Anies Baswedan Dorong Reformasi Hukum dan Penguatan Demokrasi

Sabtu, 26 Juli 2025 | 12:23:14 WIB
Anies Baswedan Dorong Reformasi Hukum dan Penguatan Demokrasi

JAKARTA - Di tengah dinamika politik dan hukum yang terus bergulir di Indonesia, suara-suara kritis terhadap kondisi demokrasi dan kepastian hukum mulai menggema lebih kuat. Salah satunya datang dari tokoh nasional Anies Baswedan, yang menilai bahwa dua pilar penting negara demokratis itu sedang mengalami kemunduran. Menurutnya, ketidakpastian dalam proses hukum dan menyusutnya ruang demokrasi kini menjadi penghambat serius bagi laju kemajuan bangsa.

Pernyataan ini disampaikan Anies dalam sebuah diskusi yang disiarkan melalui Podcast Forum Keadilan TV. Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut menegaskan bahwa penegakan hukum yang sejati tidak cukup hanya mengandalkan prosedur atau formalitas. Ia menekankan pentingnya memastikan bahwa proses hukum berjalan secara benar dan adil, bukan sekadar dijalankan untuk memenuhi kepatuhan administratif.

“Pernyataan ‘hormatilah proses hukum’ itu harus diikuti koma, yaitu ‘proses hukum yang benar’,” kata Anies, menyindir kecenderungan aparat atau pihak berwenang menggunakan kalimat tersebut sebagai tameng atas ketidakadilan yang terjadi.

Dalam perbincangan, Anies mengajak publik untuk lebih jeli membedakan antara proses hukum yang sah secara formal, dan proses hukum yang benar-benar menjunjung tinggi keadilan. Bagi Anies, tidak semua proses hukum layak dihormati bila sejak awal prosedurnya menyimpang atau menyembunyikan motif tertentu.

Masalah Regulasi yang Bertumpuk dan Membingungkan

Di sisi lain, Anies juga menyentil persoalan regulasi hukum yang tumpang tindih dan kontradiktif, yang menurutnya menjadi sumber keresahan dan ketidakpastian di kalangan pelaku usaha. Situasi ini, lanjutnya, membuat iklim investasi di Indonesia kurang kondusif dan menjadi hambatan besar dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Ini adalah problem paling serius yang menghambat investasi dan kemajuan kita secara keseluruhan,” ujar Anies menegaskan. Ia memaparkan bahwa banyak investor merasa ragu untuk menanamkan modalnya di Indonesia karena khawatir tersandung aturan hukum yang tidak konsisten dan sulit diprediksi.

Sebagai solusi, Anies mengusulkan pembentukan sebuah gugus tugas kecil yang melibatkan langsung para pelaku usaha. Gugus tugas ini bertujuan untuk mengidentifikasi hambatan konkret di lapangan, terutama yang berkaitan dengan birokrasi dan kerumitan regulasi. Dengan demikian, hasil temuan tersebut dapat menjadi landasan dalam menyusun kebijakan hukum dan ekonomi yang lebih akomodatif serta berpihak pada kemajuan nasional.

Kritik terhadap Proses Legislasi UU Cipta Kerja

Dalam diskusi yang sama, Anies tak luput menyampaikan pandangannya terhadap proses penyusunan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Meski mengakui semangat awal dari UU ini adalah untuk menyederhanakan birokrasi dan meningkatkan daya saing ekonomi nasional, ia mengkritik keras cara pembentukan regulasi tersebut yang dianggap tidak transparan dan minim partisipasi publik.

“Proses pembentukannya yang tidak benar menimbulkan kecurigaan bahwa legislasi ini tidak murni untuk kepentingan rakyat, melainkan mengakomodasi kepentingan tertentu,” jelas Anies.

Menurutnya, jika proses legislasi tidak dilakukan secara terbuka dan inklusif, maka kepercayaan publik terhadap produk hukum yang dihasilkan pun akan luntur. Lebih dari itu, ia menilai bahwa penyusunan kebijakan nasional harus didasari oleh konsultasi yang luas serta mendengarkan berbagai perspektif dari masyarakat.

Kekhawatiran atas Menyempitnya Ruang Demokrasi

Selain aspek hukum, Anies juga menyoroti menurunnya kualitas demokrasi di tanah air. Ia menilai bahwa ruang kebebasan berekspresi semakin sempit, ditandai dengan munculnya rasa takut di tengah masyarakat untuk mengemukakan pendapat, terutama ketika itu berkaitan dengan kritik terhadap pemerintah.

Menurut Anies, gejala ini sangat berbahaya bagi keberlangsungan demokrasi. Ketika masyarakat takut untuk menyampaikan aspirasi, maka persoalan-persoalan riil berpotensi terpendam dan tidak segera mendapatkan solusi. Dalam jangka panjang, hal ini dapat memicu ketegangan sosial akibat akumulasi rasa kecewa dan frustrasi yang tidak tersalurkan.

“Ketakutan untuk berbicara dan berpendapat itu bisa membuat masalah tidak muncul ke permukaan sampai kemudian meledak,” tegasnya, memperingatkan risiko yang bisa timbul jika demokrasi tidak dijaga dengan serius.

Anies menggarisbawahi bahwa demokrasi bukan hanya tentang pemilu atau prosedur elektoral semata. Lebih dari itu, demokrasi sejati mengharuskan adanya ruang terbuka bagi masyarakat untuk berpendapat, mengkritik, dan berpartisipasi aktif dalam proses pengambilan keputusan publik.

Seruan untuk Refleksi dan Pembenahan

Melalui kritik yang disampaikannya, Anies sejatinya mengajak seluruh komponen bangsa untuk melakukan refleksi mendalam terhadap arah pembangunan nasional. Ia menekankan bahwa hukum dan demokrasi bukan sekadar instrumen negara, tetapi merupakan fondasi yang menentukan keberhasilan atau kegagalan suatu bangsa.

Pembenahan terhadap sistem hukum yang amburadul dan penguatan kembali nilai-nilai demokrasi, menurutnya, menjadi syarat mutlak jika Indonesia ingin melangkah menuju masa depan yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan. Ia pun mendorong agar pemerintah dan masyarakat sipil bahu membahu memperbaiki tatanan yang ada, dengan menempatkan keadilan dan transparansi sebagai nilai utama.

Anies Baswedan memang bukan satu-satunya tokoh yang menyuarakan hal ini, tetapi melalui ungkapannya yang lugas dan argumentatif, ia menempatkan isu hukum dan demokrasi dalam posisi strategis untuk dibahas dan ditindaklanjuti. Di tengah arus pragmatisme yang kian kuat, kritik semacam ini bisa menjadi pengingat penting bahwa kemajuan suatu bangsa tidak bisa dipisahkan dari tegaknya keadilan dan kebebasan.

Terkini