Listrik

Indonesia Bidik Listrik Arus Laut sebagai Terobosan Energi Hijau Masa Depan

Indonesia Bidik Listrik Arus Laut sebagai Terobosan Energi Hijau Masa Depan
Indonesia Bidik Listrik Arus Laut sebagai Terobosan Energi Hijau Masa Depan

JAKARTA - Upaya Indonesia untuk mempercepat transisi energi menuju sumber yang lebih bersih kini memasuki babak baru. Tak hanya bergantung pada energi surya dan air, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga mulai serius melirik potensi besar yang selama ini tersembunyi di bawah laut: energi dari arus laut.

Inovasi ini menandai pendekatan baru dalam pemanfaatan energi terbarukan, dengan memanfaatkan kekayaan geografis yang dimiliki Indonesia, terutama di kawasan Indonesia Timur. Pemerintah menargetkan pembangunan pembangkit listrik berbasis arus laut sebesar 40 Mega Watt (MW) sebagai tahap awal, yang dijadwalkan masuk ke dalam jaringan kelistrikan nasional sekitar satu dekade ke depan.

Studi Dimulai: Arus Laut Disiapkan Jadi Sumber Listrik Masa Depan

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, mengungkapkan bahwa pemanfaatan energi arus laut sedang dalam tahap studi.

“Jadi, sekarang sudah mulai studi untuk melihat potensi arus laut di Indonesia Timur,” ungkap Eniya saat berbicara dalam program Economic Update CNBC Indonesia.

Eniya menambahkan bahwa dalam dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), proyek pembangkit listrik tenaga arus laut ini akan mulai direalisasikan dalam jaringan nasional sekitar 2030, dengan target awal sebesar 40 MW. Ia juga menyebut bahwa studi teknis dan kelayakan sudah mulai dijalankan untuk memastikan kelangsungan proyek ini ke depan.

Potensi Besar Energi Laut dan Strategi RUPTL Nasional

Pengembangan pembangkit arus laut ini merupakan bagian dari strategi besar yang tertuang dalam RUPTL 2025–2034. Dalam dokumen perencanaan kelistrikan nasional tersebut, pemerintah menargetkan penambahan kapasitas pembangkit listrik baru sebesar 69,5 Giga Watt (GW), di mana 76% atau sekitar 42,6 GW berasal dari Energi Baru Terbarukan (EBT).

Target ambisius ini mencerminkan komitmen kuat pemerintah dalam mendorong transisi energi dan mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil. Sumber energi terbarukan yang menjadi andalan mencakup tenaga surya, air, angin, panas bumi (geothermal), serta bioenergi.

Surya dan Air Jadi Tulang Punggung, Arus Laut Jadi Penopang Baru

Dalam rincian RUPTL, energi surya menjadi penyumbang terbesar dengan target 17,1 GW atau 40,1% dari total EBT yang direncanakan. Kemudian, tenaga air menyusul dengan 11,7 GW atau 27,4%.

“Kalau hidro itu dianggap sebagai baseload, baseload lain adalah geothermal,” jelas Eniya, menegaskan bahwa energi panas bumi juga diprioritaskan karena stabilitas dan kontinuitas pasokannya.

Untuk geothermal, pemerintah menargetkan tambahan sebesar 5,2 GW atau sekitar 12,2% dari total EBT dalam rencana 10 tahun mendatang. Di luar itu, energi angin juga turut dipacu dengan target 7,2 GW atau 16,9%, meskipun pengembangannya masih terbatas pada dua lokasi, yaitu di Sidrap dan Jeneponto.

“Kita saat ini hanya punya dua lokasi, nih, yang angin, ya, di Sidrap dan Jeneponto. Ini masih kurang sekali potensi-potensi angin kita perlu kita galakkan. Nah, di dalam RUPTL ada porsi 7,2 GW,” tambah Eniya.

Nuklir dan Bioenergi Masuk Peta Jalan, Arus Laut Jadi Energi Alternatif yang Menjanjikan

Tak hanya sumber energi konvensional terbarukan, pemerintah juga memasukkan sumber energi lain seperti bioenergi dan bahkan nuklir. Bioenergi ditargetkan berkontribusi 900 MW, sedangkan nuklir akan mulai diintegrasikan sebesar 500 MW.

Potensi arus laut sendiri memang belum terlalu dimanfaatkan, namun bisa menjadi alternatif yang menjanjikan di masa mendatang. Dengan wilayah maritim yang luas dan arus laut yang konstan di perairan Indonesia Timur, pembangkit arus laut dinilai dapat menambah keragaman sumber energi terbarukan dan memperkuat ketahanan energi nasional.

Penyiapan Infrastruktur Penyimpanan Energi

Selain pengembangan sumber pembangkit baru, RUPTL juga mengatur strategi penyimpanan energi. Pemerintah merencanakan pembangunan sistem penyimpanan sebesar 10,3 GW, yang terdiri dari 4,3 GW pumped storage dari PLTA dan 6,0 GW dari baterai.

Langkah ini diperlukan untuk menjawab tantangan utama dari energi terbarukan seperti ketidakstabilan pasokan—terutama dari surya dan angin—yang sangat bergantung pada cuaca dan waktu.

Komposisi Energi Fosil Tetap Diperhitungkan

Meski fokus utama dialihkan ke EBT, pemerintah tetap mempertahankan kontribusi energi fosil dalam bauran energi nasional. Rencana pembangunan pembangkit berbasis gas dan batu bara masih akan dilakukan, masing-masing sebesar 10,3 GW dan 6,3 GW.

Namun demikian, arah kebijakan yang dominan jelas menunjukkan keinginan kuat pemerintah untuk memprioritaskan energi bersih. Energi dari arus laut diproyeksikan menjadi elemen penting dalam mendukung tujuan tersebut.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index