Premi Asuransi Kesehatan Naik

Selasa, 12 Agustus 2025 | 11:06:01 WIB
Premi Asuransi Kesehatan Naik

JAKARTA - Industri asuransi kesehatan di Indonesia tengah bersiap menghadapi tantangan besar pada tahun mendatang. Kenaikan premi menjadi salah satu isu utama yang diperkirakan akan terjadi, dan faktor pendorong utamanya adalah inflasi medis yang kian meningkat. Fenomena ini tidak hanya menjadi perhatian pelaku industri, tetapi juga pakar dan regulator yang memantau dinamika sektor asuransi.

Pakar asuransi Julian Noor mengungkapkan bahwa lonjakan premi kesehatan tidak bisa dihindari, mengingat beban biaya kesehatan yang terus membesar. Selain itu, jumlah perusahaan yang menjual produk asuransi kesehatan juga semakin berkurang. “Sehingga yang menjual sekarang adalah perusahaan asuransi yang menerapkan prudent underwriting. Dia harus melihat inflasi dari biaya kesehatan ini harus dikonversi ke premi, harus ada kenaikan. Jadi, kalau dia tidak mengonversi itu otomatis jadi masalah,” ujar Julian.

Ia menambahkan, kondisi ini diperparah dengan fakta bahwa biaya layanan kesehatan di Indonesia tergolong mahal bila dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia. Perbedaan harga tersebut, menurut Julian, juga menjadi salah satu alasan kuat di balik proyeksi kenaikan premi. Dengan jumlah pelaku usaha asuransi kesehatan yang diperkirakan semakin sedikit, persaingan pun semakin terbatas, dan hal ini dapat memengaruhi daya tawar konsumen.

Selain persoalan harga dan jumlah pelaku, regulasi baru juga menjadi faktor penting. Julian menjelaskan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kini mewajibkan setiap perusahaan asuransi kesehatan untuk membentuk Dewan Penasihat Medis. Dewan ini nantinya akan diisi oleh beberapa dokter, termasuk dokter spesialis, yang memiliki peran penting dalam memverifikasi keabsahan klaim.

“Untuk bisa mendeteksi apakah ini sebetulnya klaimnya legal atau enggak sebetulnya. Nah, itu nanti akan ada rekrutan dokter-dokter lagi kemudian masuk ke perusahaan asuransi kesehatan ini,” katanya.

Langkah OJK tersebut diharapkan mampu meminimalkan potensi klaim tidak valid, namun di sisi lain juga dapat menambah biaya operasional bagi perusahaan asuransi. Efeknya, penyesuaian harga premi menjadi salah satu opsi yang tidak terelakkan.

Sementara itu, data industri menunjukkan tren kenaikan pendapatan premi asuransi kesehatan dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan catatan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), pendapatan premi untuk produk asuransi kesehatan tradisional mencapai Rp19,84 triliun hingga akhir 2024. Angka tersebut tumbuh 25,3% dibandingkan dengan periode yang sama pada 2023.

Ketua Bidang Produk, Manajemen Risiko, dan GCG AAJI, Fauzi Arfan, menjelaskan bahwa tren kenaikan ini sudah berlangsung konsisten dalam tiga tahun terakhir. “Dalam tiga tahun terakhir, dari 2022 hingga 2024, tercatat terjadi peningkatan total pendapatan premi asuransi kesehatan rata-rata 15,9%,” ujar Fauzi.

Kenaikan pendapatan premi tersebut mencerminkan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan kesehatan. Namun, di sisi lain, perusahaan asuransi menghadapi tantangan berat dari sisi klaim yang semakin membesar akibat inflasi medis.

OJK mencatat adanya penurunan rasio klaim kesehatan di industri asuransi dalam beberapa waktu terakhir. Salah satu penyebabnya adalah penyesuaian tarif premi yang dilakukan oleh perusahaan asuransi kesehatan. Penyesuaian ini merupakan respons atas inflasi biaya medis yang membuat nilai klaim yang harus dibayarkan menjadi lebih tinggi.

Bila ditarik ke belakang, tren inflasi medis tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di banyak negara lain. Lonjakan biaya perawatan, penggunaan teknologi medis yang semakin canggih, serta kenaikan harga obat-obatan menjadi faktor utama yang mendorong kenaikan biaya kesehatan. Di Indonesia, faktor-faktor ini diperburuk oleh tingginya biaya layanan rumah sakit dan kurangnya sistem efisiensi di sektor kesehatan.

Bagi konsumen, kenaikan premi tentu menjadi kabar yang kurang menggembirakan. Namun, pakar menilai bahwa kenaikan tersebut adalah konsekuensi logis untuk menjaga keberlanjutan layanan asuransi kesehatan. Tanpa penyesuaian, perusahaan asuransi berisiko mengalami tekanan keuangan yang dapat mengganggu pelayanan kepada nasabah.

Dari sisi industri, strategi untuk menghadapi kenaikan premi ini memerlukan langkah terintegrasi. Perusahaan asuransi perlu meningkatkan efisiensi operasional, memperluas basis nasabah, serta mengedukasi masyarakat tentang manfaat asuransi kesehatan. Edukasi menjadi kunci untuk memastikan bahwa masyarakat memahami alasan di balik penyesuaian tarif dan tetap melihat asuransi kesehatan sebagai investasi penting.

Regulator, dalam hal ini OJK, juga memegang peran krusial dalam menjaga keseimbangan antara kepentingan konsumen dan keberlanjutan industri. Kebijakan seperti pembentukan Dewan Penasihat Medis adalah salah satu upaya untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Meski demikian, tantangan implementasi di lapangan tetap perlu diperhatikan, termasuk ketersediaan tenaga medis yang kompeten untuk mendukung sistem ini.

Ke depan, semua pihak di industri asuransi kesehatan mulai dari regulator, perusahaan, hingga asosiasi perlu bersinergi untuk menghadapi tren kenaikan premi. Dengan pendekatan yang kolaboratif, diharapkan kenaikan tarif tidak menjadi beban yang terlalu berat bagi masyarakat, sambil tetap menjaga kesehatan finansial perusahaan asuransi.

Jika tren inflasi medis dapat ditekan melalui efisiensi layanan kesehatan dan pengelolaan klaim yang lebih baik, peluang untuk menjaga kestabilan premi akan lebih besar. Namun untuk saat ini, industri asuransi tampaknya harus bersiap untuk menjalani tahun depan dengan penyesuaian harga yang cukup signifikan.

Terkini

Sentimen Positif Dorong Harga Minyak

Selasa, 12 Agustus 2025 | 15:41:13 WIB

BBM Turun, Konsumen Diuntungkan

Selasa, 12 Agustus 2025 | 15:49:19 WIB

Tren Konsumsi Listrik Nasional Meningkat

Selasa, 12 Agustus 2025 | 15:53:52 WIB

Produksi Batu Bara Indonesia Semester I 2025

Selasa, 12 Agustus 2025 | 15:56:36 WIB