JAKARTA - Memasuki era digitalisasi sistem keuangan yang kian maju, Bank Indonesia (BI) mengambil langkah inovatif dengan memperkenalkan Payment ID, sebuah sistem identitas tunggal yang mengintegrasikan seluruh transaksi keuangan masyarakat berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK). Rencananya, uji coba Payment ID akan dimulai pada 17 Agustus 2025, bertepatan dengan peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia. Dengan penerapan teknologi ini, BI berharap dapat meningkatkan transparansi, akurasi, dan pengawasan sistem pembayaran nasional secara signifikan.
Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Dudi Dermawan, menjelaskan bahwa Payment ID merupakan kode unik yang terdiri dari sembilan karakter huruf dan angka. Kode ini akan menjadi jembatan penghubung antara profil pengguna dengan seluruh aktivitas transaksi keuangan yang dilakukan, baik melalui rekening bank, dompet digital, maupun kanal pembayaran lainnya. “Payment ID ini based on NIK,” ujar Dudi saat Editor Gathering BI, akhir pekan lalu.
Sistem ini memiliki tiga fungsi utama yang mendasar. Pertama, Payment ID mampu mengidentifikasi profil pengguna secara spesifik sehingga data transaksi bisa dipetakan dengan akurat per individu. Kedua, sistem ini dapat mengotentikasi data transaksi untuk menjamin keabsahan dan keasliannya. Ketiga, Payment ID akan mengkoneksikan seluruh catatan transaksi pengguna secara rinci dan menyeluruh. Dengan demikian, seluruh riwayat keuangan mulai dari pemasukan, pengeluaran, pinjaman, investasi, hingga transaksi berisiko seperti judi online dan pinjaman ilegal bisa dipantau secara real time.
Selain itu, Payment ID juga merupakan terobosan penting untuk memperkuat sistem keuangan nasional agar lebih transparan dan terintegrasi. Data transaksi yang selama ini tersebar di berbagai platform akan terkonsolidasi dalam satu identitas tunggal, yang memberikan kemudahan dan kecepatan dalam pengawasan dan analisis.
“Jadi betapa powerful-nya Payment ID ini. Seluruh data di bank nantinya akan memiliki ekuivalen yang terhubung dengan Payment ID,” tambah Dudi. Hal ini memungkinkan otoritas keuangan untuk mendeteksi dini penyalahgunaan sistem seperti pencucian uang, pendanaan ilegal, atau transaksi mencurigakan lainnya.
Sebagai bagian dari ekosistem sistem pembayaran yang terintegrasi, Payment ID juga akan disinkronkan dengan data kependudukan dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri. Sinkronisasi ini memberikan manfaat praktis, misalnya penghentian otomatis penggunaan Payment ID jika pemiliknya meninggal dunia, sehingga sistem tetap terjaga keamanannya.
Mengenai pengelolaan data, BI memastikan bahwa akses Payment ID akan dibatasi secara ketat dan hanya bisa digunakan dengan persetujuan BI serta nasabah. Perlindungan data pribadi akan mengikuti regulasi yang berlaku, termasuk Undang-undang Perlindungan Data Pribadi.
Peluncuran Payment ID sendiri akan dilakukan secara bertahap. Tahap pertama akan menggunakan pendekatan BI-led dengan target implementasi penuh pada tahun 2027. Tahap berikutnya, pada 2029, akan mengadopsi pendekatan yang lebih terintegrasi lintas sektor. Menurut Dudi, uji coba yang akan dilakukan pada 17 Agustus 2025 mendatang baru sebatas peluncuran hasil eksperimen internal serta pemanfaatan dalam penyaluran bantuan sosial non-tunai. “Terkait dengan 17 Agustus, yang baru kita launching adalah hasil eksperimentasi Payment ID yang sudah dilakukan di seluruh pegawai Bank Indonesia dan yang kedua adalah penerimaan bansos,” jelasnya.
Meski memiliki berbagai manfaat yang menjanjikan, sistem Payment ID juga menghadapi tantangan, terutama terkait dengan isu privasi dan potensi gangguan teknis. Ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Eddy Junarsin, mengingatkan bahwa penerapan sistem ini bisa mengurangi ruang privasi pengguna. “Sisi negatifnya ya privasi berkurang, technical error,” katanya. Eddy menegaskan pentingnya riset mendalam untuk memahami konsekuensi sistem ini terhadap perekonomian dan masyarakat secara keseluruhan.
Lebih jauh, Eddy memprediksi bahwa di masa depan banyak negara akan beralih menggunakan teknologi berbasis blockchain dan aset digital tokenized. Oleh karena itu, keberlanjutan Payment ID yang berbasis pada sistem fiat money konvensional masih perlu menjadi bahan evaluasi dan pengembangan ke depan. “Saya tidak tahu apakah Payment ID berbasis fiat money akan dapat sustainable untuk waktu lama,” imbuhnya.
Dengan segala keunggulan dan tantangan yang ada, implementasi Payment ID menjadi tonggak penting dalam upaya modernisasi sistem pembayaran Indonesia. Melalui integrasi teknologi dan data kependudukan, BI ingin menciptakan ekosistem keuangan digital yang lebih aman, transparan, dan efisien, sekaligus memberikan perlindungan dan kenyamanan bagi seluruh masyarakat Indonesia dalam menjalankan aktivitas keuangannya.