JAKARTA - Langkah konkret pemerintah dalam mendukung legalisasi aktivitas eksplorasi masyarakat di sektor energi hulu kini memasuki babak baru. Mulai 1 Agustus 2025, minyak mentah yang dihasilkan dari sumur rakyat secara resmi bisa dijual ke Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), membuka pintu bagi partisipasi masyarakat dalam sistem migas nasional yang legal dan terstruktur.
Kebijakan ini bukan hanya menandai pengakuan atas keberadaan sumur rakyat, tetapi juga mencerminkan komitmen pemerintah dalam mengoptimalkan potensi produksi nasional melalui kerja sama lintas sektor. Pelibatan koperasi, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), hingga pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi bagian integral dari skema ini.
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Hudi Suryodipuro, menjelaskan bahwa seluruh proses pembelian minyak dari sumur rakyat akan dijalankan berdasarkan regulasi teknis yang tertuang dalam Pedoman Tata Kerja (PTK) Nomor 023 Tahun 2025. Aturan ini dirancang untuk memberikan kejelasan mengenai mekanisme kerja sama antara KKKS dan badan usaha lokal yang ditunjuk oleh gubernur setempat.
“PTK ini mengatur mekanisme kerja sama antara KKKS dengan BUMD, KUD, atau UMKM yang ditunjuk gubernur untuk menerima minyak dari masyarakat. Pengaturan juga mencakup aspek harga dan kualitas, yang akan disesuaikan dengan kondisi operasional masing-masing KKKS,” kata Hudi saat diwawancarai.
Sejalan dengan itu, SKK Migas terus mendorong percepatan realisasi kontrak antara pengelola sumur rakyat dengan KKKS yang wilayah kerjanya mencakup lokasi-lokasi produksi rakyat. Kontrak penjualan ini nantinya akan ditandatangani langsung oleh entitas koperasi, BUMD, atau UMKM sebagai pihak pengelola, dan KKKS sebagai pembeli.
Beberapa sumur rakyat diketahui berada di area kerja PT Pertamina Hulu Energi (PHE), namun hingga kini belum diungkap secara detail mengenai jumlah dan titik pasti lokasi sumur-sumur tersebut. Proses inventarisasi masih berlangsung untuk menghitung potensi produksi dan kesiapan infrastruktur pendukung.
“Pemerintah menargetkan potensi tambahan lifting dari sumur rakyat dapat mencapai 10.000 hingga 15.000 barel per hari (bph),” ujar Hudi. Proyeksi ini dipandang cukup signifikan untuk mendongkrak capaian produksi migas nasional, terutama dari sektor nonkonvensional yang selama ini belum banyak disentuh secara resmi.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, sebelumnya menyatakan harapannya agar pada Agustus 2025 penjualan dari sumur rakyat tidak hanya bisa dimulai, tetapi juga mampu memberikan kontribusi yang dapat dicatat dalam angka lifting migas nasional.
Langkah ini merupakan bagian dari implementasi Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi. Regulasi tersebut menjadi dasar hukum untuk merekognisi aktivitas eksplorasi minyak rakyat yang sebelumnya dikategorikan ilegal, agar bisa dikelola dengan tata kelola resmi dan lebih produktif.
Tim gabungan yang terdiri dari Kementerian ESDM, SKK Migas, pemerintah daerah, dan aparat penegak hukum saat ini masih menjalankan proses verifikasi menyeluruh. Proses tersebut meliputi legalitas perizinan, kelayakan teknis sumur, serta pemetaan potensi kerja sama dengan KKKS yang memiliki wilayah operasi terdekat.
Keterlibatan koperasi dan BUMD sebagai perantara distribusi hasil eksplorasi rakyat dinilai dapat menguatkan posisi masyarakat dalam rantai nilai industri migas, sekaligus menjamin transparansi serta kepatuhan terhadap standar mutu.
“Seluruh KKKS diharapkan dapat menerima kontribusi dari sumur masyarakat sebagai bagian dari strategi peningkatan produksi migas nasional,” tegas Hudi. Ia menambahkan bahwa pemerintah berupaya menjadikan kerja sama ini sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk menjawab tantangan produksi migas nasional yang mulai menunjukkan tren penurunan dalam beberapa tahun terakhir.
Selain meningkatkan volume lifting, kebijakan ini juga diharapkan memberikan dampak ekonomi langsung kepada masyarakat pengelola sumur. Dengan legalitas yang jelas, mereka akan memperoleh kepastian harga jual dan perlindungan hukum dalam menjalankan aktivitas produksi.
Lebih jauh lagi, skema ini membuka ruang partisipasi masyarakat dalam sektor energi, menjadikannya bukan sekadar penerima manfaat pasif, tetapi juga pelaku aktif dalam proses produksi energi nasional. Diharapkan, hal ini akan memicu tumbuhnya model-model bisnis baru berbasis energi di tingkat lokal, yang mampu menopang ekonomi desa dan daerah tertinggal.
Di tengah tekanan global terhadap ketahanan energi dan dorongan untuk meningkatkan kapasitas hulu migas nasional, langkah pemerintah ini dipandang sebagai pendekatan yang adaptif dan solutif. Mengintegrasikan sumur rakyat ke dalam sistem migas formal menjadi peluang strategis untuk memperluas sumber produksi nasional tanpa harus menunggu eksplorasi besar-besaran yang membutuhkan waktu dan dana besar.
Kini, bola berada di tangan para pemangku kepentingan di daerah dan sektor swasta untuk segera merespons peluang ini secara produktif. Dengan regulasi dan dukungan pemerintah yang sudah tersedia, tinggal bagaimana sinergi antara masyarakat, koperasi, BUMD, dan KKKS dapat dijalankan secara cepat dan akuntabel.