JASA MARGA

Jasa Marga Soroti Kendaraan ODOL sebagai Pemicu Utama Kerusakan di Tol

Jasa Marga Soroti Kendaraan ODOL sebagai Pemicu Utama Kerusakan di Tol
Jasa Marga Soroti Kendaraan ODOL sebagai Pemicu Utama Kerusakan di Tol

JAKARTA - Di tengah upaya berkelanjutan untuk menjaga kualitas infrastruktur jalan tol nasional, PT Jasa Marga mengungkapkan bahwa kerusakan yang sering terjadi di sejumlah ruas tol, khususnya pada jalur satu dan dua atau lajur sebelah kiri, bukan disebabkan oleh kualitas konstruksi jalan yang buruk. Justru, beban berlebih dari kendaraan bertonase tinggi menjadi penyebab utama kerusakan tersebut.

Hal ini ditegaskan oleh Direktur Utama PT Jasa Marga, Rivan Achmad Purwantono, saat menjawab pertanyaan awak media dalam sesi bincang santai yang difasilitasi oleh Kementerian Perhubungan pada Kamis malam, 26 Juni 2025.

“Perbaikan yang terus menerus dilakukan bukan karena konstruksi jalan yang kurang bagus, tapi lebih diakibatkan beban kendaraan yang kelebihan muat alias Over Dimensi Overload (ODOL),” jelas Rivan.

Fenomena ODOL memang menjadi momok dalam pemeliharaan jalan tol nasional. Kendaraan-kendaraan berat yang membawa muatan melebihi kapasitas tidak hanya merusak permukaan jalan, tetapi juga membahayakan pengguna jalan lainnya. Beban berlebih tersebut menimbulkan tekanan yang jauh di atas ambang batas yang dirancang oleh konstruksi jalan, sehingga mempercepat kerusakan, khususnya pada lajur kiri yang lebih sering dilalui kendaraan berat.

Rivan menyoroti dua ruas tol yang paling terdampak, yakni Jalan Tol Jakarta-Cikampek dan Jakarta-Merak. Kedua jalur ini merupakan koridor utama distribusi logistik dan lalu lintas kendaraan besar di Pulau Jawa. Tak heran, beban lalu lintas yang tinggi ditambah praktik ODOL membuat kerusakan di jalur tersebut lebih cepat terjadi.

“Kami melihat bahwa jalur kiri, terutama jalur satu dan dua, lebih cepat rusak karena kendaraan berat sering berada di lajur tersebut. Padahal, secara regulasi dan teknis, kendaraan berat juga punya aturan muatan maksimal,” ujar Rivan.

Ia menambahkan bahwa Jasa Marga terus melakukan perbaikan berkala guna menjaga standar pelayanan kepada pengguna jalan tol. Tujuannya bukan hanya memastikan kelancaran lalu lintas, tetapi juga memberikan rasa aman dan nyaman bagi para pengendara.

“Perbaikan ini terus dilakukan untuk menjaga standar pelayanan kepada pengguna jasa sekaligus keamanan dan kenyamanan pengendara,” tegasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Rivan menekankan bahwa pihaknya tidak tinggal diam. Meski perbaikan jalan terus dilakukan, penanganan terhadap pelanggaran ODOL juga memerlukan keterlibatan pihak lain, terutama pemerintah dan aparat penegak hukum. Menurutnya, penindakan terhadap kendaraan ODOL tidak bisa hanya dilakukan oleh operator jalan tol.

“Kami hanya bisa mengelola jalan dan menjaga infrastruktur. Untuk penindakan dan pengawasan terhadap kendaraan ODOL, tentu menjadi wewenang instansi terkait, seperti Kementerian Perhubungan dan Kepolisian,” ungkapnya.

Dalam beberapa tahun terakhir, isu kendaraan ODOL memang mendapat perhatian serius dari pemerintah. Program penertiban kendaraan dengan muatan berlebih telah dijalankan di berbagai wilayah, termasuk pemasangan jembatan timbang, penegakan hukum di lapangan, hingga edukasi kepada para pelaku usaha angkutan barang.

Namun, tantangan di lapangan masih cukup besar. Banyak pengusaha transportasi masih memaksakan kendaraan mereka membawa beban lebih untuk efisiensi biaya, tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap infrastruktur dan keselamatan.

Menurut data yang dihimpun Jasa Marga, kendaraan dengan muatan berlebih memiliki kontribusi signifikan dalam mempercepat degradasi jalan tol. Akibatnya, Jasa Marga harus mengalokasikan anggaran besar setiap tahunnya untuk perbaikan dan pemeliharaan jalan.

“Bayangkan jika satu kendaraan ODOL melewati jalan tol secara berulang, dampaknya bisa memperpendek usia jalan hingga 50% dari desain awal,” kata Rivan.

Sebagai bentuk antisipasi jangka panjang, Jasa Marga telah mulai menerapkan teknologi pemantauan berat kendaraan secara otomatis (Weight in Motion/WIM) di sejumlah ruas tol. Teknologi ini diharapkan dapat mendeteksi secara real-time kendaraan yang melebihi batas muatan sehingga dapat segera diarahkan untuk pemeriksaan lebih lanjut atau dikeluarkan dari tol.

Meski begitu, Rivan tetap menekankan bahwa upaya paling efektif tetap berasal dari kesadaran para pelaku usaha logistik untuk mematuhi ketentuan muatan. Tanpa partisipasi aktif dari pihak pengguna jalan, kerusakan jalan akan terus berulang dan membebani negara, operator, serta masyarakat pengguna jalan tol lainnya.

“Kita tidak bisa terus menerus memperbaiki jalan, sementara akar masalahnya belum ditangani. Kesadaran dan penegakan hukum menjadi kunci,” tegasnya lagi.

Sementara itu, Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat sebelumnya juga telah menyatakan komitmennya untuk memperluas sistem penindakan kendaraan ODOL, termasuk integrasi data antarinstansi dan pengawasan berbasis teknologi.

Peningkatan kesadaran dan edukasi kepada pengemudi serta pemilik kendaraan barang pun terus digalakkan. Sosialisasi rutin dilakukan di pelabuhan, terminal logistik, dan kawasan industri untuk menekan praktik kelebihan muatan.

Dalam konteks jangka panjang, Rivan menyebut bahwa Jasa Marga mendukung penuh inisiatif pemerintah untuk menciptakan sistem logistik nasional yang lebih tertib dan berkelanjutan. Penanganan terhadap ODOL bukan hanya demi infrastruktur jalan, tetapi juga menyangkut keselamatan nyawa pengguna jalan.

“Jika kendaraan ODOL dibiarkan, maka bukan hanya jalan yang rusak, tapi potensi kecelakaan juga meningkat. Kita semua punya peran untuk mengakhiri praktik ini,” pungkasnya.

Dengan penanganan menyeluruh dan dukungan dari berbagai pihak, diharapkan upaya menjaga kualitas jalan tol Indonesia dapat lebih optimal. Infrastruktur yang handal tidak hanya menunjang mobilitas, tetapi juga memperkuat daya saing ekonomi nasional.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index