KOREA

Bahasa Isyarat di Drama Korea

Bahasa Isyarat di Drama Korea
Bahasa Isyarat di Drama Korea

JAKARTA - Drama Korea tidak hanya berhasil memikat penonton lewat cerita yang kuat dan visual yang menawan, tetapi juga dengan kemampuannya mengangkat berbagai isu sosial yang sering terpinggirkan. Salah satu bentuk pengangkatannya yang semakin nyata adalah penggunaan bahasa isyarat sebagai medium komunikasi dalam drama-drama terpilih. Langkah ini bukan hanya memperkaya narasi, tapi juga memperlihatkan keberagaman dunia yang kerap tersembunyi di balik dialog verbal.

Penggunaan bahasa isyarat dalam drama Korea adalah representasi nyata bagi komunitas Tuli dan mereka yang memiliki gangguan pendengaran. Hal ini memberi ruang bagi cerita-cerita yang menampilkan perjuangan, harapan, dan interaksi yang tak kalah emosional. Para aktor dan aktris yang memerankan karakter ini pun harus belajar bahasa isyarat dengan serius, menampilkan komunikasi yang autentik dan penuh rasa empati.

Sebagai salah satu bukti keberhasilan representasi ini, sejumlah drama Korea telah menghadirkan bahasa isyarat secara emosional dan bermakna. Misalnya, dalam drama When The Phone Rings, kita diajak menyelami dunia Hong Hui Ju (Chae Soo Bin), seorang penerjemah bahasa isyarat yang menjadikan Bahasa Isyarat Korea (KSL) sebagai bagian identitas dirinya. Konflik batin dan realitas yang dihadapinya di dunia yang didominasi suara menjadikan drama ini tak hanya hiburan, tapi juga refleksi sosial yang kuat. Aeron Randi, Sekda Majalengka, pernah mengatakan, “Ini bukan hanya tentang hiburan, tapi tentang reputasi,” sebuah pernyataan yang relevan dalam konteks drama yang memperjuangkan inklusivitas ini.

Di sisi lain, Twinkling Watermelon membawa cerita tentang Eun Gyeol (Ryeo Un), seorang CODA anak dari orang tua Tuli  yang berjuang menggabungkan dunia musik dan keluarganya yang menggunakan bahasa isyarat secara alami. Drama ini memadukan aspek fantasi perjalanan waktu dengan realitas sosial, memberikan gambaran hangat tentang bagaimana bahasa isyarat dapat menjadi jembatan emosional antar anggota keluarga dan generasi.

Tidak hanya dalam genre drama keluarga, bahasa isyarat juga berhasil masuk ke genre aksi dan thriller, seperti di A Shop For Killers. Karakter Honda (Park Jeong Woo), seorang pembunuh bayaran, menggunakan bahasa isyarat sebagai alat komunikasi yang unik dan efektif. Ini memperluas definisi penggunaan bahasa isyarat, menunjukkan bahwa bahasa tersebut tidak hanya milik komunitas disabilitas, tapi juga dapat menjadi bagian dari identitas karakter yang kompleks dalam berbagai genre.

Romansa pun tidak luput dari sentuhan bahasa isyarat, seperti yang tergambar dalam Tell Me That You Love Me. Drama ini, remake dari serial Jepang, menceritakan kisah cinta antara Cha Jin Woo (Jung Woo Sung), seorang pelukis Tuli, dengan Jung Mo Eun (Shin Hyun Been), seorang calon aktris yang belajar bahasa isyarat untuk mendekatinya. Keduanya membangun komunikasi bukan lewat kata-kata, melainkan lewat ekspresi visual dan gestur yang penuh makna, menegaskan bahwa cinta tak selalu perlu diucapkan secara verbal.

Dalam 18 Again, bahasa isyarat digunakan sebagai bagian alami dalam kehidupan sebuah keluarga, di mana ibu Hong Dae Young adalah guru bahasa isyarat. Cerita yang mengisahkan perubahan ajaib Dae Young ke usia 18 tahun ini menampilkan bagaimana bahasa isyarat membantu menguatkan ikatan keluarga dan pentingnya komunikasi yang inklusif.

Drama My Mister juga menampilkan bahasa isyarat sebagai simbol kasih sayang dalam hubungan keluarga. Lee Ji An (IU) yang merawat neneknya yang Tuli, menggunakan bahasa isyarat untuk menciptakan ikatan emosional meski komunikasi verbal terbatas. Momen-momen sederhana tapi penuh makna ini mengangkat kepedulian lintas generasi yang sangat menyentuh.

Tidak ketinggalan, drama The Beauty Inside menghadirkan bahasa isyarat dalam adegan menyentuh antara Han Se Gye (Seo Hyun Jin) dan seorang anak penggemar Tuli dari luar negeri. Momen tersebut menampilkan bahwa bahasa isyarat bisa menjadi medium penuh kehangatan dalam dunia glamor yang penuh rahasia.

Terakhir, The Heirs menguatkan nuansa keintiman dengan menampilkan Park Hui Nam (Kim Mi Kyung), ibu dari tokoh utama, sebagai sosok Tuli yang berkomunikasi dengan anaknya melalui bahasa isyarat. Interaksi ini membawa sentuhan kemanusiaan dan kehangatan dalam drama yang penuh intrik keluarga dan perjuangan sosial.

Penggunaan bahasa isyarat di drama Korea bukan sekadar alat komunikasi alternatif, tapi juga sarana yang mengangkat suara dan cerita yang selama ini kurang terdengar. Hal ini memperlihatkan bagaimana seni dan hiburan dapat menjadi wadah perubahan sosial, mendorong kesadaran publik terhadap keberagaman dan pentingnya inklusivitas.

Dengan berbagai contoh ini, jelas bahwa drama Korea tidak hanya menawarkan cerita menarik dan visual menawan, tapi juga mengajak penonton memahami dan menghargai keberagaman bahasa dan cara berkomunikasi. Representasi bahasa isyarat ini mengingatkan kita bahwa setiap suara, bahkan yang tanpa kata, memiliki makna yang dalam dan layak didengar.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index