Harga Minyak Terjaga di Tengah Kebijakan AS

Rabu, 27 Agustus 2025 | 08:22:55 WIB
Harga Minyak Terjaga di Tengah Kebijakan AS

JAKARTA - Ketegangan geopolitik kembali mewarnai pasar energi dunia setelah Amerika Serikat (AS) mengumumkan rencana penerapan tarif impor baru terhadap India. Kebijakan ini muncul sebagai respon atas sikap India yang tetap membeli minyak mentah dari Rusia, meskipun negara Barat berupaya memperketat tekanan terhadap Moskow.

Langkah Washington menambah babak baru dalam dinamika perdagangan global, terutama di sektor energi, yang selama ini sangat dipengaruhi oleh faktor geopolitik. Meski harga minyak mentah bergerak relatif stabil setelah sempat anjlok, sentimen pasar kini banyak diarahkan pada implikasi kebijakan tarif tersebut.

Stabilitas Harga Minyak di Tengah Tekanan

Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) tercatat diperdagangkan di atas US$63 per barel, setelah sebelumnya turun lebih dari 2%. Sementara itu, minyak Brent masih bertahan di atas US$67 per barel. Stabilitas harga ini menjadi sinyal bahwa pasar masih berhati-hati membaca arah kebijakan ekonomi global.

Meski penurunan besar sudah terjadi, investor belum sepenuhnya melepas risiko. Fokus mereka beralih ke kebijakan perdagangan AS, terutama terhadap India yang merupakan salah satu pembeli besar minyak Rusia. Ketidakpastian ini berpotensi menambah volatilitas harga dalam beberapa pekan ke depan.

Tarif Baru AS: Tekanan terhadap India

Washington berencana menggandakan tarif atas sejumlah barang impor dari India hingga 50%. Kebijakan ini dinilai sebagai sanksi langsung terhadap keputusan New Delhi yang tetap menjalin hubungan energi dengan Rusia.

Meski menghadapi ancaman tarif, kilang-kilang minyak di India menyatakan akan tetap mempertahankan sebagian besar volume pembelian dari Moskow. Sikap ini menunjukkan bahwa India melihat Rusia sebagai mitra strategis dalam pasokan energi jangka panjang, meskipun risiko perdagangan dengan AS semakin besar.

Yang menarik, kebijakan tarif ini hanya diberlakukan terhadap India, sementara China yang juga merupakan pembeli besar minyak Rusia hingga kini belum menghadapi langkah serupa dari Washington. Hal tersebut memperlihatkan bahwa strategi geopolitik AS terhadap dua negara raksasa Asia tersebut memiliki perhitungan yang berbeda.

Strategi AS Menekan Rusia

Penerapan tarif terhadap India tidak bisa dilepaskan dari strategi besar AS untuk menekan Rusia agar menghentikan perang di Ukraina. Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya diplomatik dan ekonomi yang lebih luas.

Presiden AS Donald Trump bahkan mengingatkan kemungkinan terjadinya “perang ekonomi” apabila upaya mediasi antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy tidak membuahkan hasil. Peringatan ini semakin menegaskan bahwa energi dan geopolitik saling terkait erat dalam konflik yang berlangsung.

Tekanan terhadap Permintaan Global

Sementara itu, sepanjang tahun ini harga minyak telah melemah lebih dari 10%. Penyebab utamanya adalah kekhawatiran terhadap permintaan global di tengah perang dagang yang dipimpin AS, serta langkah OPEC+ yang mempercepat pelonggaran pembatasan pasokan.

Badan Energi Internasional (IEA) bahkan memperkirakan adanya kelebihan pasokan terbesar pada tahun depan, menambah kecemasan pasar bahwa harga minyak bisa semakin tertekan. Kondisi surplus produksi menjadi salah satu risiko terbesar bagi stabilitas harga energi dunia.

Meski demikian, Presiden Trump menyambut baik tren harga minyak yang bergerak mendekati US$60 per barel. Ia menilai harga tersebut akan segera menembus level psikologis tersebut dalam waktu dekat. “Harga akan segera menembus level itu,” ujarnya.

Situasi Pasar Domestik AS

Di dalam negeri, laporan industri menunjukkan adanya penurunan kecil pada persediaan minyak mentah nasional, sekitar 1 juta barel dalam sepekan terakhir. Stok bensin dan distilat juga tercatat mengalami penurunan.

Data resmi terkait persediaan energi akan segera diumumkan pemerintah, yang akan menjadi rujukan penting bagi pasar dalam membaca arah pasokan dan permintaan di AS. Meski penurunan stok tidak signifikan, angka tersebut memberi sinyal bahwa konsumsi energi domestik masih relatif stabil.

Harga Terbaru di Pasar

WTI untuk pengiriman Oktober naik 0,3% menjadi US$63,45 per barel pada sesi pagi di Asia.

Brent untuk penyelesaian Oktober ditutup turun 2,3% di US$67,22 per barel.

Kedua harga acuan ini mencerminkan bahwa pasar masih dalam fase mencari keseimbangan di tengah banyaknya faktor eksternal yang memengaruhi.

Prospek ke Depan

Kombinasi antara kebijakan tarif AS terhadap India, potensi perang dagang baru, serta risiko kelebihan pasokan menjadikan pasar minyak global berada dalam posisi rawan. Investor dan pelaku industri kini memantau dengan cermat bagaimana India akan menyikapi tekanan dari Washington.

Apabila India tetap mempertahankan hubungan dagangnya dengan Rusia, bukan tidak mungkin eskalasi tarif akan terus berlanjut. Hal ini berpotensi memengaruhi arus perdagangan energi dunia dan memperluas dampak terhadap perekonomian global.

Di sisi lain, jika harga minyak benar-benar menembus US$60 per barel seperti yang diprediksi Trump, maka kondisi itu bisa membawa dua dampak berbeda: menguntungkan konsumen energi di negara maju, namun sekaligus menjadi tantangan berat bagi negara-negara produsen minyak yang bergantung pada harga tinggi untuk menopang ekonominya.

Dengan dinamika yang terus berkembang, pasar energi internasional diperkirakan masih akan penuh dengan gejolak. Para analis menilai, langkah AS terhadap India hanyalah salah satu dari serangkaian kebijakan yang akan membentuk peta perdagangan energi global ke depan.

Terkini

Motorola G86 Power Baterai Tahan Lama

Rabu, 27 Agustus 2025 | 16:29:04 WIB

Lava Blaze 2: Elegan dan Ringkas

Rabu, 27 Agustus 2025 | 16:35:38 WIB

Samsung Galaxy S25 Fan Edition

Rabu, 27 Agustus 2025 | 16:38:39 WIB

Meizu Mblu 21: Smartphone Terjangkau

Rabu, 27 Agustus 2025 | 16:41:13 WIB

BYD Dolphin: Irit dan Canggih

Rabu, 27 Agustus 2025 | 16:44:28 WIB