Batu Bara

Larangan Truk Batubara di Jalan Umum Sumsel Diperketat

Larangan Truk Batubara di Jalan Umum Sumsel Diperketat
Larangan Truk Batubara di Jalan Umum Sumsel Diperketat

JAKARTA - Meningkatnya kerusakan infrastruktur publik di Sumatera Selatan akibat lalu lintas truk batubara yang over dimensi dan over muatan (ODOL) mendorong pemerintah provinsi untuk mengambil tindakan tegas. Ketegasan ini diambil menyusul peristiwa ambruknya Jembatan Muara Lawai, yang menjadi titik balik dalam upaya melindungi keselamatan warga dan menjamin ketahanan infrastruktur jalan.

Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan mengambil langkah strategis melalui penerbitan Instruksi Gubernur yang melarang keras pengangkutan batubara melalui jalan umum. Larangan ini tidak hanya sebagai respons terhadap kerusakan fisik jembatan, tetapi juga sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam menjamin keamanan lalu lintas dan keselamatan masyarakat pengguna jalan.

Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru menyampaikan bahwa seluruh angkutan batubara kini wajib beralih ke jalan khusus tambang. Dalam instruksinya, ia menekankan bahwa kendaraan angkutan batubara tidak lagi diperbolehkan melintas di jalan umum dengan alasan menjaga stabilitas lalu lintas dan keamanan publik.

“Dalam rangka menjaga stabilitas keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas serta kepentingan masyarakat pengguna jalan umum, kendaraan angkutan batubara tidak lagi menggunakan jalan umum dan beralih ke jalan khusus pertambangan,” tegas Herman.

Langkah ini juga mencakup penegakan hukum yang lebih keras terhadap kendaraan dengan muatan dan dimensi berlebih. Penindakan terhadap pelanggaran standar teknis kendaraan, termasuk ODOL, menjadi salah satu fokus utama pemerintah provinsi dalam menertibkan kegiatan logistik batubara yang merugikan.

Instruksi Gubernur tersebut tidak dikeluarkan begitu saja, melainkan merujuk pada dasar hukum yang jelas, yakni Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, serta Peraturan Gubernur Sumsel Nomor 74 Tahun 2018. Dengan adanya landasan hukum ini, diharapkan implementasi larangan tersebut bisa dijalankan secara konsisten dan berkelanjutan.

Tidak hanya soal larangan, instruksi tersebut juga menekankan pentingnya pemenuhan standar teknis kendaraan. Setiap truk batubara kini diwajibkan memasang penutup bak untuk mencegah material terlepas di jalanan dan menimbulkan potensi kecelakaan, serta untuk melindungi lingkungan sekitar dari dampak debu batubara.

Langkah Gubernur ini mendapat dukungan penuh dari sejumlah kepala daerah, termasuk Bupati Muara Enim H. Edison. Ia menilai kerusakan infrastruktur akibat kendaraan ODOL telah mencapai taraf yang sangat mengkhawatirkan. Bahkan, menurutnya, Jembatan Enim II telah masuk daftar prioritas perbaikan, menjadi bukti nyata betapa mendesaknya penerapan larangan tersebut.

“Kerusakan infrastruktur akibat ODOL sudah sangat parah. Jembatan Enim II bahkan masuk daftar prioritas perbaikan. Kami minta pelarangan ini dipercepat, tak perlu tunggu Januari tahun depan,” kata Edison dalam rapat bersama Gubernur dan kepala daerah lainnya.

Rapat tersebut turut dihadiri kepala daerah dari Lahat, PALI, Ogan Ilir, dan Prabumulih. Dalam pertemuan tersebut, para pemimpin daerah sepakat untuk tidak memberikan satu pun dispensasi penggunaan jalan umum bagi truk batubara, menunjukkan kekompakan antardaerah dalam mendukung kebijakan provinsi.

Gubernur pun memberikan arahan agar setiap pemerintah kabupaten/kota mempercepat pembangunan jalan khusus tambang. Selain itu, instansi terkait diinstruksikan untuk memperkuat pengawasan di lapangan serta meningkatkan sosialisasi kepada pelaku usaha angkutan batubara.

Kebijakan ini juga akan dievaluasi secara berkala, disesuaikan dengan dinamika kondisi di lapangan. Pemerintah provinsi ingin memastikan bahwa aturan ini tidak hanya berlaku di atas kertas, tetapi benar-benar dilaksanakan dan berdampak nyata bagi masyarakat.

Sebagai langkah awal, sejumlah titik yang sebelumnya menjadi rute favorit truk batubara kini akan diawasi ketat. Penempatan petugas Dishub, aparat kepolisian, dan bantuan dari Satpol PP akan dimaksimalkan untuk menindak kendaraan yang masih melanggar larangan.

Kehadiran truk-truk bermuatan besar di jalan umum selama ini memang menjadi sorotan masyarakat Sumsel. Selain memperparah kerusakan jalan, truk batubara juga sering kali menimbulkan kemacetan parah, bahkan membahayakan pengguna jalan lain, termasuk pelajar dan pejalan kaki.

Kini, dengan adanya larangan resmi dan sanksi yang tegas, masyarakat berharap kondisi lalu lintas akan membaik dan kerusakan jalan tidak terus berulang. Apalagi, anggaran pemeliharaan infrastruktur yang terbatas tidak sanggup mengimbangi laju kerusakan yang ditimbulkan oleh kendaraan berat tersebut.

Banyak kalangan juga mendorong agar perusahaan tambang turut berkontribusi dalam percepatan pembangunan jalan khusus. Beberapa pengusaha tambang bahkan disebut-sebut telah menyatakan kesiapannya untuk membiayai jalur khusus tersebut secara mandiri, sebagai bentuk tanggung jawab terhadap lingkungan operasionalnya.

Langkah Gubernur dan para kepala daerah dalam menata ulang sistem transportasi batubara melalui jalan khusus bisa menjadi model bagi provinsi lain yang menghadapi masalah serupa. Jika diterapkan dengan konsisten dan terintegrasi, kebijakan ini berpotensi menekan angka kecelakaan lalu lintas, menjaga infrastruktur publik, dan menciptakan iklim usaha yang lebih tertib dan ramah lingkungan.

Dengan arah kebijakan yang jelas, dukungan lintas sektor, serta kesadaran pelaku usaha, Sumatera Selatan kini berada di jalur yang tepat menuju pengelolaan logistik tambang yang lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index