jalannya penyelesaian kasus ini dan akan memberikan informasi terbaru kepada publik bila terdapat perkembangan. Selain itu, mereka juga sedang merumuskan langkah preventif jangka panjang untuk mencegah kasus serupa menimpa penyelenggara lain.
Perlu Ketegasan dan Komunikasi Terbuka
Kasus gagal bayar Akseleran menjadi peringatan serius bagi seluruh pelaku industri fintech lending. Di tengah geliat inovasi digital dan semangat inklusi keuangan, aspek pengelolaan risiko, perlindungan dana, dan transparansi informasi menjadi harga mati.
Jika tidak segera diselesaikan, bukan hanya Akseleran yang kehilangan kepercayaan publik, namun seluruh ekosistem fintech nasional bisa terdampak. Oleh karena itu, kerja sama yang solid antara regulator, asosiasi, penyelenggara, dan pengguna menjadi kunci utama dalam menjaga stabilitas serta masa depan industri ini.